Widi mondar-mandir di ruangan tempat Maya dirawat. Sesekali matanya melirik jam dinding yang terus bergerak maju. Sudah pukul delapan lebih empat puluh menit, Arman belum juga datang. Padahal ia ingin mengejar penerbangan pukul sepuluh. Ditatapnya Maya yang meringis ke sakitan di tempat tidur. Mungkin tidak mengapa kalau dia tinggal saja. Sepertinya keadaan Maya cukup stabil. Kening Widi berkerut, ia mencari cara agar bisa pergi dari tempat itu. “Mas Widi mau kemana?” panggil Maya saat Widi bergerak ke luar. “Ke bawah sebentar, sekalian mau nelphon Arman,” jawabnya menoleh. Lalu pergi meninggalkan Maya. Setibanya di lobi, Widi menghubungi Arman sekali lagi. Tapi hingga dering telphon berakhir, Arman tidak juga menjawab panggilannya. Widi gelisah, jam terus bergerak. Ia tidak enak hati m