MANTAN ORGANIK 27 - PUTUS

1465 Words
Jantung Ajeng berdegup dengan sangat kencang saat dia melihat ke luar dari kamar mandi. Dia takut kalau-kalau ada Dafa yang datang ke sana. “Tenang, Ajeng … tenang.” kata Ajeng. Ajeng pun langsung berjalan, menoleh ke kanan dan ke kiri. Namun, betapa terkejutnya dia melihat Data yang berjalan ke arah dirinya, Dafa terlihat ingin pergi ke toilet. “Ajeng?” tanya Dafa. Jantung Ajeng seketika rasanya ingin berhenti berdetak. Bagaimana tidak? Di depannya Dafa memanggil dirinya. “Eh, Kak Dafa?” tanya Ajeng gugup setengah mati. “Kamu di sini?” tanya Dafa. “Iya, Kak.” kata Ajeng. “Bukannya kamu lagi sama keluarga kamu? Dia mana mama sama papa kamu?” tanya Dafa menoleh ke kanan dan ke kiri. Jantung Ajeng berdegup dengan sangat kencang. Dia mencoba memutar otaknya, dia tidak bisa mengelak, namun dia harus pergi dari sana karena takut kalau Dafa melihat dia datang bersama dengan David. Ajeng menelan ludahnya, otaknya buntu, dia tidak bisa berbohong. “Jeng?” panggil Dafa. “Kak, besok aku jelasin, tapi aku mau pulang dulu ya?” kata Ajeng. “Biar aku antar kamu pulang.” kata Dafa. “Nggak usah, Kak. Nggakpapa.” kata Ajeng. Dafa memicingkan matanya, dia tentu bisa mencium gelagat tidak biasa dari Ajeng. Tapi mau bagaimana lagi, Ajeng tak pandai berbohong. “Kamu lagi sembunyiin sesuatu dari aku ya?” tanya Dafa yang mulai curiga. “Enggak kok, Kak. Nggak.” kata Ajeng. “Kenapa kamu gelisah gitu?” tanya Dafa. “A- aku …,” Ajeng tidak bisa menjelaskan. Mata Ajeng membelalak ketika melihat seseorang yang berjalan ke arah mereka berdua. Orang itu adalah David. David mungkin mau ke toilet laki-laki atau mau menghampiri dirinya. “Sorry, ada urusan apa ya sama pacar gue?” tanya David yang tiba-tiba datang. Ajeng membeku di tempatnya. Dafa menatap tajam ke arah laki-laki yang bertanya kepadanya, dia juga menatap tajam ke arah Ajeng, “Pacar?” tanya Dafa yang seakan ingin memastikan. “Eh, bukan bukan …” kata Ajeng. Ajeng tidak mau mengambil resiko. Dia tidak mau kalau sampai Dafa marah dan amit-amit meminta putus darinya. Ajeng tidak berniat selingkuh sama sekali, sungguh. Ajeng tidak pernah memiliki niatan semacam itu. ”Iya, gue pacarnya. Lo siapa?” tanya David. Dafa menatap kecewa kepada Ajeng, dan pada saat itu juga Dafa mengatakan kalimat paling menyakitkan seluruh dunia, “Gue nggak nyangka lo kayak gini, Jeng. Gue nggak nyangka. Sekarang kita putus.” kata Dafa. Dafa langsung pergi begitu saja. Ajeng pun langsung berlari mengejar Dafa untuk menjelaskan, “Tolong jangan begini, Kak. Aku bisa jelasin semuanya.” kata Ajeng memohon. “Nggak ada yang bisa lo jelasin, Jeng. Semua sudah jelas. Lo selingkuh di belakang gue. Atau malah sebenernya gue yang selingkuhan lo?” tanya Dafa kesal setengah mati. Kata-kata aku kamu sudah berubah menjadi lo-gue lagi. Kini Dafa terasa begitu asing bagi Ajeng, mau bagaimana pun Ajeng merasa harus menjelaskan mengenai apa yang terjadi pada Dafa. Namun sepertinya Dafa lebih percaya dengan apa yang dia lihat. “Aku nggak selingkuh, Kak. Aku bisa jelasin. Aku mohon dengerin aku dulu.” kata Ajeng sambil menangis. Dafa menggelengkan kepalanya. Sudah terlanjur kecewa. Dafa mengambil tasnya dan langsung pergi menuju ke parkiran. “Lo mau ke mana, Daf?” tanya teman Dafa. “Sorry, gue duluan.” kata Dafa. Ajeng hendak mengejar Dafa lagi namun tangannya dicekal oleh seseorang. Ajeng menghela napas dan menoleh lalu dia mendapati David di sana. Ajeng sungguh sangat kesal. “Kenapa lo bilang kalau gue pacar lo?!” seru Ajeng kesal. “Loh, kan kita emang pacaran,” kata David. “Sejak kapan?” tanya Ajeng. “Jadi, dari tadi apa?” tanya David. Ajeng pun menghela napas dan langsung pergi meninggalkan David, namun seakan tidak mau melepaskan Ajeng begitu saja, David menarik tangan Ajeng. “Lo PHP-in gue?!” seru David marah. “Iya, gue cuma PHP-in cowok b******k kayak lo!” seru Ajeng. “Lepasin gue!” seru Ajeng. Ajeng mendorong David begitu saja, namun David mencengkeram tangan Ajeng sampai Ajeng mengaduh. “Lepasin gue b******k!” seru Ajeng. “Gue dari tadi baikin lo ya! Kenapa lo ngatain gue b******k?! Dari mana gue brengseknya? Hah?” tanya David. “Lo udah punya Ayu! Gue di sini cuma mau kasih pelajaran sama lo!” seru Ajeng. Pegangan David pun langsung terlepas begitu saja. David terkejut setengah mati mendengar apa yang dikatakan oleh Ajeng. Dia seakan bingung. “Lo kenal Ayu?” tanya David. “Iya, dia sahabat gue! Puas lo! Awas! Minggir!” seru Ajeng. David pun langsung mendorong Ajeng karena kesal. Beberapa pengunjung langsung mendekati mereka. “Sialan!” David hendak memukul Ajeng, Ajeng hanya bisa pasrah, luka di hatinya lebih sakit dari apapun saat ini. Dia hanya ingin menangis saja, dia tidak percaya kalau umur pacarannya hanya sebentar sekali. “Mas-Mas udah, Mas!” kata pengunjung cafe. Ajeng menangis bukan karena sakit jatuh didorong namun hatinya sakit diputusin sama Dafa. “Mbak, mending Mbaknya pulang aja.” kata mas-mas yang ada di sana. Ajeng pun akhirnya pergi. “Mau ke mana lo, jalang?!” seru David. Ajeng pun menghentikan langkahnya dan langsung menoleh ke arah David. “Lo bilang apa?!” seru Ajeng kesal. “Mbak-mbak udah Mbak pulang aja Mbak.” kata seseorang yang memperingati Ajeng agar bisa langsung pulang sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Akhirnya Ajeng pun menurut. Dafa sudah pergi dari tadi, dia tidak sempat menyaksikan mengenai apa yang terjadi. Mau bagaimana lagi? Laki-laki itu terlanjur kecewa kepada Ajeng dan Ajeng tidak bisa menjelaskan apapun. Atas kencan aneh yang ingin diperuntukkan menjebak David ini, justru menjebak dirinya sendiri. Harganya mahal sekali. Ajeng benar-benar kesal kepada teman-temannya. Kalau saja teman-temannya mengangkat panggilan teleponnya Andai saja teman-temannya mau membantunya, ini semua tentunya tidak akan ada yang terjadi. Ajeng benar-benar kesal kepada teman-temannya “Kalian jahat banget sama gue!” seru Ajeng. Ajeng menyetop sebuah taksi dan langsung naik taksi tersebut, dia tidak peduli kalau uangnya akan terkuras habis untuk naik taksi, yang jelas dia ingin pulang dan menangis. Hanya itu saja. Habis mau bagaimana lagi? Dia tidak bisa berpikir untuk memesan ojek online yang jauh lebih murah bayarannya. Di dalam taksi, Ajeng pun menangis begitu saja, bajunya kotor karena dia tadi jatuh duduk di tempat becek. “Harusnya gue nggak mau. Harusnya biarin aja Ayu sama pacarnya kayak gitu. Harusnya gue nggak mau jadi tumbal.” kata Ajeng. Ajeng menangis lagi. Dia sangat mencintai Dafa. Kalau ada yang bertanya padanya mengenai apa yang dia inginkan saat ini, tentulah dia akan menjawab Dafa. Karena selain Dafa, dia rasanya tidak ingin apa-apa lagi. Sesampainya di rumah, Ajeng pun disambut oleh orang tuanya. “Nak, kamu sudah pulang kok pakaiannya begini?” tanya ibunya Ajeng. “Ajeng masuk dulu ya, Ma.” kata Ajeng. “Kok kamu nangis?” tanya Ibunya Ajeng. Ajeng langsung berlari ke dalam kamarnya, dia tidak mau kalau sampai ibunya mengintrogasinya di saat yang tidak tepat. Dia akan menyiapkan jawaban yang kemungkinan pertanyaannya akan dilontarkan ibunya. Setidaknya tidak sekarang, karena untuk saat ini dia hanya ingin menangis di tempat tidurnya. Dia tidak menyangka ternyata rasa sakit akibat patah hati itu seperti ini. Sungguh. Dia tidak pernah menyangka dan tidak pernah membayangkannya. “Kak Dafa …” kata Ajeng. Ajeng mengambil ponselnya dan langsung mencoba menghubungi Dafa. Namun ternyata nomornya sudah diblokir oleh laki-laki itu. HAl itu sudah sangat menunjukkan kalau laki-laki itu sudah sangat kecewa kepada dirinya. Laki-laki itu tidak mau berhubungan dengannya lagi. Ajeng pun menangis lagi. Ajeng memutuskan untuk mengirimkan pesan kepada Dafa. Meski sudah tidak ada foto profil di sana dan pesan itu tidak bisa masuk ke Dafa namun dia tetap menulisnya seperti orang gilang. Ajeng: Kak, sorry. Maafin aku Aku nggak tau lagi harus jelasin gimana Tolong kasih aku kesempatan Aku emang salah Tapi aku mau jelasin semuanya Ini semua gak seperti yang kakak pikir Aku sama David nggak ada apa-apa Aku cuma bantuin ayu Aku bingung Tolong kak Jangan blokir aku Tolong maafin aku Aku nggak mau putussss… Tangisan Ajeng kembali pecah. Dia seperti orang gila saat ini. Hatinya sangat sesak. Dia hampir tidak bisa bernapas. Air matanya terus turun seperti air terjun dan matanya sudah merah. Sebuah pesan masuk dari Ayu. Ajeng yang merasa marah langsung keluar dari grup dan langsung memblokir kontak Ayu dan juga Andin. Dia merasa kalau dia tidak mau lagi berteman dengan kedua temannya itu. Kalau bukan karena Ayu dan Ajeng, dia tidak akan putus dengan Dafa. Ajeng menangis lagi. Dia pun terus mencoba menghubungi Dafa namun sebanyak apapun dia mencoba menghubungi Dafa namun nomor Dafa memang tidak akan bisa dihubungi. Ajeng sudah masuk dalam daftar hitam. “Gue harus gimana kak? Gimana caranya buat gue jelasin ke lo? Gue mau jelasin tapi lonya malah begini.” kata Ajeng sambil menangis lagi. Karena kebanyakan menangis akhirnya Ajeng pun tertidur sambil menangis.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD