3.Meleot

3278 Words
Kalo ada makhluk menyebalkan di muka bumi ini, pasti itu bang Noah. Gimana gak nyebelin, kalo selama hampir seharian di yayasan, dia sedikit pun tidak melihat ke arahku. Segitu aku bolak balik di depan dia, ikut membagikan pasta gigi dan sikat gigi pada anak anak yang selesai di periksa giginya oleh dokter gigi dari Twins Hospital. Sampai aku kesal sendiri. Bagusnya ada tante Adis, mamanya bang Noah dan om Radit papanya yang masih berbaik hati menyapaku dan menemaniku. Kalo gak, sudah pasti aku merasa sendirian. Dokter gigi yang jadi bosku di rumah sakit langsung pamit pulang setelah selesai melakukan tugasnya. Tadinya aku pikir masih ada dokter gigi Rayan, yang akan aku jadikan teman selama aku menjalankan tugasku sebagai relawan di yayasan. Eh dia bilang ada acara undangan pernikahan keluarganya jadi dia harus buru buru pulang. Kalo acara di adakan hari weekend memang buat orang punya acara lain di luar rumah sih, itu yang tidak aku perhitungkan. Kalo tau aku bakalan tidak punya teman, mending aku gak usah ikutan acara ini terus di rumah aja atau pergi dengan bestuy bestuyku. Tadinya aku pikir ada bang Noah, anak muda yang ikutan, ternyata aku lupa, kalo kak Naya ikutan juga. Dan kalo ada kak Naya, pasti bang Noah akan anggap aku tidak kasat mata. Itu yang aku lupa. Makanya saat kegiatan berlangsung, bukan bang Noah focus pada anak anak yang mau buru buru dapat paket bingkisan snack yang di bawa mamanya, atau tante Adis, malah sibuk mengawasi kak Naya yang punya tugas menginput data orang orang yang berobat. Kak Naya aja gak perhatikan dia kok, terlalu sibuk melayani pasien yang mendaftar karena pasti om Rey, kepala rumah sakit yang menggantikan mamiku dulu, dan jadi penanggung jawab acara pengobatan gratis ini, butuh data pasien itu dari kak Naya. Intinya hari ini tuh jadi bad day sekali untukku. Tadinya aku membayangkan, aku dan bang Noah seperti di adegan drama romantis neflix yang saling bekerja sama dalam acara ini. Kenyataannya di luar ekspektasiku. Tapi ya mau gimana lagi, selain aku harus pasrah menerima semua. “Sayang!! Sini nak, duduk sama tante” undang tante Adis menjeda tatapanku pada deretan meja dan bangku di ruang makan yayasan untuk mencari tempat duduk. Gara gara bang Noah juga yang ribut kepanasan lalu meninggalkan aku begitu saja dengan anak anak yang semakin berteriak tidak sabar menunggu jatah snack dan paket odol juga sikat gigi, aku telat bergabung untuk makan siang. Aku selesaikan dulu tugasku membagikan jatah anak anak lalu usoli zuhur untuk menghilangkan penatku baru aku bergerak untuk makan siang. Trus buat aku tidak kebagian bangku untuk duduk karena sudah penuh. Resek banget bang Noah tuh, apalagi pas aku tau, dia tinggalkan aku karena melihat kak Naya beranjak untuk usoli dan makan siang dulu. Sekarang aja mereka sudah duduk berhadapan untuk makan bersama. Mau tidak mau aku menghampiri tante Adis dan om Radit, tidak ada lagi bangku yang tersisa. “Duduk sini nak, om mau temani om Rey” pamit om Radit malah bangkit memberikan bangkunya padaku. “Makasih om” jawabku lalu duduk di bangku om Radit. Dia tersenyum lembut lalu beralih pada tante Adis. “Kamu sama Bella sebentar ya, aku gerah juga” kata om Radit sebelum merunduk mencium kepala tante Adis yang memakai hijab panjang seperti mamiku. “Okey…kesini lagi ya