FLASHBACK
(SATU BULAN YANG LALU)
Pagi itu, Zefferson Romanov duduk di ruang kerjanya yang megah, dikelilingi dinding kaca yang memperlihatkan pemandangan kota.
Namun, tatapannya kosong. Sebuah berkas di tangannya tetap terbuka tanpa pernah dibaca.
Matanya merah, hasil dari malam tanpa tidur yang telah menjadi rutinitas.
"Tuan Zeff," panggilan suara Scott, asistennya yang setia, mengembalikannya ke dunia nyata.
Scott membawa secangkir kopi dan meletakkannya di atas meja. "Anda terlihat buruk hari ini."
"Seperti biasa," jawab Zeff dengan nada datar.
Scott menatap atasannya dengan ragu. Ia telah bekerja dengan Zeff selama hampir lima tahun dan tahu bahwa CEO muda itu menyembunyikan beban berat.
Scott tahu lebih dari siapa pun tentang malam-malam tanpa tidur Zeff, tentang ketergantungannya pada pil tidur, dan tentang trauma masa lalunya.
"Tuan Zeff, bolehkah saya berbicara jujur?" tanya Scott akhirnya.
Zeff mengangkat alis, menatap Scott dengan ketertarikan yang mengherankan. "Kapan kau tidak jujur, Scott? Bicara saja."
Scott menarik napas dalam-dalam. "Saya tahu Anda lelah terus bergantung pada obat tidur. Tapi ada solusi lain. Mungkin Anda bisa mencari seseorang ... hmmm … seorang wanita yang bisa menemani Anda tidur. Tanpa hubungan apa pun, hanya sebagai teman tidur."
Zeff menyandarkan tubuhnya ke kursi, memandang Scott dengan tatapan tajam. "Kau menyuruhku mencari p*****r, Scott?"
"Bukan begitu, Tuan," kata Scott cepat-cepat, merasa canggung. "Bukan seorang wanita yang menawarkan jasa seperti itu. Tapi seseorang yang bisa memberi Anda rasa tenang saat tidur. Kadang, kehadiran seseorang di samping kita cukup untuk mengusir mimpi buruk."
Zeff menghela napas panjang. Ide itu terdengar konyol baginya, tetapi dia juga tidak bisa menyangkal bahwa dia lelah.
Lelah dengan malam-malam panjang yang penuh dengan bayangan kecelakaan tragis itu.
"Kau serius dengan ide ini?" tanyanya akhirnya.
"Serius, Pak. Saya hanya ingin Anda mencoba sesuatu yang berbeda. Jika tidak berhasil, Anda bisa kembali ke rutinitas Anda. Aku pernah membaca artikel tentang masalah ini. Tak ada salahnya mencoba, kan?”
Zeff terdiam sejenak, mempertimbangkan saran itu. Ia benci mengakui bahwa dia mulai kehabisan opsi.
"Baiklah," katanya akhirnya. "Tapi kau yang mengatur semuanya. Aku tidak mau terlibat dalam detailnya. Tapi, aku punya syarat, wanita itu pendiam, tenang, berpenampilan biasa, menyukai kebersihan, dan tidak jorok.”
Scott mengangguk dengan senyum lega. "Saya akan mencari orang yang tepat, Tuan."
*
*
Beberapa hari kemudian, Scott membawa kabar bahwa dia telah menemukan seseorang yang mungkin cocok.
“Namanya Kaia Luna,” kata Scott saat mereka sedang dalam perjalanan menuju lokasi pertemuan, di salah satu restoran milik keluarga Romanov.
"Dia salah satu akuntan di perusahaan cabang. Saya sudah menjelaskan situasinya, dan dia mengerti batasannya."
Zeff hanya mengangguk, meskipun hatinya dipenuhi keraguan. Ia masih tidak yakin dengan keputusan ini, tetapi dia sudah terlanjur memberikan kepercayaan pada Scott.
Mereka tiba di restoran beberapa menit kemudian. Scott menunjuk ke arah seorang wanita muda yang duduk di sudut, mengenakan sweater krem dan celana jins sederhana.
Rambut cokelatnya diikat, dan wajahnya terlihat tenang dengan kacamata yang menopang di pangkal hidung mancungnya, hampir terlalu tenang untuk seseorang yang akan menghadapi pria seperti Zeff, bos besarnya.
"Dia yang kau pilih?" tanya Zeff dengan nada skeptis.
"Percayalah, Tuan. Dia orang yang bisa dipercaya dan bisa memegang rahasia. Berikan dia kesempatan," jawab Scott sambil mendorong Zeff maju.
Zeff berjalan mendekati meja Kaia dengan langkah mantap, meskipun pikirannya penuh pertanyaan.
"Nona Kaia?" katanya saat dia tiba di hadapannya.
Wanita itu mengangkat wajahnya dan tersenyum lembut. "Tuan Romanov."
Zeff menarik kursi dan duduk di hadapannya. Ia memperhatikan Kaia lebih dekat.
Tidak ada yang mencolok darinya, tetapi ada sesuatu dalam tatapan matanya yang membuat Zeff merasa sedikit ... nyaman, meskipun dia tidak ingin mengakuinya.
"Scott bilang kau mengerti apa yang kubutuhkan," kata Zeff tanpa basa-basi.
Kaia mengangguk. "Dia bilang Anda membutuhkan seseorang untuk menemani Anda tidur. Saya mengerti bahwa ini bukan hubungan romantis atau fisik. Saya hanya akan ada di sana, memberi Anda rasa tenang."
Zeff mengangguk pelan. "Dan kau tidak keberatan dengan ini?"
"Tidak, Tuan Romanov," jawab Kaia jujur. "Dan jika ini sesuatu yang bisa membantu Anda, saya tidak melihat alasan untuk menolak."
Zeff menghargai kejujurannya, meskipun dia masih merasa aneh dengan seluruh situasi ini.
"Baiklah," katanya akhirnya. "Kita coba saja malam ini. Setelah itu, kita baru membicarakan kontraknya.”
“Baik, Tuan.” Kaia mengangguk sopan dengan senyum yang begitu lembut, sangat menenangkan bagi Zeff yang melihatnya untuk pertama kali.
*
*
*
Malam itu, Kaia tiba di mansion Zeff dengan membawa tas kecil. Ia terlihat sedikit gugup, tetapi tetap tenang saat Zeff menunjukkan kamarnya.
Wanita itu sudah menggunakan piyama dari rumahnya dan hanya menggunakan coat untuk menutupinya.
Pelayan mengantarnya ke kamar Zeff—dimana Zeff sudah menunggunya di sana.
"Masuklah,” ucap Zeff ketika melihat Kaia memasuki kamarnya.
“Baik, Tuan.” Kaia masuk dengan langkah pelan tanpa mengedarkan pandangannya karena dia nengerti sopan santun.
“Kau bisa tidur di sebelahku, tapi jangan terlalu dekat," kata Zeff dengan nada kaku ketika pintu sudah tertutup.
Kaia tersenyum kecil. "Tentu, Tuan Romanov." Lalu Kaia membuka coat nya.
“Panggil saja aku Zeff. Ini bukan kantor, jadi jangan terlalu formal.”
“Baik,” sahut Kaia tersenyum tipis.
Mereka berbaring di tempat tidur besar itu, masing-masing menjaga jarak.
Zeff merasa canggung pada awalnya, tetapi kehadiran Kaia entah bagaimana membuatnya merasa lebih rileks karena wanita itu terlihat begitu sopan dan ramah.
"Kenapa kau mau melakukan ini?" tanya Zeff tiba-tiba, memecah keheningan.
Kaia menoleh ke arahnya. "Aku pernah kehilangan seseorang. Aku tahu bagaimana rasanya tidur sendirian dengan bayangan trauma. Jika aku bisa membantu kau mengatasinya, itu sudah cukup bagiku."
Scott sudah menceritakan semua tentang penyakit Zeff dan penyebab mengapa Zeff insomnia parah pada Kaia.
Kata-kata itu membuat Zeff terdiam. Ia tidak menyangka Kaia memiliki cerita serupa. “Siapa?”
“Ibuku,” jawab Kaia singkat sambil tersenyum.
Hening kembali. Zeff masih menatap wajah Kaia yang telah melepas kacamatanya.
“Sejak kapan kau bekerja di perusahaan cabang?” tanya Zeff lagi, untuk mengusir rasa canggung di antara mereka.
“Baru satu tahun. Setelah lulus kuliah aku langsung diterima di perusahaanmu.”
“Kau tinggal bersama keluargamu?” Zeff ingin tahu lebih banyak tentang Kaia, partner tidurnya.
“Aku tinggal sendirian. Ayahku tinggal di negara lain dengan keluarga barunya.”
Lalu Zeff membalikkan tubuhnya dan melihat ke arah langit-langit kamar. Kaia pun hanya diam melihat ke arah Zeff yang tampak memikirkan sesuatu.
“Maaf, bukan bermaksud tak sopan. Kau mungkin bisa memegang tanganku selama tidur,” lirih Kaia.
Zeff menoleh. “Bagaimana kau bisa sembuh?”
“Insomniaku tak terlalu parah. Aku bisa sembuh dengan sendirinya,” jawab Kaia dengan tenang.
Lalu Zeff kembali berbalik dan menghadap Kaia. Kemudian Zeff mengulurkan tangannya. Kaia menyambut tangannya dan menggenggamnya.
Tangan Kaia begitu hangat di tangan Zeff yang terasa dingin. “Tutup matamu,” bisik Kaia.
Zeff mengikuti perintah Kaia. Dia hanya ingin mencoba, daripada tidak sama sekali.
“Ambil napas selama empat detik, lalu tahan selama tujuh detik. Kemudian hembuskan selama delapan detik melalui mulut,” ucap Kaia. “Kau pasti sudah pernah melakukan ini, tapi kau harus melakukannya secara rutin.”
Zeff mengikuti saran Kaia dan menutup matanya. Tak lama, dia mulai merasakan ketenangan. Seolah ada yang menjaganya jika dia bermimpi buruk nanti.
“Lakukan sebanyak empat kali,” lanjut Kaia dengan suara lembutnya.
Tangan Kaia mengusap lembut punggung tangan Zeff, dengan masih menerapkan batasan.
Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Zeff mulai tertidur tanpa bantuan obat. Meskipun mungkin—jangka waktu tidurnya tak terlalu lama seperti biasanya.
Namun, setidaknya dia tak perlu menggunakan obat dalam mengawali tidurnya.
*
*