digital. Tentu saja mereka juga memperkenalkan bahwa mereka memiliki Uwing, salah satu bentuk keuangan digital yang akan mereka segera launchingkan. Mereka juga diajak untuk bergabng untuk menyaksikan jika acara itu telah tiba.
Sebagai pemain baru, hal penting untuk dilakukan adalah membangun komunitas para pemain. Tentu saja dalam komunitas itu ada persaingan, persaiangan yang sehat. Saling mendukung dan berbagi informasi serta membuat kemajuan dalam bidang teknologi digital. Semua akan menyenangkan jika mampu bersatu membangun vibe yang sama.
Setelah merasa cukup berkenalan dengan para start-up mereka pun menelusuri bagian kuliner, aneka makanan mengepulkan asapnya. Mengundang selera makan bagi yang belum makan.
“Makan apa nih?”.
“Ikan bakar”.
“Malam-malam ikan bakar, mana remang-remang lagi”.
“Sate”. Aroma sate yang selalu membuat orang menoleh padanya.
“Aku mau makan sate, habis makan sate, makan pisang bakar, habis itu makan jagung bakar, habis itu makan bakso bakar”.
“Kamu yakin, tidak bakalan terbakar”.
“saya sudah terbakar sejak kemarin”.
HA HA HA
“Oke deh cuss”. Mereka menuju tukang sate yang paling rame, Rame menunjukan bahwa para pembeli sepakat disitulah yang paling enak untuk dinikmati. Mereka mencari kursi yang sudah kosong untuk dinikmati.
“Bang, satenya 3 porsi ya”. Pesan Nirmala
“Iya, mohon ditunggu ya”.
Mereka bertiga duduk saling berdekatan. Suasana keriuhan menghilangkan dinginnya malam, bahkan mengusir angin pantai yang kadang berubah menjadi jahat.
“Lezatnya,makan sate pinggir pantai”.
“Asal jangan sampai kemakan tusuknya”.
“Sakit dong”.
Hahahaha
“Siapa tuh yang sakit, ngak bisa move on”
“Udah lama”.
“Kalian ya ngak pernah ditinggal pas sayang-sayangnya, ledekin saya terus”.
“Kita mah bocil”.
Nirmala manyun lagi, mereka menjadikan bahan candaan sakit yang ada dihatinya.
“Kalau belum dirasa, memang bisa ditertawakan. Akan ada saatnya, kalian akan menyukai seseorang. Kalau lagi beruntung, semua terasa indah, kalau lagi bunting, nih d**a kayak habis makan tusuk sate”.
Hahahaha
Mereka hanya tertawa, menertawakan rasa sakit yang masih saja menghias di hati Nirmala. Enggan pergi seakan meminta untuk tetap disana dan diperhatikan. Membuat Nirmala lelah dengan perasaanya sendiri.
“Move on lah, La”.
“Habis makan sate, saya bakalan move on. Kalau bisa”.
“Bisalah, masa tidak. Masih banyak yang lain, yang lebih baik”.
“Apa sih yang buat kamu seperti tu”.
“Waktu itu, “. Belum menyelesaikan ceritanya, dilihat abang Sate sedang menenteng 3 piring sate yang melangkah kea rah mereka. Nirmala berhenti dalam jeda dan tidak melanjutkan kembali
“Satenya”. Bang sate menyodorkan sate mereka
Mereka menerima dengan senang hati, ada senyum di perut, di hati dan dibibir mereka. Mata mereka berbinar melihat sate yang masih mengepul, mengeluarkan aroma yang menguncang lidah
“Makasih, bang”.
“sama-sama”.
“Makannya pelan-pelan ya”.
Mereka sangat menikmati sate, sate ayam, sangat enak sekali. Bumbu kacangnya sangat pas, ada rasa manis, asin dan pedis sedikit. Sangat-sangat membakar lidah d
“Iya, aku pengen makan yanglain”.
engan hangat dan kelezatannya yang menyatu menjadi satu.
Mereka makan dalam diam, heningnya menandakan mereka sedang fokus menikmati kunyahan sate dan diam-diam menikmati kelezatannya.
“enak banget satenya”.
“Uh, mantap banget. Jad terbakar betulan nih”.
Tinggal setengah porsi tusuk lagi di piring Nirmala
“Nih, buat kamu”. Kata Nirmala menyodorkan piringnya pada Setyawan.
“Udahan?”. Tanya Setyawan
“Dihabisin dulu, baru makan yang lain”.
“Kalau aku habisin nanti ngak ada space untuk makanan yang lain. Aku lagi pengen wisata kulineran ini”.
Mereka membagi dua bagian, dan menghabiskan bersama. Mereka sangat menikmati makan sate.
“Dekat rumah nih sate, tiap hari saya beli”.
“Sayang banget jauh”.
“Diagendakan saja, tiap bulan wisata kulineran di anjungan pantai. Lumayan juga buat refreshing”.
“Bisa juga”.
“Kalau ada event lagi kita kesini dahhh”.
“Iya gitu aja, lebih gampang”.
Merekapun menyelesaikan makan sate dan membayarnya. Lalu meninggalkan tempat tersebut. Lumayan rame, mereka berkerubung seakan menunggu untuk antrian mendapatkan porsi mereka.
“Yuk dahh”.
“Masih ada spacekan, untuk jagung bakar?”.
“masih-masih”.
“Eh, btw disini ada konro bakar yang terkenal itu”.
“Tuhh kan, kalau disebut konro langsung ngiler nih”.
“Kita udah makan sate ayam, yakin mau makan daging? Nanti perang disini”. Sambil menunjukan perutnya, yang telah diisi oleh lezatnya sate.
“Saya juga suka konro”.
“Kalau jagung bakar, mah. Tinggal bakar aja di rumah masing-masing”.
“Yuk, cap-cus”.
Mereka meninggalkan anjungan dan menuju konro bakar yang sangat terkenal diseantero negri. Semua pasti datang kesini hanya untuk mencicipi kelezatan makanan khas daerah Makassar.
Mereka pun memesan 3 porsi. Sembari menunggu, mereka memeperhatikan para pengunjung, sangat rame. Hanya tersisa dua buah meja kosong dan sepertinya akan segera terisi. Dari luar terlihat satu keluarga masuk dan memesan makanan untuk mereka.
Pasti menyenangkan setelah makan, makanan yang lezat. Kelezatannya kan terngiang selalu. Menjadikan mereka ingin makan lagi dan lagi.
Tentu saja kelezatannya akan terus dijaga, dengan membuat quality control yang terus dicek setiap minggunya.
Kelezatan Konro menghipnotis mereka, membuat terdiam dan terusmenyeruput kuah hingga tetes terakhirnya. Kuah itu sangat enak, perpaduan beragam rempah menyatu pada lembutnya daging iga.
“Mau berbagi lagi?” Tnaya Rudi
“Nggakkk. Ini nenak banget, fenomenal”.
“Dihabisin ya”.
“PASTI”.
“Habis ini masih mau makan yang lain lagi?”
“Udah kenyang ini perut”. Kata Nirmala sambil mengusap perutnya tanpa kontrol
“Yakin? Kan tadi ada yang mau makan yang bakar-bakar semua”
“Iya. Saya sudah kenyang pake banget”.
“Padahal belum masuk jagung bakar dan lain-lain”.
“Berarti kita berdua nih yang makan, jangan ngambek ya?
“Ngambek”.
“BTW Kalian belum kenyang?”
“Kalau untuk jagung bakar masih ada space deh”