Yang, nanti aku lindu” rengek tante Adis. Om Radit tertawa lalu mengangguk sebelum akhirnya beranjak mendekat pada om Rey yang sedang mengobrol dengan kepala yayasan, tante Nuning dan suaminya. Mereka sudah selesai makan. Bahkan setiap orang punya teman, aku doang yang gak punya teman. “Tante cari kamu dari tadi, mamimu telpon tante, karena kamu tidak jawab telpon mamimu” kata tante Adis. Kadang aku heran sikap jutek dan galak bang Noah darimana ya? Kalo papa dan mamanya manis, baik dan simpatik sekali pada banyak orang. “Aku silence tante, jadi gak kedengaran, takut ganggu fokusku” jawabku dan benar adanya. Tapi aku sudah balas pesan mami dan bilang aku bersiap makan siang, dan minta maaf tidak angkat telponnya. Tante Adis mengangguk maklum. “Ayo kalo gitu makan yang banyak, kamu sudah kerja keras sekali hari ini. Kamu tuh persis Kimmy susah sekali makan, mau buat tubuhmu sekurus apa lagi?” kata tante Adis kemudian. Aku tertawa pelan. “Tante bukannya susah makan juga” ejekku. Tante Adis tertawa. “Itu dulu Bell, waktu tante muda. Kalo sekarang gak bisa lagi, om Radit semakin tua semakin bawel suruh tante makan banyak, soalnya kalo tante sakit dia yang paling repot” jawabnya lalu tawanya berderai sebelum dia tutup mulutnya dengan tangan. “Astagfirullah, masih aja lupa tante tuh kalo ketawa juga termasuk aurat perempuan” keluhnya kemudian. Aku yang jadi tertawa lepas menanggapi dan tante Adis hanya cengar cengir. Selucu mamiku kalo habis tertawa terbahak lalu istigfar bilang lupa kalo tertawa termasuk aurat perempuan. Tapi anehnya di ulangi lagi, termasuk kalo mami ngomel sampai pembendaharaan kata kata lucunya keluar semua. Pasti setelah itu istigfar seakan beneran ketelepasan kalo sudah khilaf melakukan kesalahan. Padahal memang dasarnya karakter mami memang tidak bisa tinggal diam kalo melihat sesuatu yang menarik perhatiannya untuk berkomentar. “Nanti kamu pulang sama siapa Bel?” tanya tante Adis setelah tawaku reda. “Papi sih bilang mau jemput aku” jawabku mulai makan lagi. Tante Adis manggut manggut. “Papimu persis om Nino yang gak bolehin Kimmy belajar nyetir mobil, jadi gak bisa bawa mobil sendiri. Bagus Ara berontak dengan memaksa belajar nyetir mobil diam diam” komennya. “Tapi malah berujung masuk rumah sakit trus kecelakaan fatal tante” jawabku. Tante Adis mengangguk. “Iya sih…” desisnya lesu. Aku jadi ingat waktu kami masih SMA, lalu gara gara ada kakak kelas yang iri dan cemburu dengan Maura salah satu bestuyku yang juga sepupu bang Noah, dan keponakan tante Adis, dia tantang Maura balap mobil, sementara Maura belum lancar benar menyetir mobil, jadilah kecelakaan. Aku, dan Kimmy kembaran Maura yang sejak awal melarang, jadi panik, karena Kiera bestuyku satu lagi juga berada di dalam mobil dengan Maura. Dan andai tidak ada Kiera yang merebut kendali setir mobil dari Maura, pasti terjadi kecelakaan beruntun waktu itu, kalo mobil yang di kendalikan Maura oleng karena di pepet mobil lawan lalu slip dan mengarah pada kumpulan penonton balapan itu. Tapi kecelakan tunggal itu tetap terjadi kalo akhirnya mobil Kiera menabrak trotoar jalan lalu menabrak pohon besar di situ juga. Maura yang tidak sadarkan diri karena terkena benturan stir mobil, sementara Kiera masih sadar walaupun tubuhnya juga luka luka karena terkena pecahan kaca depan mobil. Parah deh waktu