Bab.6 Pertemuan di Mall

1519 Words
  Pikiran Welly masih sedang mengenang kembali apa yang dialaminya seharian ini, jadi sama sekali tidak melihat belakang. Ketika dia mendengar di belakang ada suara mobil datang, dia langsung terkejut, lalu melompat ke samping dengan posisi yang sangat canggung dan berantakan.   Ssshh ....   Kaki Welly terkilir dan mobil BMW gila itu juga mendadak berhenti tidak jauh darinya.   "Bodoh!" Nelson menurunkan jendela dan memaki Welly, "Sialan, kamu tengah malam nggak lihat jalan? Kalau bukan karena reaksiku cepat, kamu sekarang sudah mati tertabrak ... Aduh, bukankah ini Welly Jardian? Haha, kebetulan sekali, nggak menyangka bisa bertemu denganmu di mana-mana. Pulang begitu larut, apakah uang tugas dariku sudah kamu habiskan?"   Welly kesakitan, sambil menggosok kakinya dan mengangkat kepala. Ketika melihat Nelson, dia berkata geram, "Kamu sengaja, 'kan?"   Nelson tersenyum dan rupa kamu bisa apakan aku berkata, "Hehe, aku memang sengaja, kamu bisa apa? Jujur saja, jika aku nggak menarik pedal rem dan menabrak mati kamu langsung, aku palingan menghabiskan ratusan juta sudah kelar. Kamu kira nyawa murahanmu itu sangat bernilai?"   Disaat itulah Tina juga turun dari kursi penumpang depan dan mengelilingi mobil dengan khawatir. Kemudian menghardik Welly, "Welly Jardian, kamu jalan nggak lihat-lihat ya? Ini adalah BMW, kalau tergores karena kamu, kamu orang sialan ini seumur hidup juga nggak akan bisa menggantinya!"   Tidak mampu menggantinya?   Welly tersenyum pahit, BMW X1 Nelson ini, harga mobil baru yang terbaik juga tidak akan sampai delapan ratus juta. Mengendarai mobil seperti ini apakah layak dipamerkan? Sungguh konyol.   Jika dirinya ingin sok keren, bahkan tidak akan ada tekanan untuk langsung membeli puluhan mobil ini.   Sedangkan Tina, jika Welly tidak salah ingat, saat pagi, dia masih memeluknya, sekarang baru lewat berapa lama?   Memang benar, wanita sungguh cepat berubah hatinya.   Tina melirik Welly, lalu masuk ke dalam mobil dengan marah. Seperti Welly ada dendam besar dengannya saja.   Nelson melihatnya tertawa dan menyindir, "Haha, lihatlah, apakah dalam hati nggak terima? Apakah sangat marah? Tapi kamu juga hanya bisa pikirkan dalam hati saja. Tahu kenapa aku memperlakukanmu seperti ini? Karena kamu miskin. Kalau kamu adalah putranya Yohan Sardinan, menurutmu apakah aku masih berani seperti ini padamu? Sayangnya kamu bukan, kamu hanya orang miskin, seumur hidup juga hanya pantas diinjak-injak orang ...."   Nelson meludah di tepi jalan kemudian pergi.   Welly yang duduk di tepi jalan memandangi mobil BMW yang menjauh, dia tidak tahan dan merasa sedih.   Dia benar-benar adalah putranya Yohan Sardinan.   Dia masih berpikir, jika suatu hari, orang-orang ini tahu kalau ayahnya adalah Yohan Sardinan, apa yang akan mereka pikirkan? Tina pasti akan menyesal deh?   Memikirkan hal ini, dalam hati Welly sepertinya jadi membaik, bahkan dia sedikit menantikan hari itu datang. Dia menggosok kakinya, berdiri menepuk debu dan menyadari celananya sudah robek.   Pasti tergores barusan.   Tapi dia sudah memakai celana ini selama dua tahun, tadinya adalah celana yang panjangnya pas, namun sudah menjadi celana gantung, memang sudah seharusnya diganti.   Welly berpikir besok adalah hari Sabtu, dia bisa meluangkan waktu untuk pergi ke mall terdekat.   Keesokan paginya, Welly bangun pagi, setelah berkemas secara sederhana, dia terlebih dulu makan di kantin, kemudian langsung naik taksi menuju alun-alun Juanda di pusat kota Batang.   Sebenarnya Welly masih belum tahu ingin membeli baju seperti apa. Dia hanya merasa, sebagai putra dari orang terkaya, jika terus memakai baju murahan, maka dirinya akan sangat canggung dan juga akan mempermalukan ayahnya.   Begitu berjalan masuk mall, Welly melihat toko Armani. Dia melihat sepatunya, dalam hati berkata untuk pergi melihat sepatu dulu.   Welly memasuki pintu dan memilih dulu. Melihat sepatu dari harga ratusan ribu sampai jutaan. Matanya mendadak bersinar dan jatuh pada sepasang sepatu sneaker.   Satu pasang seharga tujuh juta lima ratus enam puluh ribu.   Welly sedikit ragu-ragu, meskipun uangnya banyak, tapi sudah terbiasa miskin, jadi mentalnya masih belum bisa berubah.   Disaat dia sedang ragu-ragu, dari luar berjalan masuk tiga perempuan dengan penuh canda tawa.   Salah satu perempuan berambut pendek begitu masuk langsung melihat sekeliling, mendadak melihat pada Welly dan segera menarik perempuan di sampingnya, "Lisa, Lisa, lihat, itu Welly Jardian bukan?"   Perempuan yang berbicara adalah Lili Yerma di Gang Kelon kemarin. Orang yang dia tarik adalah Lisa Zulnadi.   Lisa mengerutkan kening mendengarnya, segera melihat ke arah yang ditunjuk oleh Lili. Kemudian wajahnya menjadi suram dan mendengus dingin, "Hng, sungguh nasib buruk, kenapa bisa bertemu si bodoh ini di mana-mana!"   Selesai bicara, Lisa menghampiri Welly dengan kesal. Perempuan lain yang datang bersamanya juga adalah perempuan yang makan bersama di Gang Kelon kemarin, namanya Martina Sujaya. Dia hendak menarik Lisa, "Lisa, apa yang kamu lakukan?"   "Kenapa? Aku masih ingin bertanya pada si bodoh ini. Dia miskin begitu juga berani datang ke tempat seperti ini?"   Martina mendengar nada bicara ini tahu masalah akan semakin buruk, jadi segera menyusulnya.   Saat ini, Welly tetap melihat sepasang sepatu itu dan tidak ingin meletakkannya.   "Heh, aku sarankan kalian segera menyimpan semua ini. Si miskin ini sama sekali nggak mampu membelinya, nanti akan dibuat kotor oleh dia!"   Kemunculan Lisa terlalu mendadak dan membuat Welly kaget.   Penjual wanita yang terus mengikuti Welly dan mendengar kata-kata Lisa, langsung mengamati Welly. Barulah menyadari kalau Welly berpakaian murahan dengan celananya yang sudah dicuci hingga luntur belum lagi bolong.   Keluar dengan pakaian seperti ini memang cukup lusuh.   Sikap penjual wanita itu pada Welly langsung lebih dingin dan tidak seantusias tadi lagi.   "Pak, apakah kamu ingin membelinya?" Penjual wanita itu bertanya, "Sepatu ini seharga beberapa juta, kalau kamu tidak beli, maka letakkan simpan kembali. Bagaimanapun juga kami akan melakukan perawatan rutin untuk sepatu ini dan kalau rusak sedikit saja, sepatu ini tidak bisa dijual lagi."   Meskipun sikap penjual wanita tidak terlalu ekstrem, tapi maksudnya jelas sedang meremehkan Welly.   Mendengar kata-kata penjual wanita itu, Lisa merasa tujuannya sudah tercapai dan menjadi sangat sombong, "Dengar nggak? Orang suruh kamu letakkan, kalau merusak sepatu ini, apakah kamu mampu membelinya? Sungguh lucu"   Welly menoleh dan melirik Lisa dengan tidak sabar. Dalam hatinya menghela napas dan berkata, "Kenapa bisa bertemu wanita ini di mana-mana."   "Siapa bilang aku nggak mampu membelinya?" Welly menjawabnya dengan kesal. Tadinya masih ragu untuk membelinya. Ada perkataan dari Lisa ini, Welly akhirnya yakin untuk membeli sepatu ini.   "SIlahkan membual, apakah kemarin bermimpi papamu adalah Yohan Sardinan dan mengirimkan beberapa triliun uang jajan untukmu, hehe ...." Lisa tersenyum menghina, "Sayangnya, hanya mimpi saja, kamu masih belum bangun ya?"   "Haha ...." Lili Yerma dan Martina Sujaya sudah datang. Lili mendengar kata Lisa langsung tertawa terbahak-bahak, "Lisa, katamu ini sangat lucu."   Dua orang langsung tertawa bersama, hanya Martina yang setelah mendengar perkataan Lisa segera menariknya dan berkata kesal, "Lisa, bagaimana bisa kamu berkata begitu? Kita semua adalah teman, kenapa kamu begini!"   Martina juga melirik pada Lili, kemudian berkata pada Welly, "Welly, kamu jangan pedulikan, kamu juga tahu mulut Lisa itu, dia nggak jahat kok. Kamu jangan marah ya ...."   Akhirnya bertemu dengan yang bisa bicara, Welly merasa bersyukur, jadi mengangguk pada Martina. Masih belum mengatakan apa-apa sudah mendengar Lisa berkata keras, "Siapa yang berteman dengan dia. Orang miskin, hehe ... Martina, apa yang kamu lakukan? Masih minta maaf dengan dia, apakah dia layak! Kamu lihat sampah di tubuhnya itu, apakah pantas berteman dengan kita?"   Lisa berkata lagi pada penjual wanita itu, "Aku sarankan kamu lebih memperhatikan. Aku kenal dengan orang ini, miskin sekali. Kamu lihat baju murahan dia, apakah dia orang yang mampu membeli sepatu sneaker ini? Siapa yang tahu apa tujuan dia datang ke sini. Jangan sampai nanti kalian nggak perhatikan, dia malah mencuri sepatu ini, nantinya jika kalian menyesal juga sudah telat."   Penjual wanita itu mendengar kata-kata Lisa langsung paham. Dia segera merebut sepatu itu dari tangan Welly, tapi tidak mengamuk, hanya berkata, "Itu ... sepatu ini akan kami bawa untuk perawatan, kamu sebaiknya lihat di tempat lain saja."   Meskipun tindakan penjual wanita keterlaluan, namun juga biasa. Jika sepasang sepatu ini terjual, komisinya juga puluhan sampai ratusan ribu. Jika sepatu beneran hilang maka pekerjaan selama satu bulan ini sia-sia.   Welly melihat penjual wanita itu, kelihatannya pihak lawan juga yakin dirinya tidak mampu membeli sepatu ini.   Welly menghela napas dan berkata, "Nggak perlu bawa pergi, bungkus sepatu ini, aku beli."   Begitu kata ini terucap, beberapa orang di tempat jelas terkejut. Penjual wanita kaget dan bertanya, "Pak, apakah kamu yakin mau membelinya? Sepatu ini ... tujuh juta lebih."   Jelas penjual wanita tidak percaya kalau orang yang memakai celana bolong mampu membeli sepatu jutaan. Sekalipun dia bisa mengeluarkan uang itu, bisa mengeraskan hati untuk membelinya masih belum pasti.   "Apakah yang aku katakan masih nggak cukup jelas?" Welly mengambil sepatu dari tangan penjual wanita, "Kalian minta dibayar tunai atau kartu?"   Penjual wanita mendengar ini langsung tidak sedingin sebelumnya. Dia berkata dengan penuh senyuman, "Semuanya bisa Pak, toko kami sekarang ada promosi, jadi ada diskon 5%."   Welly mengangguk dan sengaja melirik Lisa dan berkata, "Diskon? Nggak perlu, aku mampu membelinya."   Dia sengaja mengatakan kalimat ini untuk Lisa.   Lisa hampir meledak dibuatnya, tatapan seperti pisau memelototi Welly. Perasaan itu seperti hendak menelannya hidup-hidup saja.   Welly mengikuti penjual wanita ke meja depan. Lisa cemberut dan tidak terima, "Sial, matahari terbit dari barat ya? Aku mau lihat, dia sedang sok di depanku atau benar-benar sudah punya uang!"   Sambil bicara, Lisa menarik Lili dan Martina di sana. Lili segera berkata, "Hehe, tenang saja Lisa. Aku tebak dia juga hanya pura-pura saja, nanti ketika beneran membayar, dia pasti kabur. Hng, kamu lihat dia mempermalukan diri saja ...."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD