Chapter 20

1678 Words
"Ini adalah misi. Aku harap kamu menjalankan tugasmu dengan baik. Apalagi yang sedang kamu tangani adalah lawan jenis." "Aku tahu. Aku tidak semudah itu. Lagian siapa yang mau jatuh cinta dengan penjahat? Aku pikir itu tidak waras... " "Aku akan pegang ucapan mu. Dan kamu pria yang hebat soal urusan hati karena tidak mencampur adukkan urusan pekerjaan dan asmara." **** Sofia memejamkan matanya. Tapi sebenarnya ia sudah terbangun sejak tadi. Lantunan ayat suci Al-Quran surah Al Kahfi yang dibacakan Farras dari bibirnya, membuat hati Sofia tentram. Tidak pernah hatinya setenang dan sedamai ini dalam hidupnya. Ntah lah, Sofia sendiri bertanya-tanya ada apa dengan hatinya saat ini. "Rupanya kamu sudah bangun." Akhirnya Sofia membuka kedua matanya. Rasanya percuma kalau ia berpura-pura tidur. "Apakah aku memgganggumu, Sofia?" tanya Farras akhirnya. "Justru seharusnya aku yang bertanya padamu. Setiap hari kamu kesini, apakah tidak memgganggumu pekerjaanmu?" "Aku hanya guru mengaji di mesjid. Selain daripada itu aku belum memiliki pekerjaan tetap. Tapi aku sudah memasukan lamaran di sekolah-sekolah kota ini sebagai guru pendidikan agama islam." Sofia terdiam. Merasa aneh kalau tiap hari pria itu kemari. Mau menolak tapi rasanya tidak mungkin. Apalagi pria itu sudah banyak membantunya selama ini walaupun secara kebetulan. "Jangan berpikir apapun, Sofia. Menjenguk orang sakit justru menambah pahala. Tentu saja aku tidak ingin mengabaikannya. Lagian, Ibuku adalah seorang dokter di rumah sakit. Beliau yang merawat dan memantau perkembanganmu selama ini." "Benarkah?" Sofia tak menyangka. Justru sekarang ia semakin tidak enak hati berada di sekitar orang-orang baik. Nyatanya ia adalah wanita misterius yang pernah membunuh seorang pria di masalalu. "Karena aku tidak ada kerjaan. Lebih baik aku kesini dan mengobrol denganmu. Tidak masalah, kan?" "Tidak.. " Sofia memaksakan senyumnya. Lagian, Farras tidak akan lama disini. Pria itu kemari hanya 30 menit dan setelah itu dia akan pergi keluar "Kamu sudah makan?" tanya Sofia basa-basi "Alhamdulillah sudah." Farras berdiri dari duduknya. "Aku harus pulang. Tidak enak berlama-lama disini. Takut menimbulkan fitnah. Yang penting aku sudah menjengukmu. Aku pergi dulu, jaga dirimu baik-baik ya.. " "Oke, sampai jumpa." Setelah kepergian Farras. Muncul perasan aneh dalam diri Sofia. Perasaan yang mengingatkannya pada Daniel. "Kenapa dia sama seperti Daniel dan begitu baik denganku?" **** Seorang pria berjalan melewati Koridor hotel dengan langkah santai. Setelah mendapatkan pesan dari adik sepupu Hanif si janda itu, ia langsung memutuskan untuk ketemuan di hotel. "Ini adalah malam yang menyenangkan.." Pria itu berdiri didepan pintu kamar nomor 5. Ia pun membukanya tanpa rasa canggung karena kebetulan pintu tersebut tidak di kunci karena pesan terakhir yang ia terima adalah kalau wanita itu sudah menunggu di kamar tanpa mengunci pintunya. "Aku sudah datang." Pria itu masuk. Namun tidak menemukan wanita yang ia inginkan di kamar. Tiba-tiba listrik padam. Dengan panik pria itu keluar menuju pintu dan menghentikan langkahnya. Padahal ia baru sampai. Selangkah lagi ia mencapai pintu, tapi sayang, seseorang tak di kenal membekapnya dari belakang. Daniel tersenyum miring. Tatapannya begitu tajam. "Siapa kamu?! Lepaskan aku!" "Kalau bukan karena otak kotormu dan selangkanganmu yang tidak tahu diri itu, kamu tidak mungkin bisa sampai kemari!" "Kamu menjebakku! Lepaskan aku atau aku akan berteriak!!" "Berteriak atau di datangi istri sah mu?" Sekarang pria itu terdiam. Darimana teman kerja yang terbilang baru ini tahu ia memiliki istri? Bahkan saat ini ia tidak dapat bereaksi apapun ketika sebuah pistol mengarah ke pelipisnya. "Jangan coba-coba menggoda adik sepupu Hanif kalau kamu masih ingin menghirup udara segar. Dan pastinya.. " Daniel tersenyum licik. "Masih ingin melihat anak dari selingkuhan mu yang baru