Walau sudah dilarang membuka sosial media, terutama membaca comment dan direc message, Laura tetap saja melakukannya. Rasa penasaran begitu besar. Ingin melihat apakah ribuan pesan yang masuk sebelumnya sudah surut atau malah bertambah deras sekarang. Ternyata makin bertambah banyak request pesan masuk. Untung saja tadi pagi Laura sudah mem privasi akunnya dan menonaktifkan comment di setiap foto unggahan yang jumlahnya tidak terlalu banyak itu. Jika tidak, mungkin akan lebih parah. Permintaan untuk mengikuti akun dirinya juga sekarang menyentuh angka 5000. Ah, mereka pasti ingin memojokkannya saja. Dasar. Banyak akun asing yang men tag dirinya di postingan akun gosip. Laura kira berita di akun gosip sudah tenggelam digantikan kabar keretakkan rumah tangga artis senior. Sayangnya tidak. Malah makin banyak berita baru tak berfakta yang baru saja di unggah. Mengatakan bahwa dia tidak tahu malu lah, hanya mengincar harta Naren atau ingin tenar saja. Tidak tahu malu bagaimana? Bertatap langsung dengan Naren saja rasanya ingin pingsan. Untuk mengincar harta, Ya Tuhan, apa mereka tidak tahu bahwa pendapatannya sebulan saja bisa untuk membeli mobil mewah. Huh, untuk yang ini, mungkin Laura yang salah karena tidak pernah menunjukkannya pada teman atau sekedar ia pamerkan di sosial media. Padahal niatnya baik. Tak ingin sombong. Lalu, ingin tenar? Tenar untuk apa? Mendapatkan uang? Cih, Laura rasanya ingin membeli tangan-tangan jahat yang telah mejatuhkannya itu.
Tangan Laura membuka salah satu direct message yang masuk. Namanya seperti tidak asing, namun Laura lupa pernah melihatnya dimana. Nanana_01. Ah, yang menggunakan nama itu kan banyak. Akun itu tidak memasang foto profil dengan foto pribadi. Melainkan menggunakan foto kucing yang lucu. Jelas saja, mana ada netizen tukang bully pakai identitas asli? Rasanya kasihan melihat potret kucing oren lucu itu terpasang pada profil orang yang berkata tak pantas.
Nanana_01
Sok cantik bet lo bsa jln sm Arion. Ngaca. Lo itu cuma butiran debu bagi Arion yg sempurna. Mna mngkn Arion mau sm lo. Lo nya aja yg mau dimanfaatin. Dasar. Gak tau diri lo. Mati aja sana.
Laura terdiam. Demi Tuhan, barisan kata itu terasa menyakitkan saat di baca. Apa hak mereka menghakimi? Padahal kenal juga tidak. Mereka juga tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Dengan bukti foto, apa semua dapat di tarik kesimpulan bahwa dia bersalah? Dan mati? Apa berdampingan dengan Naren memang tak pantas dan harus mengakhiri hidup? Air mata laura menggenang. Sepertinya memang menjauh dari sosial media merupakan langkah yang paling tepat sekarang. Laura menyesal tak mengidahkan permintaan Naren. Jika dia menurutinya, mungkin hati dan perasaannya kini tak terlalu sakit. Ah, nasi sudah menjadi bubur. Untuk apa menyesali sesuatu yang sudah tidak dapat dikembalikan ke awal lagi?
Nanti setelah pelaku penyebar foto dan identitas dirinya tersebar, Laura juga akan ikut melaporkan beberapa akun yang sudah lewat batas wajar dalam mengetikkan makian. Biar saja mereka membalaskan perbuatan dengan hukum. Ah, Laura bisa menebak. Pasti nanti mereka merengek minta maaf dan membuat video singkat ucapan maaf penuh penyesalan disertai air mata yang bercucuran. Kali ini, Laura tidak akan berbaik hati. Sampai bersujud pun, tetap akan ia tindak lanjuti. Takutnya, mereka bukan hanya memaki Laura tapi juga orang lain yang juga tengah tertepa kabar tidak mengenakkan. Daripada menambah korban, lebih baik memusnahkan pelaku saja.
"Dek, bangun udah sore." Badan Laura diguncang pelan oleh pemilik suara.
"Ah, iya Bang Ke," sahut Laura serak. Laura menyipit melihat sekelilingnya yang terang, lampu sudah dinyalakan. Melihat jam, pukul 5.05 sore. Ternyata Laura ketiduran. Masih dengan memegang ponsel di tangan.
Laura merenggangkan badan sejenak. Mengumpulkan nyawa yang belum sepenuhnya terisi. Rasanya malas beranjak dari ranjang. Ranjang ini memiliki gaya gravitasi yang begitu besar. Menyebabkan sangat sulit untuk bangkit.
"Ketiduran ternyata," gumam Laura pelan.
"Rasanya damai banget tadi tidur. Gak ada pikiran yang lari-lari di kepala," lanjut Laura. Tidurnya tadi memang terasa begitu damai dan nikmat. Setelah beberapa hari belakangan jam tidurnya berantakan akibat terlalu banyak memikirkan apa yang akan terjadi esok. Biasanya tidur jam 10 malam dan bangun jam 5 pagi. Semenjak masalah ini muncul, Laura baru benar-benar bisa memejamkan mata pukul 12 malam dan akan bangun lebih awal, jam 3 atau jam 4 pagi.
Dengan malas, Laura beranjak. Harus cepat mandi jika tidak ingin kakak keduanya menghampiri lagi dengan ocehan-ocehan khas Kevin.
"Tidurnya gimana? Nyenyak?" tanya Lilina saat Laura tiba di dapur yang bersebelahan dengan ruang makan. Lilina tengah menata menu malam ini di piring saji. Sedang anggota keluarga yang lain belum menampakkan diri.
"Nyenyak Ma. Bangun-bangun rasanya seger banget," jawab Laura mendudukkan diri di kursi bar sambil menuangkan air putih dalam gelas. Untuk kali ini, Laura mencoba melupakan apa yang terjadi akhir-akhir ini. Walau hanya sementara.
"Syukur kalo gitu. Habis ini panggil Abang sama Papa kamu ya," pinta Lilina yang di iyakan Laura.
Laura meninggalkan dapur. Kembali menaiki tangga untuk memanggil Kevin dan Devan.
"Bang Kepin, suruh turun," ucap Laura tanpa memasukkan tubuhnya dalam kamar Kevin. Hanya kepalanya saja yang menyembul.
Tanpa menunggu jawaban Kevin yang entah sedang apa, Laura berlalu pada kamar yang berada di pojok lantai dua.
"Bang Devan, suruh turun," ucap Laura sama pada Devan.
Tanpa menunggu keduanya turun, Laura melenggang menuruni anak tangga. Urusannya sudah selesai untuk memanggil Abang-abangnya. Masalah akan turun kapan kan bukan tanggung jawabnya lagi.
Tok tok tok
"Pa, makan dulu," ucap Laura dari luar pintu. Rasanya kurang sopan bila memasuki kamar kedua orang tuanya walau sudah mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Iya Dek," sahut Deon dari dalam kamar.
Laura melangkah mendudukkan diri di atas kursi makan. Sekarang, hidangan sudah tertata rapi di atas meja makan. Ah, Laura sudah tidak sabar melahapnya. Perut ini meronta untuk segera diisi. Kenapa terasa lapar sekali? Sepertinya Laura melupakan makan siangnya.
"Mau makan apa Dek? Sini Mama ambilin," tawar Lilina pada Laura. Laura tersenyum. Setelah sekian lama, akhirnya Lilina menawarkan diri lagi untuk mengambilkannya nasi dan lauk. Laura bahagia. Seperti kembali saat dirinya masih kecil dulu.
"Pake ayam aja Ma," jawab Laura semangat. Makanan kesukaannya adalah ayam. Dan sepertinya hanya ayam yang dapat masuk ke dalam perut. Jadi, setiap hari selalu ada olahan ayam di atas meja. Dengan gaya memasak yang berbeda-beda tentunya.
"Dasar. Ayam terus. Awas nanti bertelor Lo," ledek Kevin yang sudah sampai meja.
"Bodo," ucap Laura tak peduli. Memasang wajah jengah menghadap Kevin.
"Udah, makan dulu," tegur Deon sebelum perang mulut kedua anaknya makin menjadi.
"Dek, untuk sekarang jangan buka sosial media dulu ya," nasihat Devan.
Laura hanya mengangguk. Pikirannya secara otomatis mengingat dm i********: yang tadi ia baca. Padahal Laura sudah agak melupakannya. Namun Devan malah kembali mengingatkan. Bukan salah Devan juga sih. Niat Kakaknya kan baik. Tidak ingin membuat Laura terluka terlalu dalam.
"Udah udah, makan dulu," ucap Deon tegas. Bagi Deon, tidak ada kata yang keluar saat sudah memulai makan.
Nafsu makan Laura yang tadi begitu menggelora kini pupus. Nasi ayam favoritnya sudah tidak menggoda mata. Perut yang tadi lapar juga seketika terasa penuh. Laura hanya memainkan nasinya dan sesekali melahap kecil.
Liliana melihatnya. Melihat anak gadisnya kehilangan mood untuk makan. Dengan segera, manawarkan diri untuk menyuapi. Semoga saja dapat mengikis bad mood anaknya.
"Dek, mau Mama suapi gak?" tanya Lilina.
Laura yang ternyata melamun tak menghiraukan.
"Dek, mau Mama suapi gak?" tanya Lilina lagi. Kali ini menyentuh lembut bahu Laura.
Laura tersentak kaget. Namun dengan segera mengangguk mengiyakan. Tadi Laura sempat mendengar kata suapi dari mulit Lilina.
Laura melahap dengan semangat nasi yang masuk mulut. Gadis itu menikmati semua suapan yang Lilina berikan. Rasanya Laura ingin kembali menjadi kecil agar bisa merasakan sensasi ini sesering mungkin dan tentunya tidak mengalami hal berat seperti yang menimpanya kini.