Part 48

1123 Words
Maaf up sedikit Barang kali mau melirik akun igku believe_nw Bakal ada video teaser tp masih cerita Baby Breath Kuy kuy ikuti terus cerita author Niwi ya ... Part 48 Alfa mengamati Silma dari kejauhan dan tampaknya baru saja tiba di sekolah. Lantas segera menghampiri gadis itu yang tengah mendengarkan lagu lewat earphonenya. Silma masih belum menyadarinya padahal Alfa sudah berada di sampingnya. Alfa tersenyum lalu melepaskan salah satu earphone yang terpasang di telinga Silma. Silma menghentikan langkahnya dan menatap sosok pelaku yang membuatnya geram. "Apa sih?" Decak Silma dan berusaha menghindar dari Alfa. Namun Alfa dengan gesitnya menahan Silma supaya tidak pergi darinya. "Sil, tunggu dulu!" "Apalagi!" Silma menghempaskan tangan Alfa. "Gue sudah bilang sama lo berulang kali, gue gak mau berurusan sama lo lagi dan sudah cukup lo buat gue sakit hati." Silma berjalan cepat, meninggalkan Alfa setelah mengatakan itu. Alfa memandang sendu punggung Silma yang semakin menjauh lalu menundukkan wajahnya dan menatap cokelat yang masih digenggamnya. Cokelat itu sebenarnya akan diberikan ke Silma tapi rasanya tidak mungkin diterima gadis itu sebab Silma sudah tidak mau lagi bertemu dengannya. "Gue kangen sama kita yang dulu, Silma." "Tapi mengapa jadi begini?" "Hmm gue emang salah." Alfa membalikkan badannya dan terlonjak kaget tatkala ada seorang gadis yang berada di belakangnya. Gadis itu mengulas senyum tipis lalu menghela napasnya pelan. "Lo pasti disuruh sama Silvia kan? Berhentilah mereceki kehidupan seseorang." "Aku tidak bisa berhenti, Alfa. Aku dibully dan kalau mereka tau aku berhenti mengikutimu dan Silma pastinya aku disiksa sama mereka. Apalagi ayahku yang menjadi sopir pribadi Silvia dan aku takut ayahku kehilangan pekerjaannya. Maaf." Gadis itu merasa bersalah dan selalu membututi Alfa dan Silma. "Bilang saja ke Silvia, tugasmu sudah selesai dan tidak usah susah payah memberi info kepada mereka lagi. Gue dan Silma sudah putus dan tidak mungkin bisa bersama kembali," ujar Alfa yang memang mengenal gadis di hadapannya. Gadis tersebut adalah teman Silvia dari SMP dan tetangganya juga. Alfa merasa nasibnya dengan gadis itu juga sama. Ayah mereka bekerja menjadi bawahan di perusahaan ayahnya Silvia dan tidak bisa berkutik selain menuruti permintaan Silvia. "Tapi aku berharap kalian bersama. Kalian saling mencintai tapi karena ada Silvia, kalian malah berpisah begini." Ya, gadis itu adalah Sofi. Sofi adalah orang suruhan Silvia dan dia juga menjadi korba bullying Silvia. Agar dirinya tidak dibully dan ayahnya kehilangan pekerjaannya "Jangan bilang begitu, Sofi. Kalau Silvia tau, lo bakalan mati. Lo lakuin aja ucapannya dan jangan bikin kesalahan!" Alfa memberi saran kepada Sofi supaya tidak melakukan kesalahan selama diperintah oleh Silvia. "Iya, Alfa. Aku mengerti. Tapi aku tidak tau sampai mana aku kuat diperintah mereka terus-menerus, aku capek." "Ini buat lo." Alfa memberikan cokelat kepada Sofi dan Sofi langsung menerimanya dengan senang hati. "Terima kasih, Alfa." "Sama-sama, yakinlah nanti Silvia dapat balasannya. Lo kuatin aja ya atau kalau memang sudah tidak kuat lagi, mendingan keluarga lo menjauh dari kehidupan Silvia. Tidak apa-apa untuk masalah bokap lo nanti kehilangan pekerjaannya, asalkan lo sudah tidak merasa tertekan lagi dan jika orang tua lo tau juga bakalan sedih putrinya disiksa orang lain padahal di rumah sudah diberikan kasih sayang yang tidak ada kurangnya sama sekali." Alfa menepuk pundak Sofi kemudian melengos pergi. "Terima kasih sudah peduli padaku." ... Tin tin Salma yang tengah asyik berbincang dan bercanda dengan Cindy seketika mematung saat terdengar suara klakson mobil tepat di belakangnya. Salma yang merasa sudah meminggirkan badannya tentu saja terganggu mendengar suara keras tersebut yang berbunyi berulang