lahir itu kan?" Daniel menang kali ini. Ancamannya tidak main-main. Sangat mudah baginya untuk memperoleh banyak informasi apalagi hanya untuk melumpuhkan pria mana pun yang mencoba menggoda Nafisah. Nafisah itu miliknya. Sekali miliknya maka siapapun tidak ada yang boleh menyakitinya. **** "Kamu mau kemana? Ini sudah malam.." Tanya Hanif begitu melihat Nafisah bersiap-siap keluar rumah dengan motornya. "Belum jam 9. Aku ingin ke toko buku sebentar." "Memangnya besok nggak bisa ya?" "Besok adalah jadwal santaiku." "Bahkan tiap hari kamu sudah bersantai dan tidak bekerja, Nafisah." "Jangan asal bicara. Setiap hari aku sibuk dengan laptopku dan aku menjadwalkan hari libur tanpa laptop dan sebagainya adalah besok." "Aku akan menemanimu." "Jangan, Mas Hanif. Tidak enak dilihat orang. Kita bukan siapa-siapa apalagi jalan berdua." "Kalau begitu aku yang akan belikan bukunya. Buku apa sih?" Nafisah menghela napasnya. Maksud Hanif memang baik. Tapi ia tidak ingin merepotkan Kakak sepupunya itu. "Mas, serius, aku bisa jaga diri." "Tapi Nafisah, ah.. Atau aku suruh Zulfa temani kamu ya.." "Jangan, dia sibuk. Aku janji aku nggak akan lama. Aku pergi dulu, bye, Assalamu'alaikum.." "Wa'alaikumusaalam." Hanif tidak bisa berbuat apapun selain pasrah sambil menatap kepergian Nafisah. "Dia benar-benar keras kepala.." **** Nafisah mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Namun ia tidak sadar jika sejak tadi ada dua orang pria tak di kenal mengikutinya dari belakang menggunakan motor. Begitu Nafisah melewati belokan, Tiba-tiba sebuah motor memblokir jalannya. Nafisah sampai mengerem secara mendadak. Apalagi kedua pria tak di kenal didepannya langsung mematikan mesin motor lalu mendatangi Nafisah. "Hei kalian siapa!" "Kalau mau selamat, serahkan benda berhargamu!" "Tidak!" Maka dengan geram salah satu diantaranya berusaha menarik tas slempang Nafisah. Nafisah menahannya, bahkan ia masih memegang kunci motornya. "Tolong, ada begal!!! " teriak Nafisah nyaring. Jalanan yang sepi membuat dua orang tak di kenal itu semakin meraja lela menyerang Nafisah. Bruk! Tanpa diduga sebuah mobil menabrak motor milik begal itu yang terpakir sembarang tak jauh dari posisinya. Daniel keluar dengan emosi yang sudah tak bisa ia tahan. Feelingnya benar, baru beberapa hari tidak mendekati Nafisah, wanita itu sering dalam bahaya. "Daniel?" Nafisah tak menyangka kalau Daniel tiba-tiba datang. Jika sebelumnya ia benci kalau pria itu datang sebagai pengganggu. Maka untuk hari ini justru Nafisah bersyukur karena Daniel akan menolongnya. "Jangan berani-berani ganggu dia. Pergi dari sini!" "Tidak sebelum dia menyerahkan hartanya!" Adu perkelahian terjadi. Dua lawan satu. Daniel begitu gagah dan gentle melawan penjahat dengan tampilannya yang maskulin. Apalagi pria itu memakai kemeja putih lengan panjang yang di gulung setengah hingga ke siku dan dua kancing teratasnya terbuka. Nafisah ingin memukul kepalanya. Bisa-bisanya di saat genting begini ia menggagumi penampilan Daniel yang bukan mahramnya. Daniel berhasil menendang perut salah satu dari mereka. Setelah lawannya tersungkur, Daniel juga tidak lengah ketika pria yang satunya lagi akan memukulnya dari belakang. Daniel menahan pria itu, memplintir tangannya lalu menendang begitu saja. Kedua begal tersungkur kesakitan. Buru-buru Daniel mendekati Nafisah. "Kamu nggak apa-apa kan?" "Aku.. Aku.. " Nafisah masih syok dengan apa yang terjadi. Seperkian detik Nafisah menatap Daniel setelah berhari-hari tidak melihatnya. Wajah Daniel berpeluh. Ya Ampun, wajah peluhnya itu semakin memperlihatkan Daniel begitu tampan. "Aku khawatir. Tapi kamu terpesona denganku? Kalau kamu terpesona, kenapa kita tidak bersama saja?!" Nafisah kesal. "Kamu!- Daniel awas!!!" Daniel meringis kesakitan. Sebilah pisau menancap lengannya yang berotot. Daniel begitu cepat menghalau begal itu yang tadinya mau menusuk perut Daniel dari samping. DOR! Dalam sekali letusan, Daniel sempat mengeluarkan pistol dari dalam sakunya. Ia menembak ke arah tepat di samping kedua pria jahat itu meskipun sengaja tidak tepat sasaran. Begal itu akhirnya panik dan memilih pergi dari sana daripada tertembak. Bahkan berhasil menemukan kunci motor Nafisah di jalan lalu membawa motornya. Nafisah syok. Air mata tak mampu ia bendung. Terkejut dengan hal yang di lakukan Daniel barusan, ia juga ketakutan melihat darah segar membanjiri lengan Daniel yang masih tertancap pisau. Masa bodoh dengan motornya yang sudah lenyap ntah kemana.. Napas keduanya tersenggal. Masih mempertahankan dirinya, Daniel meluruh ke tanah. Ia mencabut perlahan pisau tersebut dan membuangnya ke semak-semak yang ada di samping mobilnya. "Kamu.. Kamu.. " Nafisah menangis. Wajahnya basah air mata. "Kamu terluka. Kita.. Kita harus.. " "Tidak perlu ke rumah sakit. Aku harus mengantarkanmu pulang sekarang.. " "Tapi, lukamu.. Aku.. " "Bantu aku berdiri.. " Nafisah terdiam, masih dengan seenggukan. Apakah dalam keadaan darurat seperti ini tidak apa-apa jika ia memegang tangan pria itu? "Aku.." Akhirnya Daniel memutuskan bersusah payah untuk berdiri. Ia tahu, Nafisah tidak akan pernah mau menyentuh fisiknya. "Tidak perlu. Aku bisa sendiri.." Ntah kenapa Nafisah merasakan gejolak aneh di hatinya. Seperti merasa bersalah. Pria itu menolongnya dan terluka. Tapi ia masih sempat-sempat nya berpikir dua kali untuk menolong Daniel yang minta di bantu berdiri. "Aku akan mengantarkanmu pulang.." Daniel masih kuat hanya untuk membukakan pintu buat Nafisah. Ia meringis kesakitan. Darah semakin banyak keluar dari lengannya. Dan Nafisah tak bisa menahan air matanya hanya karena melihat semua itu. "Kamu terluka tapi masih memikirkan diriku. Aku, bisa pulang sendiri dan menghubungi Hanif-" "Tidak perlu lakukan itu. Bahkan dia tidak ada disaat kamu dalam bahaya. Bukankah semua sudah jelas siapa yang tepat mendampingi hidupmu dan menolongmu ketika dirimu dalam bahaya?" sela Daniel sombong. "Tapi kamu terluka.." "Itu tidak seberapa. Akhirnya aku adalah hantu yang berguna." Daniel bercanda, menghibur wanita itu agar tidak sedih karena kondisinya. "Apa maksudmu?" "Kamu selalu menganggapku sebagai hantu yang suka muncul di mana-mana. Dalam situasi saat ini, kemunculanku yang sebelumnya tiba-tiba akhirnya sangat berguna, kan?" Daniel menyalakan mesin mobilnya. Lengan kanannya begitu sakit yang menyiksa. Daniel memejamkan matanya. "Daniel.. Darahmu semakin banyak.. " "Aku akan mengantarkanmu pulang terlebih dahulu. Keselamatanmu lebih penting dari apapun." "Jangan keras kepala apalagi-" Tiba-tiba Nafisah melihat gunting di dasboard mobil Daniel. Tanpa pikir panjang ia mengambilnya lalu menggunting ujung khimarnya yang berwarna hitam dengan ukuran panjang. Daniel terkejut dengan apa yang di lakukan Nafisah. Apalagi ketika saat ini wanita itu malah tanpa permisi melilitkan potongan kain khimarnya ke lengan Daniel. Setidaknya menghentikan pendarahan itu agar tidak mengalir kemana-mana. "Kita sama-sama keras kepala. Artinya jodoh.." Nafisah tak menghiraukan Daniel. Wajah Nafisah masih terlihat cemas dan ketakutan dengan kejadian tadi. Hati Daniel menghangat. Seolah-olah rasa sakitnya langsung hilang. Otak Daniel mendadak tidak fokus. Hatinya berdebar. Apakah ia harus menyimpan potongan kain ini sebagai bukti benda bersejarah dalam hidupnya karena pertolongan dari Nafisah? Bahkan Daniel rela terluka berkali-kali begitu tahu kalau akhirnya Nafisah bisa khawatir padanya. Kapan lagi melihat Nafisah seperti ini? "Oh begal, Terima kasih telah membuat situasi jadi begini.. " ucap Daniel dengan bodohnya.. **** ???? Terima kasih sama Nafisah ❎ Terima kasih sama begal ✅ Daniel kalau udh terlalu cinta ama Nafisah bisa sebodoh itu pemikirannya wkwkw Makasih sudah baca. Sehat selalu yaa.. Jgn lupa di vote cerita ini ? Instagram : lia_rezaa_vahlefii
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD