Part 2 - Izin

1547 Words
"Mama... adek mau ikut meet and greet nya Naren ya." Saat ini keluarga Bagaskara tengah bersantai di ruang keluarga. Setelah sebelumnya menghabiskan makan malam bersama. Televisi menampilkan sinetron Indonesia yang belakangan ini digandrungi. Laura duduk diantara Deon dan Lilina. Menyandar manja pada bahu sang ibu yang tengah serius menonton. "Tanya sama Papa," ucap Lilina tanpa mengalihkan perhatian. "Papa. Boleh kan?" Diputarnya tubuh menghadap sang Ayah yang tengah memangku iPad, memantau pekerjaan. "Kalo Papa bilang gak boleh gimana?" "Ih ya harus boleh lah Pa. Adek kan nge fans banget sama Naren. Nanti yang beruntung juga bisa dinner bareng. Kali aja adek yang beruntung Pa," ucap Laura beralasan. "Hah dinner?" Kevin menyela. "Iya Abang. Dinner sama Naren." Laura mengangguk semangat. "Gak. Mending dinner bareng Abang aja." Bantah Kevin. Kevin begitu protective kepada adik sematawayangnya. Semaksimal mungkin berusaha menjauhkan sang adik dari makhluk bernama pria. Untuk saat ini. Karena Kevin juga menyadari suatu saat nanti entah kapan waktunya, yang jelas waktu itu akan datang. Dimana adik kecilnya dibawa pergi oleh lelaki yang nanti akan berstatus sebagai suami. Siap tak siap, mau tak mau, Kevin harus merelakan itu. Tapi itu nanti. Dan untuk saat ini. Misinya tetap sama. Menjauhkan Laura dari pria yang kemungkinan akan menyumbang lara. Kevin tak mau Laura bersama orang yang salah dan akhirnya merasakan sakitnya cinta. Kevin hanya terlalu menyayangi Laura. "Apaan deh. Pa, boleh kan?" Laura masih belum menyerah membujuk. Dengan jurus andalan, memasang wajah semelas mungkin. Yang biasanya akan berhasil. "Acaranya jam berapa?" "Jam 9 pagi Papa." Laura berseru semangat. Sepertinya, harapan baru saja tumbuh. "Hah masa dinner pagi?" Kevin bertanya. "Ih dinnernya mah malem. Eh acaranya gimana si. Ah, adek lupa. Yang jelas acaranya pagi. Terus dinnernya gak tau kapan." Laura menepuk keningnya. "Acara gak jelas gitu kok mau ikut," cibir Kevin meremehkan. "Bukan gak jelas. Cuma emang adek yang belum baca semua infonya aja." Laura membela. "Yaudah, dibaca dulu yang bener. Nanti izin lagi sama Papa." Lilina memberi saran yang langsung diiyakan Laura. Laura membuka handphone dan mencari informasi mengenai acara Naren yang akan diselenggarakan 2 mingguan lagi. "Oh. Acaranya tanggal 7 Mei, jam 9 pagi sampe jam 12. Terus nanti yang beli VIP ada kesempatan buat menangin dinner bareng Naren. Dinnernya itu di restorannya Naren. Tanggal 8 Mei jam 7 malem. Gitu." Laura membacakan apa yang tertera di ponsel. Hening. Tidak ada yang menyahut. Masih fokus pada kegiatan masing-masing. Meong Hanya Mili yang merespon. "Kasian banget deh. Ngomong panjang lebar yang respon cuma Mili. Untung ada Mili. Sayang banyak-banyak Mili." Laura berucap sedih. Tangannya meraih Mili yang dalam jangkauan dan meletakan di atas pangkuan. "Kalo acara jam 9 sih Papa gak masalah. Tapi kalo untuk dinner, Papa gak kasih." Deon berucap serius. "2in," sambung Kevin. "Kenapa sih? Padahal kan adek pengin banget dinner sama Naren," ucap Laura memelas. "Kalo dinner malem Dek, kamu gak boleh keluar malem sendiri. Ok kalo emang tetep maksa. Tapi ditemenin sama Abang ya." Lilina memandang putri bungsunya. Mengelus surai hitam itu lembut. Laura diam tak menanggapi. Memang benar apa yang dikatakan Lilina. Dunia luar di malam hari terlihat menakutkan untuk Laura lalui sendiri. Tapi, dinner dengan sang kakak bukanlah pilihan yang