kali. "Orang gil--Malvin?" Salma menolehkan wajahnya dan matanya melotot melihat seseorang yang baru saja turun dari mobil mewah lambo** berwarna putih. "Pagi Salma." Malvin melangkahkan kakinya menghampiri Sama sembari melepaskan kaca mata hitamnya. Mulut Salma juga masih terbuka lebar dan menatap Malvin dan mobil mewah itu secata bergantian. Ia tak menyangka Malvin beneran besoknya membawa mobil ke sekolah sebab kemarin Salma mengira Malvin hanya bercanda saja. "Melongonya kok lucu sih." Malvin mencubit pipi Salma agar sadar dari keterjutannya. Cindy menggelengkan kepalanya melihat tingkah mereka berdua dan ia menjadi saksi kedekatan mereka dari semenjak masuk sekolah di sini sampai mereka sudah sedekat sekarang. Gadis itu diam-diam pergi, meninggalkan Salma bersama Malvin dan tak ingin menganggu waktu mereka berdua. "Ah sakit tau." Salma memukul tangan Malvin. "Kan gue buktikan kalau gue bukan cuman ngomong doang karena gue itu gak suka cuman ngomong doang melainkan suka bertindak langsung." Malvin mengedipkan matanya sembari menyurai rambutnya ke belakang. Beberapa gadis yang melintas di sekitarnya, menatapnya bahkan ada yang hampir jatuh. Malvin mengangkat tangannya saja ke mereka dan mereka malah berteriak histeris mendapat notis dari Malvin. Kapten basket itu punya banyak fansya namun sayangnya besok tidak ikut tanding padahal dia sudah banyak yang menanti-nantinya. "Preett." Salma mencebikkan bibirnya mendengar ucapan Malvin yang terdengad songong menurutnya. "Beneran lho ucapan gue. Selalu saja gak percaya." "Gue emang gak gampang percaya sama ucapan cowok kayak lo." "Iya dej terserah lo bilang gimana soal gue. Nanti pulang sekolah bareng gue ya?" Malvin menyuruh satpam sekolahannya yang memakirkan mobilnya dan keadaan mobilnya juga masih menyala. Sekarang Malvin dan Salma berjalan bersama menuju kelas mereka. Salma baru sadar kalau Cindy sudah tidak ada di sampingnya. Pasti temannya itu sengaja meninggalkannya di sini karena ada Malvin. "Gue maunya nolak juga percuma, lo bakalan paksa gue." Salma mendengus walau dihatinya merasa kebawaperasaannya mendengar ucapan Malvin yang suka membuktikan bukan hanya berucap saja. Salma sebenarnya menyukai cowok seperti itu. "Tuh tau, makanya jangan ditolak. Mobil mewah ginikok ditolak." "Halah punya orang tua, gak usah bangga." Anehnya, Malvin tidak pernah merasa kesal atau marah setiap dirinya memaki cowok itu justru Malvin malah menyukainya dan terus membalas ucapannya. "Bukan punya orang tua gue, ini punya kakek." "Kan kakek lo orang tua." "Jangan lawak deh, muka lo gak cocok." Sekarang ganti Malvin yang meledek Salma. "Gue pukul lagi ya lo?" "Jangan dong, aku takut." Tapi Salma malah tersenyum jahil dan tetap memukuli Malvin karena merasa geregetan. Malvin berhasil menagkap tangan Salma dan terjadilah keduanya saling menatap lekat. Tubuh mereka juga dalam posisi dekat. Namun hal itu tak berlangsung lama karena suara seorang guru yang memergoki mereka berdua yang saling memandang satu sama lain bahkan Malvin juga tak sadar memeluk erat tubuh Salma. Cowok itu menahan tubuh Salma tadi supaya tidak jatuh saat berusaha memukulinya. Salma dan Malvin pun sadar lantas kompak menegakkan tubuh dan menjaga jarak. "Pacaran jangan di sekolah!" Guru di belakang mereka nampaknya mulai menghampiri mereka. Malvin menarik tangan Silma dan mengajak gadis itu berlari bersamanya untuk menghindar dari guru BK yang memergoki mereka berdua tadi. "Malah kabur!" teriak guru tersebut. ... Buat pembaca yang bernama Noviani Julia Sam Candrawiranata Terima kasih banyak ya kalian aktif berkomentar sama saja kalian itu seperti memberi semangat ke author niwi dan author niwi sangat suka sama komentar kalian yang menghibur saat aku lagi capek^^ apalagi cerita ini sepi, sad banget sehat selalu pembacaku<3 ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD