When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
. “Apa yang terjadi?” tanya Naviza. Talana urung melepaskan dekapannya pada Naviza. Satu kejutan besar terjadi. Dari arah tribun penonton, bunyi ledakan menyentak mereka berdua. Tangan Talana spontan mengerat memeluk Naviza dan membenamkan kepalanya di antara leher dan bahu Naviza sambil meringkuk bagai tempurung melindungi tubuhnya. Naviza memejamkan matanya ketika api muncrat bersama bunyi keras yang memekakkan telinga. Asap hitam mengepul, meluas dalam kecepatan yang sempurna, menghitamkan sampai ke pinggiran arena lalu menyembul naik ke udara. Hawa panasnya merebak beserta bau belerang dan mesiu yang bercampur satu. Belum selesai. Ketika Talana mengangkat wajahnya lagi, berniat memeriksa sumber ledakan itu, matanya justru terpasung pada ujung anak panah yang makin habis. Selayaknya