tepat. Kevin pasti akan merusuh dan mengganggu. Tabiat Kevin sudab bisa ditebak. Tapi jika tidak mengikutsertakan Kevin, semakin kecil kesempatan Laura untuk dinner dengan Naren. Yah, walaupun jika Kevin ikutpun kesempatannya hanya 1 banding ratusan orang yang juga membeli tiket VIP. Laura berfikir matang mengenai tawaran yang Lilina berikan. Memutuskan mana yang memang akan menjadi pilihan terbaik. Setelah menimbang lumayan lama. "Yaudah kalo adek menang nanti dinnernya di temenin Abang." Pasrahnya. "Meet and greet nya mau ditemenin sekalian gak Dek?" Kevin menaik turunkan alisnya menggoda. "Gak!" Laura berucap tegas. "Kamu pergi sama Niana?" Tanya Lilina. "Engga Ma. Niana gak suka sama Naren." Yang lain hanya diam menanggapi. Kembali fokus pada kegiatan masing-masing. Laura merebahkan kepalanya pada pangkuan Lilina. Memejamkan mata yang mulai terasa berat. Tangan Lilina tak tinggal diam. Mengusap rambut panjang Laura. Menambah rasa kantuk yang Laura rasa. Tak lama, Laura tertidur. Menyisakan 3 orang dewasa yang masih bersantai. Enggan beranjak menuju kamar masing-masing walau jam sudah menunjuk angka pertengahan sembilan dan sepuluh. Atau jam setengah 10 malam. Saat ini, anak sulung Bagaskara -David- sedang tidak dirumah. Tengah menyelesaikan urusan bisnis di luar negeri. Menuntaskan kewajiban yang diemban. Sedang Kevin, baru kembali siang ini. Setelah melakukan perjalanan bisnis 3 hari di luar pulau. David dan Kevin memilih tinggal di rumah utama walau kantor mereka yang terletak lumayan jauh. Mereka tak mau berjauhan dengan sanak keluarga di rumah. Lebih memilih mengorbankan waktu bolak balik kantor yang jauh daripada tidak merasakan makan pagi dan malam bersama. "Udah malam Bang. Kamu gendong adek ke kamar ya." Perintah Lilina yang di iyakan Kevin. Dengan perlahan, Kevin menggendong Laura. Menaiki tangga dan memasukkan adiknya dalam kamar bernuansa pink. Meletakan dengan hati-hati, tak lupa memberi kecupan selamat malam. "Selamat malam, Adik kecil. Mimpi indah." Kevin beranjak keluar setelah mengucapkan ucapan selamat malam yang memang menjadi rutinitasnya. **** "Abang ih." Kediaman Bagaskara pagi ini di awali dengan teriakan membahana dari si bungsu Laura. Pelakunya? Tentu saja si usil Kevin. Menjahili Laura adalah hal yang paling menyenangkan bagi Kevin. "Abang, gak boleh gitu sama Adek ah." Lilina menasihati dengan malas. Merasa bosan menasihati Kevin yang setiap hari berulah. Apalagi ditambah dengan ke absenan David di rumah ini. Jika ada David, maka David yang akan menjadi tempat mengadu bagi Laura. Dan Kevin yang akan mendapat ceramag panjang lebar. "Ah Adek gak seru. Ngadu mulu kaya bocah," ucap Kevin memulai kembali. "Mama... Abang ngeselin." Laura bersidekap, merajuk. Matanya tak mau melihat keberadaan Kevin. "Ya Tuhan. Kalian tuh udah gede-gede. Masih aja ribut." Lilina mengelus dadanya mencoba sabar. "Abang yang mulai." Tunjuk Laura pada Kevin. "Ibing ying diliin." Kevin menyalin ucapan Laura. "Abang. Udah ih. Udah tau adeknya sensian, kok ya masih di goda." Akhirnya keadaan berangsur normal. Semua sibuk dengan makanan yang sudah disediakan. "Bang nebeng. Adek lagi males bawa mobil," ucap Laura mengejar Kevin yang sudah terlebih dahulu menghabiskan makan dan beranjak keluar rumah. "Mama, Papa. Adek berangkat dulu." Laura kembali ke meja makan. Terlupa bahwa tadi belum pamit pada Lilina dan Deon. Deon hanya tersenyum. Tak mengerti dengan tingkah ajaib putrinya. "Iya. Belajar yang pinter," pesan Lilina. "Siap Mama. Bye Mama Papa." Laura berlari menuju mobil Kevin yang sudah bersiap keluar dari pagar rumah. "Huft. Untung gak ketinggalan," ucap Laura merasa lega setelah berhasil duduk di kursi samping kemudi. "Ngagetin banget," gerutu Kevin merasa terkejut akan kemunculan Laura yang tiba-tiba. "Abang ngeselin. Tadi kan adek udah bilang mau nebeng. Eh malah pergi aja. Untung masih kekejar kan." "Heh mana tau. Tadi kamu gak bilang apa-apa sama Abang kok," bela Kevin tak mau disalahkan. Kerjaan kakak beradik ini tak jauh dari berdebat. Tidak ada yang mau mengalah. "Tadi waktu Abang udah di luar. Adek teriak dari dalem tau." "Ya mana denger," gerutu Kevin. "Bodo." Kevin menghela nafas. Menghadapi adiknya membutuhkan kesabaran yang ekstra. Laura dengan sifag keras kepalanya. Perjalanan singkat ini hanya diisi oleh suara penyiar radio yang sibuk bercakap dengan bintang tamu yang entah siapa. Laura sibuk dengan ponsel dan Kevin dengan jalan di hadapan. "Dah sana turun." "Iya iya." Laura menyodorkan tangannya. "Salim? Nih." Kevin mengulurkan tangan yang sayangnya tidak disambut. Laura menggeleng beberapa kali. Tanda bukan itu maksudnya. "Minta uang cash. Adek lupa belum ambil." Kini menyodorkan tangan semakin dekat dengan wajah Kevin. Kevin memutar bola matanya malas. Ada saja alasan adiknya ini untuk meminta uang jajan. "Nih." Kevin menyerahkan 4 lembar uang berwarna merah dari dompet. "Wah nanggung banget. Ganjilin jadi 5 dong Bang," ucap Laura menawar. "Ya ampun. Hebat banget kuat ngadepin ni bocah sampe lebih dari 17 tahun. Harusnya dapet penghargaan 'Kakak tersabar' Gue," gerutu Kevin. Namun tak ayal mengeluarkan kembali 1 lembar yang diminta Laura. "Nih. Pas buat 5 hari." "Makash Abang Epin. Adek cantik berangkat sekolah dulu ya. Bye. Muach." Laura memberi kiss bye yang di balas wajah ingin muntah oleh Kevin. Laura berjalan dengan riang setelah mendapatkan jackpot pagi hari. Ah senangnya. Di sekolah, tidak ada yang tahu kedua orangtua Laura adalah pasangan Deon dan Lilina. Mereka hanya tau Laura yang merupakan anak orang kaya. Entah siapa itu. Laura tak ingin menyombongkan diri akan kekayaan yang dimiliki kedua orangtuanya. Itu sangat memalukan baginya. Laura dikenal hanya sebatas teman Niana sang juara umum yang kebetulan cantik. Laura yang friendly lebih memilih selalu di samping Niana yang pemalu dan sulit bergaul. Jadilah kemana-mana mereka selalu berdua. "Hai Ni," sapa Laura. Niana hanya melihat kedatangan Laura tanpa membalas sapaan atau sekedar tersenyum. "Sombong amat jadi orang," cibir Laura. "Gue lagi sibuk belajar. Biar bisa dapet beasiswa kuliah nanti." Niana beralasan. Laura hanya mengangguk-anggukkan kepala mengerti. Dilanjutkan merebahkan kepala di atas meja. "Oh iya Ni. Gue dibolehin ikut acaranya Naren sama Papa. Tapi kalo menang dinner, harus ditemenin sama Bang Kepin. Kan males. Tapi daripada gak dikasi ijin. Ya udah Gue iyain aja. Huft, semoga aja gue menang. Dan semoga aja pas dinner Bang Kepin gak ngerusuh," ucap Laura semangat. Niana yang diajak bicara tak menanggapi. Ucapan panjang lebar itu hanya dianggap angin lalu yang tak penting. Laura diam. Berteman dengan Niana membutuhkan banyak stok kesabaran. Sudah biasa tak di hiraukan. Tapi ya rasanya masih tak nyaman. Seperti tak dihargai. Sudahlah, kali ini Laura harus mengerti. Niana tengah sibuk mengerjakan soal latihan untuk beasiswa yang memang gadis itu harapkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD