Kanaya Nadira

1306 Words
Tempat nongkrong sore hari, yang paling asyik ya pasti warung pinggir jalan Bu Minah. Bukan hanya Kanaya, banyak pekerja harian lepas memilih warung itu sebagai ajang pertukaran informasi pekerjaan sebagai buruh harian. Motor butut? Sudah pasti menemani setiap perjalanan Kanaya. Selain adik, yang paling setia dengan Kanaya ya cuma motor butut ini, jadi jangan heran kalau Kanaya sangat menyayangi motor bututnya bak pasangan paling teromantis sedunia. Setelah memarkirkan motornya, Kanaya menyapa beberapa pengunjung yang memang nongkrong disana. Wajah cantiknya yang lebih cocok menjadi model, justru bergulat dengan pekerjaan kasar yang seharusnya kurang cocok untuk ukuran wanita, terlebih wanita muda dan cantik sepertinya. Tapi kita sedang membahas Kanaya, dia tidak akan pernah memilih pekerjaan apapun, yang terpenting halal dan dibayar cepat. Maklum di juluki sebagai mesin pencari uang di kalangan pekerja buruh harian, karena kegigihannya yang tak mengenal waktu, demi membiayai sakit sang adik yang menderita kelainan jantung, maklum saja kedua orang tuanya sudah meninggal karena kecelakaan. Sedangkan keluarga besarnya tak memperdulikan dirinya, tentu saja, mau tidak mau, suka tidak suka, harus dirinya yang berjuang demi sang adik. Jangan tanya mengapa tidak ke saudara ibu atau ayah atau yang lainnya? Begini. Penyakit sang adik adalah serius dan membutuhkan biaya mahal dan rutin, kalau meminta kepada saudara, keluarga atau apapun itu pasti tidak mungkin terus menerus, yang ada mereka akan menganggap kita sebagai benalu. Begitulah realita kehidupan yang di hadapi Kanaya. Jadi tak perlu ditanya mengapa Kanaya tidak melanjutkan kuliah dan memilih bekerja paruh waktu dari pagi hingga sore hari. “ Wahh, pada ngaso nich! Gimana ada job laen kaga buat gue? “ Tanya Kanaya seperti biasa ketika memasuki warung Bu Minah. “ Ahh, tumben Neng Siap baru nongol, hampir es kacang ijo di abisin ama Anton…” Celetuk salah satu orang yang duduk di warung itu, di balas cibiran Kanaya dengan riang. Kanaya memang periang, karna kalau tidak riang, siapa lagi yang akan menghibur dirinya? Adiknya yang penyakitan? Atau keluarganya yang sudah muak dengan mereka? Atau rumput yang bergoyang? Jangan mimpi. Jadi, Kanaya harus berusaha menikmati diri dan tak bermimpi terlalu tinggi tentang kehidupan, baginya mendapat gaji harian diatas dua ratus ribu rupiah adalah sebuah keindahan. “ Kehilangan es Kacang ijo sesekali kaga apa dah bang, yang penting jangan kehilangan pekerjaan, gimana nich ada kerjaan kaga buat Kay? Butuh nich…” Tanyanya dengan gaya cuek. Yah, meskipun sebenarnya dia adalah feminim, tapi dunia yang dia jalani saat ini tidak memperbolehkan dirinya bersikap feminim, karena akan menjadi sasaran para pria. “ Belom kerjaan mah, gue juga baru masuk…” Ujar Salah seorang pengunjung. Kanaya hanya menghela nafas sembari membuka tutup termos untuk es kacang hijau favoritenya. Duduk sembari memandang jalanan dan menikmati es lilin buatan Bu Minah yang sudah di jamin steril dan sehat. Tiba-tiba Kanaya di kejutkan oleh suara berbisik di telinganya. " Neng Siap, mau kerjaan bagus kaga?” Tanpa melihat arah suara, apakah hantu atau dedemit yang berbisik, jika berbau pekerjaan yang halal, satu Jawaban Kanaya " Ahsiaaaaaappp" Itu sebabnya dia di juluki Neng Siap di warung itu. Niat hati ingin membuat Kanaya terkejut kegirangan, ehh malah Bu Minah yang terkejut sehingga mengakibatkan latahnya keluar. " Ahsiapp. Ahsiappp.. eehh Siappp.. eeh copot..copot..! Kan copot…” Kanaya dan Bu Minah sontak terkekeh dengan kompak. Hingga membuat pengunjung warung ikut tertawa melihat tingkah lucu Bu Minah. " Ibuk serius atuh neng…malah di ledekin " Gerutu Bu Minah pura-pura cemberut. Mendapati wanita latah itu cemberut, sontak Kanaya refleks mencium pipi keriput Bu Minah. “ Sejak kapan Kanaya kaga serius soal pekerjaan Bu? “ Merasa kalah, Bu Minah akhirnya bercerita kepada Kanaya mengenai pekerjaan yang di maksud si Ibu pemilik warung. Dia juga mengatakan bahwa majikannya kali ini adalah orang yang pemarah dan memiliki jam terbang yang tinggi, meski gaji yang di berikan lumayan, maklum suami Bu Minah juga bekerja sebagai sopir kepala keluarga itu. Bu Minah juga menceritakan, hampir tidak ada yang bertahan lebih dari seminggu bekerja dengan anak dari majikan suaminya itu. Jangan panggil dia Neng Siap, kalau tidak