Bab 2 - Naluri Liar

1449 Words
Peluh mengalir di kening Krsytal. Padahal cuaca di luar sangat dingin, tetapi ia merasa gerah, terutama pada bagian tengkuknya. Ia merasa pria yang duduk di sampingnya terus memandanginya tanpa berkedip sehingga ia tidak ingin menoleh ke arahnya. Krystal tidak ingin berlama-lama dengan pria asing aneh yang terus memandanginya dengan tatapan tak terbaca. Entah apa yang dipikirkan pria itu terhadapnya, Krystal tidak mau tahu. Sejak tadi Krystal sengaja mengalihkan pandangannya keluar jendela. Ia melihat kedua pria yang mencarinya akhirnya berjalan menjauh dari mobil tersebut. Helaan napas lega terlontar dari bibir ranum gadis itu. Tangannya segera meraih handle pintu mobil, tetapi pria bermata merah itu mencekal pergelangan tangannya. Sesuai dugaannya, Kaizer tidak mengizinkannya keluar semudah itu. Sekarang ia terjebak di dalam mobil pria aneh itu! Krystal tersentak dan menatap pria itu dengan garang. "Tuan, lepaskan tangan Anda!" geramnya dengan mata yang telah menyalang tajam. Seringai kecil terlukis di wajah Kaizer. Ia mencubit dagu gadis itu dan berbisik, "Saya suka anak harimau sepertimu. Kamu sungguh menggemaskan dan sepertinya akan terasa manis jika aku memakanmu." "Kau—" Belum sempat Krystal mengumpatnya, bibir Kaizer telah membungkamnya. Kedua bola mata gadis itu membulat dengan sempurna. Ia sempat berhenti bernapas beberapa detik karena syok. Namun, setelah ia tersadar, segera didorongnya d**a pria itu dengan sekuat tenaga, tetapi kekuatan kecilnya sama sekali tidak membuat tubuh kokoh Kaizer berpindah. "Hmmph!" Krystal terus meronta, tetapi tidak mampu memalingkan wajahnya karena jemari pria itu menahan dagu mungilnya. Hasrat dan naluri Kaizer benar-benar memuncak saat ini. Padahal ia hanya ingin menggoda gadis itu, tetapi siapa sangka gerakan kecil gadis itu malah membuatnya ingin melakukan hal yang lebih daripada sekedar mengecupnya. Bibir Krystal yang terkatup rapat malah membuat Kaizer ingin menaklukkannya. Ia ingin menjelajahi seluruh tubuhnya, lalu memberi tanda kepemilikannya di sana. Aliran darah yang berdesir pada jantung yang memompa kencang tersebut membuat naluri alami Kaizer timbul kembali. Pria itu berusaha mengalihkan pikirannya dengan melumat bibir merah yang ranum seperti buah ceri tersebut dengan rakus. Krystal tidak menyerah begitu saja. Ia memberikan perlawanan kecil dengan menggigit kuat bibir Kaizer hingga pria itu memundurkan wajahnya. Ia berpikir pria itu akan marah dan memukulnya, tetapi ia salah. Kaizer malah tertawa terbahak-bahak! "Dasar pria gila!" umpat Krystal. Melihat ada kesempatan untuk kabur, Krystal segera membuka pintu mobil dan berlari meninggalkan tempat itu dengan cepat. Ia terus berlari dalam kegelapan tanpa menoleh ke belakang. Degup jantungnya berpacu dengan cepat. Setelah merasa cukup jauh, barulah Krystal melihat ke belakang dengan napas terengah-engah. Ternyata Kaizer sama sekali tidak mengejarnya. Perlahan gadis itu menghentikan langkahnya untuk mengatur deru napasnya. Ia merapikan pakaiannya yang masih basah dan mengancingkan kembali kemejanya, lalu memutuskan untuk segera kembali ke rumah sebelum ia tertangkap kembali. Sementara itu, Kaizer yang masih berada di dalam mobil sedang tertawa kecil mengingat tingkah menarik gadis asing tadi. Ia menyeringai tipis dan mengusap sudut bibirnya. Masih terasa bekas gigitan gadis itu di sana. "Sungguh gadis yang menarik," gumamnya. Baru kali ini Kaizer mendapati seorang wanita yang menolak ketika dicium olehnya. Padahal selama ini ada berpuluh-puluh wanita yang mengantri untuk mendapatkan dirinya. Kaizer merasa mendapatkan sebuah mainan baru yang membuatnya sangat penasaran. Suatu perasaan asing yang belum pernah dirasakan sebelumnya terhadap wanita mana pun sedang menyusup perlahan di dalam hatinya. Apalagi aroma tubuh wanita itu mampu membuat nalurinya mendesir. Ia dapat mendengar aliran darah yang mengalir dari jantung gadis itu tadi. Ia tidak pernah merasa haus berlebihan seperti ini sebelumnya. Pasti rasanya akan sangat nikmat jika ia dapat mencicipinya. Ia ingin menandai gadis itu sebagai miliknya. Sepasang netra berwarna merah darah itu menyala dan senyuman kecil terbit di sudut bibirnya. Sang asisten pribadi Kaizer telah kembali masuk ke dalam mobil tersebut. Pria bermata cokelat hazel itu mendapati Kaizer yang sedang tersenyum sendiri dengan pandangan masih tertuju keluar jendela seolah tidak menyadari kehadirannya. Pria itu mengernyitkan keningnya karena baru kali ini ia melihat senyuman tulus dari seorang Kaizer Lanzo. "Tuan," panggil pria itu, Carlos Smith, asisten sekaligus tangan kanan Kaizer. Kaizer tersentak. Ia baru menyadari kehadiran Carlos di dalam mobil. Ia berdeham pelan untuk mengontrol ekspresinya. "Bagaimana?" tanyanya dengan suara yang kembali terdengar dingin. Sebuah pertanyaan yang singkat, tetapi Carlos tahu bagaimana menjawabnya. "Semua sudah saya bereskan, Tuan. Pria itu tidak akan bisa membocorkan rahasia kita lagi untuk selamanya," lapornya. Carlos membuka sarung tangannya yang telah ternoda dengan cairan merah pekat dari pria yang berhasil diringkusnya. Aroma amis yang begitu kuat tercium. Kaizer memejamkan matanya untuk meredam nalurinya, tetapi aroma darah itu tidak semanis seperti yang dirasakannya terhadap gadis tadi. "Baguslah," puji Kaizer dan berhasil membuat Carlos tersentak kaget. Pasalnya, Kaizer jarang sekali memberikan pujian kepadanya sekalipun pekerjaannya telah diselesaikan dengan sangat sempurna. Ada apa sebenarnya? Pertanyaan itu mengalir di benak Carlos, tetapi tidak berani diungkapkannya karena ia masih ingin hidup hari ini. Carlos mengenal Kaizer Lanzo sebagai sesosok pria berhati dingin yang bahkan untuk tersenyum pun bisa dihitung dengan jari berapa kali dalam satu bulan. Namun, baru lima menit ia masuk ke dalam mobil itu, Carlos melihat sudah tiga kali senyuman terukir di bibir Kaizer. Seketika Carlos merasa bulu kuduknya berdiri. Ia memandangi Kaizer dari kaca spion bagian depan dengan waspada, tetapi atasannya itu sama sekali tidak berucap sepatah kata pun hingga ia merasa keheningan itu membuatnya tercekik. "Krystal Davies," ucap Kaizer tiba-tiba. Sebuah nama wanita asing terdengar di telinga Carlos. Asisten Kaizer itu mengernyitkan keningnya, tetapi tidak berani bertanya. Ia menebak apa ia harus meringkus seorang wanita sekarang? Padahal selama ini Kaizer tidak pernah memintanya untuk memberi pelajaran kepada seorang wanita. Carlos merasa atasannya benar-benar aneh malam ini. Ingin rasanya ia menggoyang-goyangkan tubuh Kaizer dan berteriak, "Apa kamu benar Kaizer Lanzo, hah?" Namun, Carlos masih menyayangkan nyawanya sendiri. Kaizer tidak pernah mengizinkan siapa pun untuk menyentuh tubuhnya sehelai rambut sekali pun. Dengan takut Carlos menoleh ke arahnya dan bertanya, "Maksud Anda, Tuan?" "Cari tahu keberadaan gadis bernama Krystal Davies dan bawa dia hidup-hidup ke hadapanku," titah Kaizer kepada Carlos yang hanya bisa meneguk salivanya dengan pelan. Suara dingin dan dalam itu mampu membuat siapa pun menahan napasnya. "Baik, Tuan." Carlos kembali berbalik ke depan dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia merasa pekerjaannya kali ini benar-benar sulit. Ke mana ia harus mencari wanita asing bernama Krystal Davies di Kota San Fransisco yang luas ini? Terus siapa Krystal Davies? Apa yang telah wanita itu lakukan sehingga Kaizer menyuruhnya untuk membawa wanita itu hidup-hidup ke hadapannya? Satu helaan napas pelan yang hampir tak terdengar kembali keluar dari bibir Carlos. Padahal ia mengira pekerjaannya telah selesai malam ini, tetapi ternyata tidak! Sepertinya ia harus membalikkan seluruh kota untuk mencari keberadaan wanita asing itu. Sementara itu, gadis yang sedang dipusingkan oleh Carlos telah sampai di sebuah rumah sederhana yang berada di area pemukiman kecil yang jauh dari pusat kota. Tidak ada penerangan di luar rumah berlantai satu itu. Krystal sangat khawatir, lalu segera merogoh kunci dari saku celananya dan memutar anak kunci itu di lubang pintu rumahnya. Tidak tampak satu orang pun di ruang tengah rumahnya. Samar-samar ia mencium bau alkohol yang cukup menyengat di indera penciumannya. Langkahnya ia percepat menuju sebuah ruangan kecil di sudut rumah paling belakang. Ia melihat seberkas cahaya kecil dari pintu ruangan yang tidak tertutup rapat itu. Pintu ruangan itu berderit ketika Krystal membukanya. Tampak seorang anak perempuan berusia sekitar tujuh tahun sedang duduk di atas lantai kamarnya dengan membenamkan wajahnya pada kedua lututnya. Hati Krystal terenyuh melihatnya. Anak perempuan itu adalah adik kandung satu ayahnya, Airin Davies. "Ai," panggil Krystal dengan lembut. Airin mendongak dan mendapati kakaknya telah berdiri di depan pintu kamarnya. Gadis kecil itu segera berdiri dan berlari memeluk pinggang Krystal. "Kakak!" sahutnya dengan suara terisak. Wajah gadis kecil itu telah basah dengan air mata. Entah sudah berapa lama ia menangis dengan posisi seperti tadi, Krystal tidak tahu, tetapi Krystal tahu adik perempuannya itu sedang ketakutan. Krystal membungkukkan tubuhnya sejajar tinggi Airin. "Ai, kamu tidak apa-apa? Apa Mama memukulmu lagi?" tanyanya cemas. Roselia Hills—ibu tiri Krystal dan ibu kandung Airin—memang sering memukul putri kandungnya itu setiap kali pulang dalam keadaan mabuk. Bukan hanya Airin, tetapi Krystal juga sering menjadi sasaran pemukulannya. Terkadang Krystal masih bisa membalas dan menahan pukulan ibu tirinya itu, tetapi tidak dengan Airin. Gadis kecil itu tidak mampu melawan ibunya dengan tubuh kecilnya. "Ai, kamu demam?" Krystal memegang wajah Airin yang begitu merah dan panas. Deru napas gadis itu pun terasa begitu panas di kulit Krystal. "Kak, aku … takut," ucap Airin lirih. "Tenanglah. Ada Kakak di sini. Jangan takut," hibur Krystal. Tubuh gemetar gadis kecil itu perlahan berhenti. Sepasang mata gadis kecil itu juga terpejam dan ia pun kehilangan kesadarannya. "Ai! Ai! Sadarlah, Ai!" Krystal menepuk kedua pipi tirus Airin dengan pelan, tetapi gadis kecil itu benar-benar telah pingsan. Ia segera mengangkat tubuh mungil adiknya itu, lalu berlari keluar sekuat tenaganya untuk mencari pertolongan. 'Bertahanlah, Ai!'
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD