Pulang sekolah Ajeng menunggu kedua sahabatnya itu di perpustakaan. Sambil menunggu ia memilih untuk menatap layar ponselnya melihat timeline Instagramnya. Sama seperti kebanyakan remaja pada umumnya Ajeng cukup senang memperhatikan timeline dan berita terbaru. Seperti sudah menjadi tuntutan bahwa remaja harus sadar akan tren dan juga berita terpanas. Ya meskipun kadang gadis itu tak terlalu memperhatikan juga karena terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri.
Rasanya membosankan menunggu di perpustakaan sendirian. Ajeng bahkan kini malas menatap layar ponselnya karena sejak tadi tak ada hal menarik yang bisa ia lihat di sana. Kemudian Ia memutuskan untuk menghubungi salah satu sahabatnya, Andin. Namun panggilan dari Ajeng sama sekali tadi tanggapi oleh sahabatnya itu. Mood Ajeng yang tadinya membaik kini menjadi buruk lagi karena kelakuan kedua sahabatnya.
"Kayaknya mereka nggak bakal dateng deh,' gumam ajang pada dirinya sendiri.
Setelah menunggu hampir satu jam kemudian ia berjalan keluar. Langkahnya terasa benar-benar malas dan berat akibat perasaannya yang juga tak baik. Kemudian ditengah perjalanan untuk segera kembali pulang ia berpapasan dengan Mia. Satu teman kelasnya.
"Loh Lo kok di sini Jeng?" Mia bertanya pada Ajeng dengan tatapan bingung.
Sementara mendengar kata-kata Mia juga membuat Ajeng tak kalah bingungnya. "Terus kalau nggak di sini gua harus dimana dong?"
"Nggak gitu soalnya tadi gua lihat Andi lagi jalan sama cowok gitu, ganteng lagi. Lo tahu nggak kira-kira di anak mana?" Mia bertanya sambil mengangkat kedua alisnya bergantian.
"Ya, mana gue tau. Udah ah gue mau pulang!" Jangan sedikit asal aja melangkah meninggalkan Mia sendirian.
Mia menatap Ajeng yang berjalan meninggalkannya. "Kok dia ngamok?" Setelah bernarasi sendiri gadis itu memutuskan untuk kembali melanjutkan hal yang ingin ia lakukan tadi.
Ajeng bener-bener kesal kepada Andien karena lebih memilih untuk berjalan dengan laki-laki yang entah siapa. Daripada datang ke perpustakaan Dan menepati janjinya. Padahal seharusnya bukankah janji kepada sahabat itu lebih penting dibandingkan dengan orang lain? Apalagi janji tersebut adalah salah satu cara yang dilakukan oleh Andin untuk perbaikan dengan Ajeng tadi.
Saat dia melangkahkan kakinya untuk menuju gerbang sekolah ponsel Ajeng berdering. Ya kemudian membuka pesan masuk ternyata dari Ayu
'Sorry gue enggak bisa ke perpus Jeng, gue sakit perut tadi waktu pulang. Jadi gue bener-bener langsung pulang ke rumah. Maaf.
Mendapatkan pesan itu membuat Ajeng semakin kesal. Masalahnya saat pulang tadi Ayu terlihat baik-baik saja lalu mengapa tiba-tiba jadi sakit perut? Kedua temannya itu terlihat ingin saling berkoordinasi untuk datang ke pertemuan yang sudah mereka setujui tadi. Ajeng berpikir kalau keduanya hanya mencari cara untuk menghindari dirinya dan juga dengan kegiatan yang ia ingin buat yaitu mantan organik.
Dengan kesal aja kemudian menekankan tombol ponselnya untuk membalas pesan dari Ayu.
'Ok'
Kata-kata singkat yang jelas menunjukkan bahwa ia marah. Ia sengaja mengetik seperti itu untuk menunjukkan kemarahannya kepada Ayu.
Keputusannya sudah buat untuk segera kembali ke rumah dan tak lagi menunda untuk menunggu kedua temannya yang jelas tak akan datang. Keluar dari pagar sekolah membutuhkan waktu sekitar lima menit untuk sampai di halte. Ajeng memang tak memiliki kendaraan pribadi atau kendaraan yang akan menjemputnya dalam perjalanan pulang sehingga setiap harinya Ia menggunakan angkot sebagai sarana transportasi menuju sekolah dan pulang sekolah.
Sebelum sampai di halte ia mencepatkan diri membeli teh kotak dingin sebagai teman menemani dalam perjalanan. Harus ada sesuatu yang ia minum untuk mendinginkan pikiran dan hatinya yang sangat panas-panasnya.
Sambil menyedot teh manis dingin ia berjalan melewati sisi kanan dan kiri aneka tukang jajanan yang kali ini tak menarik perhatiannya. Ketika sampai di halte ya segera duduk di sana dan menunggu. Jam pulang sekolah kali ini sudah tak terlalu ramai. Sepertinya sudah banyak orang yang pulang dari memang dirinya yang terlalu lama menghabiskan waktu di sekolah untuk menunggu Andin dan Ayu dengan sia-sia.
"Mana angkotnya, mana angkotnya." Merasa sudah cukup lama menunggu Ajeng bersenandung. Menyanyikan lagu potong kuenya diganti dengan menanyakan kepada dirinya sendiri tentang keberadaan angkot yang tak juga tiba.
"Ini jangan-jangan Abang angkot sekongkol sama Andin dan Ayu buat bikin gue nunggu lagi," kesal gadis itu. Iya merasa sepertinya hari ini dunia benar-benar enggak berpihak padanya.
Saat itu sesosok makhluk tampan berjalan menuju Ajeng, siapa lagi kalau bukan Dafa. Tentu saja membuat Ajeng merasa malu sendiri. Padahal belum tentu Dafa ada di sana karena dirinya. Ajeng jadi besar kepala sendiri, kemudian malah jadi takut karena ingat sahabatnya meneriaki Dafa dengan sebutan monyet.
Dafa kemudian duduk tak jauh di samping Ajeng. Ia tersenyum, sana Ajeng balas senyuman.
"Nunggu angkot juga?" tanya Dafa.
Ajeng menatap sekitar, berpikir kalau Dafa berbicara dengan orang lain. "Kakak ngomong sama aku?"
"Iya, emang ada orang lain di sini?" tanya Dafa yang jadi gemas sendiri atas kelakuan absurd Ajeng.
"I-iya Kak." Ajeng menyahut gugup.
Tentu saja perasaan Ajeng saat ini tak karuan apalagi kakak kelas yang ia sukai berada tepat di sampingnya. Yang ia takutkan saat ini adalah jika saja Dafa bertanya perihal siapa yang tadi memanggilnya monyet. Di dalam hati ajang terus berdoa agar dapat bertanya tentang masalah itu karena ia pasti akan malu sekali untuk menjawabnya.
Saat itu.
"Neng naik enggak?!" teriakan Abang angkot menyadarkan dari lamunan.
Setelah mendengar teriakan itu Ajeng segera berlari dan masuk ke dalam angkot. Tentu saja hal ini merugikan dirinya. Karena lagi-lagi ya kehilangan kesempatan untuk berkenalan dengan kakak kelas pujaannya itu.
"Ah b**o banget gue," runtuknya dalam hati setelah menyadari bahwa kali ini ia kembali kehilangan kesempatan emas.
Ajeng turun dari angkot dan dalam perjalanan pulang dengan langkah keras. Ketika ia sampai di rumah segera masuk ke dalam rumah dan menuju kamarnya untuk merebahkan diri. Ya, dibandingkan harus marah berkelanjutan bukankah lebih baik jika ia merebahkan diri dan beristirahat? Setelah merasakan penat yang di sekolah dan juga kebodohannya saat di halte tadi.
Kamar Gadis itu bernuansa biru laut. Terlihat cukup rapi meski ada beberapa sisi yang berantakan terutama di rak buku miliknya. Setelah masuk ke dalam kamar Ajeng rebah di tempat tidur Kemudian sibuk memeluk guling padahal Ia belum berganti baju bahkan melepas sepatunya.
"Sumpah ya Andin sama Ayu parah banget!" Ajeng mengeluh. Ia membenamkan wajahnya ke bantal dan berteriak tak karuan, karena merasakan perasaan yang benar-benar kesal karena ulah kedua sahabatnya itu.
"Gue lebih parah lagi! Malah kabur dari Kak Dafa!"