menyetujui tawaran pekerjaan. Pekerjaan baginya adalah nafas penyambung hidup. Dalam sehari Kanaya sanggup melakukan pekerjaan di beberapa tempat. Karena antusiasme Kanaya yang tak pernah mengecewakan Bu Minah dalam memberikan lowongan pekerjaan, saat itu mereka langsung menghubungi suami Bu Minah. Pekerjaan bagi Kanaya seperti obat, bagaimanapun pahitnya dia pasti akan menyanggupinya. Karena sudah setuju, akhirnya Kanaya sepakat akan mendatangi rumah majikan suami Bu Minah keesokan harinya. Mendengar akan di gaji mahal, sontak Kanaya langsung pamitan dari Bu Minah, untuk mempersiapkan diri agar majikannya nanti menerimanya. Dengan semangat Kanaya berpamitan pulang kerumah. Bu Minah mendoakan keberhasilan Kanaya seperti biasa. Dia sangat menyukai Kanaya dengan kerja kerasnya. Namanya juga hati sedang senang, tentu saja dia mengendarai motor antiknya sembari bernyanyi dan bersiul-siul dengan wajah sumringah. Tak terbayangkan olehnya, hanya mengemudi tapi di bayar mahal. Tentu saja hal itu bak siraman air hujan di musim kemarau panjang. Disaat halannya melambung jauh keangkasa, tiba-tiba… BRAAAKKK!!! " Aduhh!” Rintihnya kesakitan sembari memegangi lututnya. Pemilik mobil sedan mewah yang menyerempetnya itu turun dari mobil dan mendatanginya. Mengharap pertolongan? Hhh. Mimpi! Pria berkacamata itu datang bukan untuk memberikan pertolongan tapi justru makian yang di dapatkannya. " Heh! Laen kali kalau naek motor pake mata sedikit, tau kaga lo, kalau motor butut lo udah buat mobil gue lecet!! “ Gertak pria berkacamata hitam sembari berkacak pinggang. " Ehh, Pak, yang nabrak saya itu Bapak, kenapa Bapak yang tereak sama saya? Bukannya nolong, nanya kek apa yang luka…”Balas Kanaya meninggikan suaranya dan membuat orang di sekitar menoleh kearah mereka. " Bilang aja lo sengajakan cari mangsa buat dapetin duit. Ngaku aja dah lo! Tampang kaya lo ini hobbynya emang meras orang yang bisa lo bego-bego in " Sontak saja, jawaban pria berkacamata itu membuat Kanaya naik darah. Melupakan sakitnya sejenak dia menggunakan tenaganya untuk beradu mulut dengan orang kaya sombong di hadapannya. " Heh! sembarangan aja ngomong! Inget ya, kalo karna ini gak ketrima kerja gara-gara sakit. Tanggung jawab lu ya. Gue cari sampe lobang pipet sekalipun! " Salah Kay, bukan lobang pipet, tapi lobang semut. Hardik Kanaya tanpa gentar dan mulai terpancing amarahnya dari tata bahasa menghormati, menjadi elu- gua, karena menghadapi pria sombong yang sok kaya, hingga membuatnya salah ngomong. Melihat situasi di sekitar yang mulai menjadi pusat perhatian, membuat si pria memutuskan untuk menghentikan pertengkaran konyol yang nantinya akan merugikan dirinya. " Heh kadal gunung! Lo selamat kali ini, kaga gua perkarain dan kenain ganti rugi. Karena udah buat lecet mobil kesayangan gue, coba aja orang kaga rame, abis lo gue buat! Inget ya, jangan sampai ketemu gue lagi lu, tamat riwayat lo! Dasar lembengan besi!” Pria itu berbisik pelan tepat di wajah Kanaya agar tak terdengar oleh orang lain. Lalu dia bangkit dan meninggalkan Kanaya yang sedang merogoh saku celananya. " Heh Dodol.!!” Seru Kanaya, membuat pria berkacamata itu menoleh kearahnya. Cekreek! Cekrekk! Cekrekk!! " Kenak lo Bambaaangg! Awas lo kalo ketemu gue di jalanan gue lempar batu, penyok mobil sialan lo itu!” Teriak Kanaya sembari memotret orang tersebut, sesaat kemudian dirinya sudah mulai di kerumunin orang di sekitar yang hendak menolongnya. Pria berkacamata itu menyadari jika Kanaya mengambil gambarnya dan menggerutu kepadanya, tapi dirinya tak dapat berbuat banyak di depan orang banyak. Dia mempercepat langkahnya memasuki mobil mewagnya, dan kembali melanjutkan perjalanannya sambil menggerutu. " Sial banget hari ini…niat hati mo ngedate, ehh malah kesenggol ama orang-orangan sawah yang kesamber petir. Huftt! Habis energi positive gue, sabar Jay…sabaaar…” Ucapnya sembari menghela nafas dan menginjak gas melesat jauh meninggalkan kerumunan kesialannya, entah mengapa dia bersikeras mengemudi mobil sendiri hanya karena ingin berduaan dengan sang kekasih. Sedangkan Kanaya yang sudah bangkit di tolong orang sekitar melanjutkan perjalanannya pulang kerumah dengan menggerutu kesal. " Dasar si buta dari goa hantu…bukannya nolong malah nuduh gua lagi kebiasaan makan paku tu orang makanya otaknya tetanusan begitu"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD