"Kayaknya ini udah berat banget deh. Susah ditolong." ucap Ajeng sambil memijat pelipisnya.
Setelah bertemu Balqis, emosinya mendadak naik karena gadis itu benar-benar kecintaan sama Raga yang ternyata playboy abis. Selain itu, suka morotin juga.
"Bener. Udah nggak bisa diselamatkan ini." balas Andin yang juga tak kalah kesal.
Karena, kalaupun mereka memberitahu Balqis, gadis itu tidak akan pernah percaya. Jadi, mereka hanya berharap kalau tidak akan ada masalah yang menyeret mereka di kemudian hari.
"Ngeri nggak sih kalian?" tanya Ayu.
"Banget. Gimana cintanya Balqis sama Raga tapi kelakuan Raganya kayak gitu. Sakit banget tuh cowok." balas Andin.
Mereka pikir, semua akan berjalan baik setelah satu kali berhasil. Tetapi, ternyata masalah malah datang lebih besar dari sebelumnya. Bahkan, tidak pernah mereka prediksi sama sekali.
"Susah ya kalo udah gini? Kecolongan banget kita."
"Cowok manipulatif emang bisa aja sih. Kan, udah berpengalaman." ujar Andin.
Ketiganya masih merasa kesal setelah bertemu Balqis dan menanyakan beberapa hal. Ya, masih ada emosi yang mereka harus keluarkan.
"Jadi, habis ini kita mau lanjut?" tanya Andin.
"Nggak dulu, deh. Masih agak ngeri gue." jawab Ajeng.
"Udah, ya. Biarin aja mereka ngurusin urusannya sendiri. Toh, mereka juga udah milih pacaran. Perasaan mereka bukan urusan kita, kan?"
Ajeng dan Andin mengiyakan perkataan Ayu meski masih merasa tidak tenang karena bagaimanapun, mereka ikut andil dalam hubungan mereka.
Setelah kejadian itu, tak ada yang membahas mengenai mantan organik terlebih dahulu. Mereka juga melihat unggahan-unggahan Balqis yang sepertinya masih tidak tahu bagaimana perilaku Raga.
Namun, masalah tak serta-merta selesai begitu saja setelah mereka memutuskan untuk tidak ikut campur urusan hubungan Balqis dan Raga. Karena, seminggu kemudian, di bawah teriknya matahari di taman jamur, saat ketiga agen mantan organik itu tengah mengobrol dengan santainya, Balqis tiba-tiba datang menghampiri mereka.
"Kalian ini agen abal-abal, ya!" tuduh Balqis saat baru saja tiba.
Ajeng sempat mengernyit mengapa Balqis bjsa berkata demikian. Tetapi, tak lama setelah itu, ia tahu maksud dari gadis itu. Kalau boleh ditebak, sepertinya Balqis sudah mengetahui kebusukan Raga.
"Sorry, maksudnya gimana, ya?" tanya Ayu yang kini berdiri.
"Kalian sebenernya tau, kan?" tanya Balqis.
"Tau apa?" Andin mengernyit.
"Tentang Raga. Dia nggak sebaik yang keliatannya!"
"Lho, hubungan lo sama Raga kan urusan lo. Kita nggak berhak ikut campur dan tugas kita cuma pertemukan kalian." jawab Ayu yang agak tersulut emosi.
"Nggak bisa gitu, dong. Kalian kan sempat survey juga beberapa waktu lalu. Itu artinya, ini masih urusan kalian, kan? Pokoknya, aku nggak mau tau. Kalian harus tanggung jawab karena ini kalian yang buat." Balqis masih kekeh dengan tujuannya.
"Oke. Kita tau Raga kayak gimana. Kita tau meski nggak dari awal. Kita juga tadinya mau ngejelasin sama lo pas ketemu itu. Tapi, pas kita tanya-tanya, lo keliatan udah bucin banget sama Raga. Pasti, lo nggak bakal percaya sama apa yang bakal kita omongin." Ajeng menjelaskan.
"Ya, tapi harusnya kalian nggak nyari cowok kayak Raga, dong. Dia tuh pacarnya banyak, suka morotin lagi. Baik dari mananya?"
"Nah, itu tau baik dari mananya? Tapi lo bucin banget sama dia. Jadi, itu udah jadi tanggung jawab lo sendiri." Ayu menambahkan.
"Pokoknya aku nggak mau tau. Kalian harus tanggung jawab karena ini semua gara-gara kalian!"
Balqis tetap tak mau kalah meski agen mantan organik sudah mengatakan kalau ini bukan lagi menjadi tanggung jawab mereka.
"Lho, nggak bisa gitu, dong. Kan, lo yang mau. Lo yang pedekate sama dia juga. Berarti, lo juga kekecoh sama sikap dia. Bukan sepenuhnya salah kita, dong?"
Ajeng juga bersikukuh dengan dirinya yang tidak harus bertanggung jawab atas kejadian yang menimpa Balqis.
"Oke. Kalo kalian nggak mau tanggung jawab, aku bakal aduin ini sama guru. Kalian kan udah dilarang ngelakuin ini. Tapi, masih tetap ngelakuin secara diam-diam."
Ajeng membelalakkan matanya saat mendengar ancaman Balqis. Ancaman gadis itu benar-benar berbahaya dan tidak bisa ia biarkan.
"Kok lo gitu?"
"Gitu gimana? Ya kan kalian emang harus tanggung jawab. Aku udah baper banget sama Raga yang kelakuannya jelek kayak gitu dan kalian yang bikin aku ketemu dia. Kalo nggak sama kalian, aku mana mungkin ketemu Raga!"
Ajeng membuang napasnya kasar. Kalau sudah begini, tak ada pilihan lain selain menuruti keinginan Balqis walaupun ia tidak punya planning sama sekali untuk mengatasi masalah ini.
"Oke, fine. Kita bakal tanggung jawab." putus Ajeng yang membuat Andin dan Ayu melirik ke arahnya.
"Gue belum punya rencana apapun, ya. Tapi, kita bisa rundingin ini." ujar Ajeng seakan menjawab lirikan kedua sahabatnya.
"Jadi, sekarang gimana?" tanya Andin.
Akhirnya, mereka berkumpul demi menjalankan misi ini. Dengan rencana yang terbilang cukup dadakan, Ajeng harap apa yang mereka rencanakan ini bisa berhasil.
"Oke, gue udah nemuin sosmed-sosmednya, nih." tunjuk Ayu pada ponsel di tangannya.
Memang, kalau urusan yang berhubungan dengan sosial media, Ayu paling bisa diandalkan. Ia bahkan sudah berhasil menemukan akun sosial media mantan-mantan juga pacar-pacar Raga.
"Udah gue DM satu-satu juga. Tinggal nunggu oke nggak merekanya buat ketemu." Ayu tersenyum puas.
"Kita bantuin lo, kan? Jangan ngadu ke guru, oke?" ucap Ajeng pada Balqis yang sejak tadi menahan kesal karena ternyata mantan dan pacar Raga lebih banyak dari yang ia ketahui.
"Oke. Tapi, kalian janji bantuin, kan?"
"Iya. Besok, ketemu di kafe xxx pulang sekolah. Kita omongin masalah ini. Oke!"
Balqis mengangguk dan pergi meninggalkan ketiga gadis yang merasa lelah karena tiba-tiba ditodong seperti tadi.
"Wah, gue nggak nyangka kalo masalahnya bakal jadi kayak gini." Andin membuang napasnya kasar sebelum tertunduk lesu.
"Gue juga. Gue pikir, Balqis cuma bakal nangis-nangis pas tau Raga kayak gitu. Bukan kayak gini ke kita." ucap Ajeng.
Tetapi, karena mereka juga merasa bersalah karena memilih Raga, mereka mulai menyusun pertanyaan yang akan diberikan kepada mantan dan pacar Raga nanti. Mereka harus tahu kebenaran ini semua.
"Ya udah lah. Nasi udah jadi bubur, kan? Kita nikmati aja." ujar Ayu.
Esoknya, ketiga gadis itu sudah bersiap untuk menemui perempuan yang mereka hubungi kemarin demi membahas perihal Raga.
"Balqis, lo nggak ngasih tau Raga, kan?" tanya Ayu saat mereka sampai di tempat yang dijanjikan.
"Ngapain aku ngasih tau Raga? Yang ada, dia malah berkilah." balas Balqis sewot.
Satu persatu mantan Raga datang ke tempat janjian mereka. Tetapi, karena terlalu banyak, mereka mengatur jadwal bertemunya agar tidak menarik perhatian orang-orang.
Yang terpenting adalah, mereka harus mendapat jawaban yang mereka inginkan dan yang terpenting, jawabannya pasti sama.
"Hai, sorry ya gue ngajak kalian ketemu di sini. Gue lagi ada misi buat nyelidikin Raga dan gue denger, kalian pernah diselingkuhin sama dia, ya?" Ajeng tak ingin membuang waktu dan langsung bicara kepada intinya.
"Iya. Gue diselingkuhin waktu itu. Tapi, dia nggak mau mutusin gue atau dia nggak bayar duit gue." jawab salah satu di antara mereka.
"Lho, dia masih punya utang sama gue sampe sekarang. Bahkan, kontak gue diblokir gara-gara nanyain utangnya kapan bakal dibayar." ucap yang lainnya.
"Gue udah ikhlasin sih. Biarin aja dia ntar juga kena sendiri."
"Mulutnya emang racun banget."
Satu persatu mantan Raga mulai mengeluarkan unek-uneknya. Mereka menyampaikan betapa tidak baiknya Raga. Bahkan, bisa dikatakan sangat tidak tahu diri. Apalagi, Raga sangat manipulatif.
"Oke kalo gitu makasih, ya." ucap Ajeng sebelum mereka meninggalkan kafe.
Kini, yang datang adalah perempuan yang masih berstatus sebagai pacar Raga.
"Kalian tau kan kenapa gue minta ketemu?" tanya Ayu.
"Raga, kan? Gue mau mutusin dia!" seru salah satu perempuan di sana.
"Gue juga. Tapi gue nunggu dia bayar utang dulu."
Permasalahannya ternyata sama. Raga dengan utang-utangnya kepada perempuan yang dipacarinya.
"Jujur, awalnya gue nggak percaya kalo Raga kayak gitu. Tapi, sekarang gue yakin kalo dia emang sebrengsek itu." ucap perempuan yang sepertinya masih belum menyadari kelakuan Raga.
"Nah oke. Di antara kita ini ada lagi salah satu korban Raga." tunjuk Ajeng pada Balqis.
"Jadi, sekarang kita harus gimana?" tanya salah satu dari mereka.
"Siapa yang masih berkomunikasi baik sama Raga?"
Gadis yang awalnya tidak terlalu percaya dengan perilaku Raga itu mengangkat tangan. "Gue."
"Oke, lo ajak Raga ketemuan. Nanti, kita pindah ke tempat lain buat mantau. Jangan sampe Raga curiga dan usahakan dia bisa dateng." ucap Ajeng yang langsung diangguki oleh perempuan itu.
Benar saja, setengah jam kemudian, Raga datang dengan sok gantengnya. Menemui perempuan yang sudah memasang wajah sumringah. Ternyata, Ajeng bisa mengandalkannya.
"Tumben kamu ngajakin aku ketemuan mendadak, sayang. Untung aja, mama nggak nyuruh aku keluar." ucap Raga.
Ajeng dan kawan-kawan yang memantau itu menahan diri untuk tidak muntah di tempat karena ucapan Raga.
"Tadi, aku habis ketemu temen, terus aku bingung pulang sama siapa." jawab si perempuan.
"Kamu sibuk banget, ya?"
"Mama kadang muntah anter sana sini, sih." jawab Raga. "Oh iya, sayang. Jam tangan aku mati, nih. Jadi, maaf kalo kamu ngajak ketemu aku agak telat."
Merasa Raga ini semakin tidak beres, Ajeng akhirnya memberikan kode kepada pacar-pacar Raga untuk keluar menemui lelaki itu tanpa membuat keributan yang memancing kerumunan.
"Oh, jadi ini kelakuan lo selama ini? Bayar utang lo, Raga!"
"Emang dasar cowok nggak tau diri!"
"Lo tuh ya, nggak takut kena karma, apa? Bayar utang lo sama kita semua!"
Raga yang biasanya pandai bicara itu tak dapat berkutik saat ditodong oleh perempuan-perempuan itu. Bahkan, untuk menjawab pun ia tidak bisa.
"Kalo lo nggak bayar, gue aduin ke orang tua lo!" Kali ini, Balqis yang bicara.
Seperti yang Ajeng duga kalau Balqis akan mengancam dengan hal yang sama.