itu, sampai semua orang tua kami semua panik menyusul ke rumah sakit. Alhamdulilah semua sudah baik baik saja, walaupun Maura harus berada hampir sebulan di rumah sakit karena lengan kirinya patah. Kiera pun baik baik saja. Kalo aku dan Kimmy kompak tidak mau belajar menyetir mobil karena itu, Maura malah tetap bersikeras belajar menyetir mobil. Dia itu sama nekatnya dengan Kiera, mereka berdua memang cocok sekali, sama sama nekatan. “Masa lalu tante, bagusnya semau bisa di lewati” komenku. Tante Adis tersenyum dan mengangguk. “Jujur dulu tante syok sekali mendapati kalian berempat cewek cewek bangor bangor. Dulu tante sama tante Risdamu mana bangor begitu. Kenakalan kami hanya bolos kuliah lalu kelayapan di mall untuk nyalon, kamu boleh tanya tantemu. Makanya suaminya sayang sekali, soalnya tantemu jauh sekali dari kata nakal” kata tante Adis mengundang tawaku lagi. Lumayan aku jadi tidak suntuk lagi. “Tante Risda mah gak usah di tanya, sampai sekarang kalo di ajak kemana mana mager banget. Kalo cing Mamat ikut baru mau. Heran, emak emak tante Risda doang yang betah banget di rumah” komenku pada adik papiku yang memang ibu rumah tangga sejati. Tante Adis tertawa. “Makanya tante sama mamimu buat acara arisan supaya tantemu mau keluar rumah” jawab tante Adis. Nah benar memang mami, tante Risda, tante Adis, memang buat acara arisan gak jelas karena waktunya sesuka mereka. Aku menyebutnya trio ukhti, karena tante Risda juga pakai gamis dan hijab panjang macam mami dan tante Adis. Kumpulnya pun bergantian di rumah salah satunya, dan tidak di mall. Gitu deh tante Risda, istri solehah banget yang lebih suka urus suami, anak dan emak mertuanya. Soalnya babeh suaminya sudah meninggal. Kenapa jadi bicara tanteku ya?. “Tante Risda memang gitu” komenku apa lagi. Lalu kami diam karena aku menyelesaikan makanku dulu. “Tante aku pamit ya, mau lanjut input data pasien yang berobat gigi” pamitku setelah selesai makan. “Okey sayang, sini cium dulu, kangen tante cium kamu yang udah perawan” rengeknya mengulurkan kedua tangannya. Tentu aku kabulkan karena tante Adis memang selalu baik kok. Setelah itu aku tinggalkan tante Adis untuk menyelesaikan tugasku di masjid yayasan dengan laptop yang aku bawa. Om Rey minta juga untuk data pasien yang berobat di yayasan ini. Sampai tidak terasa azan Asar terdengar. Aku usoli dulu lalu tiduran sebentar sambil menunggu pesan dari papiku karena aku minta jemput. Eh malah papi bilang tidak bisa jemput karena tanggung mau meninggalkan acara yang dia hadiri dengan mamiku. Aku hubungi adikku tidak di jawab juga, pasti molor deh, kalo semalam dia pulang lewat tengah malam. Namanya anak bujang, papi juga agak longgar pada adik lelakiku, yang penting tetap disiplin usoli. Mami sejak dulu longgar juga, asal nilai sekolah anak anaknya aman, ya sudah. “Bel, belum pulang?” tegur kak Naya yang usoli asar juga di saat aku sudah selesai. “Belum kak” jawabku. “Okey, mau bareng gak, gue di jemput bokap” katanya lagi sambil memakai mukena. “Gak deh, gue di jemput juga kok” dustaku supaya kak Naya berhenti bertanya. “Oh, okey. Soalnya udah sepi, tante Adis sama om Rey aja udah pulang. Gak tau tante Nuning udah pulang juga kayanya” lapornya sebelum mulai usoli sendirian. Ya sudah, taksi online banyak, aku bisa naik taksi online pikirku setelah kak Naya pamit pulang duluan. Dan aku tidak pernah menyangka kalo bang Noah ternyata masih ada di yayasan. Lalu ujungnya maksa aku untuk ikut dia pulang, maksudnya di antar dia pulang. Kesal gak sih? Cuekin aku trus selama acara lalu sok perhatian, sampai maksa juga nemanin aku bertemu teman kampusku di mall. Aku tolak terus, dia bertahan maksa trus. Gimana aku gak eneg. Jadi aku diam saja sekalipun akhirnya kami berdebat panjang sebelumnya. “Elo janjian ketemu di mana sama teman elo yang gak seberapa itu?” tegurnya setelah masuk pelataran mall yang aku tuju. Aku menatap kesal padanya, walaupun di konsen mengambil tiket parkir. “Janjian di mana?” tanyanya lagi setelah kami masuk area mall. “MCD” jawabku. “Elo dokter, hobi amat makan junk food” omelnya gak jelas. Memang ada larangan dokter makan junk food?, untuk itu aku tidak tanggapi lagi omongannya sampai kami tipe di loby mall. “Harus banget ya Valet Parkir?” protesku. “Lah yang bayar gue, kenapa elo ribet” jawabnya lalu keluar mobil mewah yang dia bawa lalu menyerahkan kuncinya pada petugas. Dasar anak sultan manja. “Astaga…elo jalan cepat banget sih!!” omelnya kemudian karena aku mendahuluinya masuk mall. Aku menggeram kesal. “Yang elo temui siapa sih? Laki apa cewek?” cecarnya kemudian. “LAKI!! Emang kenapa?” jawabku kesal karena dia cekal lagi tanganku dengan mode kencang. Malah terbelalak lagi. “Mulai deh elo kecentilan” komennya konyol. Aku tarik paksa dong tanganku yang dia cekal, lalu menatapnya galak. “Heh, emangnya gue apaan dengan bilang gue kecentilan karena gue ketemu teman cowok gue?” omelku kesal. “Ya lagian tadi elo nolak gue temanin, ternyata mau ketemu laki sendirian, apa gak kecentilan itu namanya?” jawabnya semakin buat kepalaku ngebul. Kalo tidak mikir di tonton orang, sudah aku cakar wajah gantengnya sampai berdarah darah. “BEL!!” kejarnya lagi mengejarku. Bodo amat, aku layani malah aku yang jadi gila. “Gue panggil juga, gak makasih banget gue temanin sampai gue kawal elo” katanya lagi. “Gue gak minta, abang yang mau, sampai maksa” jawabku malas. Malah tertawa menyebalkan. “Gue gentleman jadi laki, mana mungkin biarin perempuan susah dan butuh bantuan” jawabnya. “WHAT!!!” jeritku sampai menghentikan langkahku untuk menatap segalak yang aku bisa padanya. Tapi lalu aku urungkan, nanti malah dia pikir aku baper, kalo aku ngamuk lalu bilang kalo dia tidak pantas di bilang lelaki gentleman. “Apa? Elo mau ngomong apa?” tantangnya padaku. Aku menggeleng lalu melanjutkan langkahku. Mana mungkin aku bilang kalo laki gentelaman tuh gak mungkin PHP in anak perawan orang, jadi ngertikan kalo aku akhirnya gak mau bilang? Bakalan makin besar kepala kalo aku bilang begitu di pikirnya aku kegeeran. Padahal kalo dia menilik sikapnya padaku yang selalu galak tapi selalu perhatian sama aku, itukan namanya sikap PHP. Atau dia yang selalu dekatin kak Naya, tapi bersamaan dengan sikapnya yang suka mengantarku pulang juga sekalipun jadi buat dia jadi seperti supir taksi online karena harus antar kak Naya dan aku sekaligus. Belum dia yang selalu kesal gak jelas kalo aku dekat dengan lelaki teman kampusku waktu kami masih satu kampus dulu. Alasannya takut aku di modusin. Bang Timmy aja nih, pacar Kimmy, walaupun suka kawal aku dan bestuy bestuy aku sekalian waktu belum jadian dengan Kimmy, tetap punya batasan sikap kok. Kalo tegur ya sopan, kalo tidak suka dengan teman lelaki kami ya dia akan bilang begitu teman lelaki kami gak ada, bukan macam bang Noah, yang langsung tarik aku pulang atau menjauh tanpa bisa di bantah. Dan anehnya sama aku doang. Sama Kiera yang lebih banyak teman laki, gak gitu, padahal tampang teman laki, teman dia latihan jujitsu kurang garang apa coba?. “Mana teman elo Bel?” tanyaku waktu aku celingukan mencari keberadaan temanku di meja restoran Mcd. “Tuh dia” jawabku menunjuk teman kampusku, dan lelaki. Tapi dia sopan dan baik, pinter juga, jadi aku nyaman berteman dengannya. “Dia lagi, elo gak punya teman laki lain apa?” komennya karena memang kenal. Aku hanya geleng geleng menatapnya. “Gue pisah meja ah, males duduk sama dia, mukanya kaya minta gue tampol, cupu banget gitu” jawabnya lalu menuju counter untuk memesan. Bodo amat bang, serah elo. Tiap kali lihat laki pakai kacamata pasti bilangnya cupu, dan muka tampolan. Kan sok banget keren jadi orang. Jadi aku yang mendekat sendirian. “Elo kok sama Noah, emang dari mana?” tanya Dani. “Abis ada acara di yayasan. Tenang aja dia gak akan gabung duduk” jawabku saat Dani mengawasi bang Noah yang antri pesan makanan dan orang orang mendadak menatapnya yang malah cuek menatap handphone. Sialan emang, keceh sih jadi laki, jadi banyak yang merasa perlu melihatnya. Udah tinggi, bule, tampang b******n, kelihatan banget tajir dari apa yang dia pakai, paket komplit untuk buat orang tertarik menatapnya lama lama. “Yakin lo? Gue males ribut ribut ah, tau sendiri Noah sumbunya pendek” komennya lagi. “Yakin, udah buruan, gue mau buru buru nih ajuin judul skripsi gue” kataku sambil membuka laptopku di tas laptopku. Dani menurut juga setelah menawariku pesan makanan dan aku tolak. Aku mau buru buru pulang biar terlepas dari tuan muda resek dan sombong. Mulailah aku dan Dani berdiskusi dan aku sempat abai pada bang Noah. Sampai kemudian dia menjeda kami. “Makan!! Tar elo kelaparan, jangan kaya orang susah” jedanya dengan meletakkan nampan khas restoran cepat saji di mejaku dan Dani. Tadinya aku mau ngamuk, tapi waktu melihat dua ayam goreng d**a besar hot spicy kesukaanku juga segelas mc float yang ada di nampan tanpa nasi, aku jadi batal ngamuk. Aku malah tersenyum menatap tuan muda sombong dan manja dengan burger di tangan dan cola di tangan lain beranjak begitu saja, lalu duduk seorang diri di bangku kosong tak jauh dari aku. Tuhkan manis sebenarnya kalo dia mau usaha bersikap manis. “Bikin kaget aja” komen Dani menjeda tatapanku pada bang Noah yang mulai mengeluarkan handphonenya sambil makan burger. Aku tertawa, “Sampai mana tadi?” tanyaku pada Dani supaya dia tidak tanya soal sikap bang Noah yang tiba tiba tadi. Dani hanya menghela nafas lalu melanjutkan obrolan kami. Aku jelas makan habis makananku, walaupun jadi berhenti mengetik di laptop, karena memang gak harus juga. Aku cukup mendengarkan apa yang Dani sampaikan terkait urusan skripsiku. Dani asisten dosen jadi aku minta masukan supaya skripsiku gampang di terima. “Bisa lanjut besok gak? Udah waktunya Bella pulang” jeda bang Noah lagi setelah sekian lama. Dani menatapku dulu sebelum aku menatap bang Noah. “Kamu gak dengar azan magrib? Apa mau duluin urusan ini dulu trus lupa urusan sama Tuhan?” jawabnya pada tatapanku. Waduh tidak terasa udah magrib aja. “Udahan