SATU
Rintik air membasahi permukaan Bumi. Diiringi tiupan angin yang menyegarkan. Membawa semua kenangan buruk mengganti semua yang menimpanya. Kenapa bisa dia membawanya pergi tanpa pamit?
Akankah ada penggantinya?
Melati Anggreine seorang gadis yang berusaha keras untuk menghidupi keluarga kecilnya. Melati tinggal bersama adik perempuannya. Ayah dan Ibu telah meninggalkan Melati dan adiknya sejak 9 tahun yang lalu.
Bibi dan Paman Melati, meminta keduanya untuk tinggal bersama mereka di negara Kincir Angin. Tapi Melati menolak, dengan alasan rindu Ayah dan Ibu. Tapi sebenarnya alasan Melati menolak tawaran Bibi dan Pamannya agar tidak merepotkan mereka.
Melati berkerja di kedai bunga milik Bibinya. Melati ingin hidup mandiri agar membanggakan orangtuanya di Surga dan tidak ingin merepotkan Bibi dan Paman.
“Selamat pagi, Cico.” Sapa Melati kepada Anjing peliharaan Melati dan Ibunya. “Makan yang banyak ya.” Lanjutnya sambil memberikan sepiring makanan.
“Kak!!!” Panggil Melany adik Melati. “Kakak, lihat note coklat punyaku?” Tanya Melyna menghampiri Melati di taman belakang rumah mereka.
“Coba cari lagi dulu.”
“Gak ada, Kak. Aku udah cari di kamar, ruang tamu, ruang nonton, ru-“
“Kakak bantu cari, Yuk.”
Melati memotong kalimat Melany agar cerewetnya tidak kambu lagi. Saat melihat sikap Melany yang cerewet, Melati teringat akan Ayah yang selalu memberinya nasihat bertubi-tubi dan Ibunya yang menanggapi nasihat itu dengan tenang dan lembut.
Kedua gadis yang sedang mencari barang yang hilang di dalam ruamah. Melati mencari di ruang nonton karena adiknya sering menghabiskan waktu di ruang ini bukan di kamarnya.
“La... ini nih buku kamu!!”
“MANA?!!!”
Melany menghampiri Kakaknya yang berada di ruang nonton dengan secepat kilat. “Kok bisa sih, Kak?” Tanya Melany heran, kenapa kakaknya bisa menemukan buku itu hanya dengan sekali cari saja sedangkan dirinya butuh berkali-kali mencari.
“Lain kali, cari baik-baik. Udah sana, nanti kamu telat sekolahnya.”
“Aku pergi sekolah dulu Kak, dadah...”
“Hati-hati.”
Melany pamit kepada kakaknya dan berangkat ke sekolah. Melati kembali ke kamarnya bersiap-siap untuk berangkat ke kedai bunga seperti rutinitas biasanya.
Setelah selesai bersiap-siap, Melati melihat sebuah bingkai foto. Terlihat dirinya dengan seorang pria disampingnya. Keduanya mengenakan seragam putih abu-abu. Terlihat sangat gembira sambil memegang ice cream.
Detik itu juga Melati tersenyum mengingat betapa dia merindukan pria itu. Pria yang sudah lari terbirit-b***t meninggalkan dirinya. Jauh, sangat jauh.
“Aku merindukan dia setiap hari, setiap menit, menunggu kabarnya, menunggu hanya itu yang bisa aku lakukan... ternyata itu semua gak ada artinya.”
“Kata orang manusia ada capeknya juga tapi kalo untuk dia kok nggak ya?”