dulu deh Dan, besok besok lagi kita ngobrol lagi” kataku buru buru membereskan barang barangku. Bagus makananku sudah aku habiskan saat bang Noah melirik nampan yang tadi dia berikan. “Okey, kabarin aja kalo elo mau ngobrol lagi” kata Dani ikutan bangkit berdiri. Kalo aku menyalami Dani, dengan tanganku yang aku cuci dulu dengan handsanitizer yang selalu aku bawa, bang Noah mana mungkin. Dengan cueknya dia beranjak mendahuluiku begitu saja keluar restoran Mcd. Aku sampai tergesa mengimbangi langkah panjangnya karena dia trus menerus melihat jam tangan yang dia pakai. Dari sekian banyak keburukan bang Noah, bagian dia yang soleh ini yang gak bisa aku skip. “Lelet banget sih Bel” omelnya tapi mengambil alih tas selempang yang sekaligus tas laptopku. Aku hanya meringis lalu buru buru mengekornya lagi. Hadeh…kok ya bikin cape banget. Aku baru menghela nafas lega saat kami tiba di mussola di parkiran mobil. “Kalo duluan rapi, tunggu gue” perintahnya galak sambil menyerahkan tas laptopku. Aku buru buru mengangguk, lalu buru buru menitip tasku pada security sebelum aku wudhu, ternyata bang Noah mengejar sholat magrib berjamaah kalo aku lihat dia tergesa masuk mussola setelah dia wudhu. Bakalan duluan dia yang rapi kalo aku tidak buru buru wudhu. Astaga, melakukan apa pun kalo dengan tuan muda Sumarin tuh bikin cape, gak cuma cape badan, tapi juga cape hati. Yakan aku jadi sering sport jantung trus. Entah karena aku baper, senang, atau kesal. Menguras emosi deh. Setelah selesai dan kami bertemu pun sudah cemberut menungguku. “Telpon mami elo, bilang elo OTW pulang di antar gue, nyokap gue telpon nanyain soal ini” perintahnya galak. Pantas cemberut, pasti habis di tegur mamanya. “Di pikir nyokap gue, gue minat apa nyulik elo, malesin banget. Padahal elonya yang susah di bilangin, di suruh pulang dulu, malah ketemu teman” lanjutnya menggerutu khasnya. Mending aku abaikan dengan mengirim pesan pada mamiku di bawah pengawasannya. “Ayo bang pulang” ajakku. Tanpa kata dia beranjak juga lalu aku mengekor. Pasti satpam yayasan yang laporan kalo aku pulang dengan bang Noah. Aku sudah tidak berani bersuara lagi, apalagi raut wajah bang Noah suntuk banget, jadi aku diam aja menuruti apa pun yang dia perintahkan sampai kami masuk mobil lalu beranjak dari mall. “Macet lagi!!” omelnya kesal tepat keluar mall lalu jalanan macet parah. Aku meringis dulu sebelum menatap ke arah jendela mobil. Bang Noah juga lalu diam, jadi lebih baik aku diam. Eh malah aku ketiduran. Efek perut kenyang dan rasa cape karena kegiatan di yayasan juga penyebabnya. “Bel…Bella…” panggilan lembut itu yang membuatku membuka mataku yang terasa lengket. Astaga!!!, kenapa wajah bang Noah dekat banget dengan wajahku, sampai aku gelagapan. “Ngantukkan lo? Susah sih di bilangin, mending pulang malah ngayap” katanya masih pelan. Astaga…wangi banget gini…langsung sport jantung dong aku. “Buruan masuk, istirahat” katanya lalu dengan santai membantu membuka sabuk pengamanku. Ya Rob…kalo ini cobaan karena tubuh kami jadi rapat sekali, tolong luruskan niatku jadi perawan baik baik, kencangkan usahaku untuk menahan diri, juga pertebal Imanku supaya tidak tergoda oleh bujang yang pinter banget buat hati aku meleyot. Ya salam…cobaan hidupku ini termasuk enak atau gak sih??
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD