Hari senin kembali lagi datang dan itu tandanya bahwa Marsya harus kembali ke dunia nyatanya untuk bekerja. Ia memang menyukai pekerjaannya tetapi kalau di suruh pilih tetap saja ketika liburlah yang paling mengenakkan, karena tidak ada yang bisa mendustai hal itu.
“Sya, kamu pulang malam hari ini?” Mama Marsya memberikan piring yang berisi sarapan padanya.
“Iya Ma ada projek baru.”
“Kapan dong kamu ada waktunya sama Nak Arga?” Marsya menatap Mamanya.
“Kan udah kemarin Ma.”
“Iya tapi kan ga cukup gitu aja, butuh waktu yang lebih.” Mamanya menatap dengan memohon.
“Kali ini Mama minta apa?” Marsya tahu kalau sudah begini pasti Mamanya menginginkan sesuatu.
“Mama mau kamu segera menikah, jangan lama-lama kenalnya. Nanti kalau udah nikah kamu juga bisa lebih kenal lagi.” Marsya menghembuskan nafasnya kasar dan menyelesaikan sarapannya yang belum selesai.
“Marsya berangkat dulu ya Ma.” Marsya mencium Mamanya dan segera pergi. Mama Marsya menatap kepergiannya dengan sedih.
Dalam perjalanan Marsya terus memikirkan hal itu, bagaimanapun permintaan sang Mama serius. Apakah kali ini dirinya langsung menyetujui permintaan Mamanya? Tetapi ia masih tidak yakin dengan dirinya, semuanya terlalu cepat baginya.
Bahkan ia baru mengenal Arga walaupun kali ini pria yang dijodohkan padanya sedikit berbeda. Tapi tetap saja hal itu ga mudah bagi Marsya ia belum ada memikirkan sampai kearah yang paling serius yaitu pernikahan. Hp Marsya berdering, maka ia menggunakan earphone untuk mengangkat telvon itu.
“Kamu dimana Sya?” Marsya menghembuskan nafasnya kasar salahnya tidak melihat siapa yang menelvon, saat ini ia sedang tidak ingin berhubungan perihal permintaan Mamanya.
“Lagi di jalan.”
“Kamu ada shooting pagi hari ini?”
“Iya.”
“Kamu udah sarapankan?”
“Udah. Btw aku lagi di jalan nyetir sendiri ga baik sambil nelvon. Udah dulu ya.” Arga tau ada suatu hal yang ga beres dan dia tahu bahwa Marsya sedang menghindarinya, terlihat dari jawaban yang diberikan Marsya dari tadi.
“Yaudah kamu hati-hati ya. Jangan terlalu di forsir.”
“Hmmmm”
“Oke Sya aku matiin ya.” Setelah mengatakan itu Arga mematikan telvonnya dan Marsya melepaskan earphonenya. Lagi dan lagi Marsya terus menghembuskan nafasnya dengan kasar menandakan bahwa ia sedang gelisah.
“Mudah-mudahan mood gue ga hancur hari ini.” Karena hal itu bisa saja menghancurkan mood Marsya sehingga mengganggu proses shootingnya.
Arga memang sering menelvonnya, hanya sekedar menanyakan apa yang sedang dikerjakannya. Marsya tahu bahwa Arga sedang memulai masa PDKT nya ia tahu bahwa Arga memang berusaha untuk membuatnya nyaman, maka Marsya sudah terbiasa dengan perhatian-perhatian kecil yang Arga lakukan padanya.
Ia tidak bisa pungkiri bahwa usaha Arga padanya mampun membuat dinding es yang dibangun oleh Marsya mulai mencair sedikit demi sedikit tetapi itu pun juga tidak bisa langsung menghancurkan dinding es itu karena semuanya butuh proses.
Bahkan Mamanya juga melihat bahwa Arga jelas berbeda dari pria-pria yang sebelumnya, terutama Arga juga sangat bisa mengambil hati Mamanya sehingga Marsya menilai bahwa Arga memang mencintai keluarganya. Tetapi tetap saja bagaimanapun Arga pria dan Marsya sangat menjaga sekali dirinya dengan kaum pria.
Karena menurutnya semua pria sama saja, bisanya hanya menyakiti perempuan sampai akhirnya meninggalkan bekas yang tidak akan bisa lupa karena rasa sakit yang diberikan. Marsya berusaha mengontrol hati dan pikirannya ia berharap ia bisa professional untuk hari ini dan ia hanya bisa menyemangati dirinya sendiri.
*****
Pukul sepuluh malam Marsya menyelesaikan shootingnya untuk hari ini, ia bersyukur ia maish bisa mengontrol dirinya sehingga tidak terlalu menghambat proses shootingnya hari ini. Hanya beberapa take maka haislnya sangat memuaskan.
Ia juga meminta untuk jadwalnya dipadatkan agar ia bisa membuang pikirannya mengenai pernikahan itu sejenak. Sehingga dari tadi Marsya memang hanya istirahat sebentar dan hal itu membuatnya sangat lelah.
“Loh kamu ngapain disini?” Marsya menemukan Arga sedang berada di stage miliknya.
“Nemuin kamu, aku tahu kamu sibuk jadi aku aja yang mampir.” Marsya duduk di depan Arga.
“Kamu udah lama?” Marsya sambil membuka hillsnya yang lumayan tinggi bisa membuat kakinya pegal.
“Udah lumayan.”
“Jangan bilang kamu yang bawain makanan para kru?” Arga tersenyum untuk menandakan bahwa memang dirinya yang membawa makanan untuk para kru.
“Kamu sering banget datang ke lokasi aku bawa makanan, jangan kebiasaan deh. Akunya ga enak.” Arga menarik kaki Marsya ke dalam pangkuannya sehingga mengernyitkan keningnya.
“Aku punya café jadi gapapalah, orang untuk tim kamu kok. Bagaimanapun mereka berjasa untuk kamu, setidaknya dengan begini aku kenal tim kamu. Kalau ga ada aku setidaknya mereka bisa bantu kamu kalau kamu perlu apa-apa.” Perhatiaan yang diberikan Arga memang menurutnya terlalu berlebihan tetapi entah mengapa hal itu menghangatkam bagi hati Marsya.
Sama seperti hal ini Arga sedang memijat kaki Marsya, tanpa Marsya katakana Arga tahu apa yang harus dilakukan pria itu. Bahkan terkadang Marsya heran bagaimana Arga bisa tahu apa yang sedang diinginkannya.
“Aku yakin kamu belum makan, itu kamu makan dulu setelah itu kita pulang.” Marsya melihat kotak makanan di sebelahnya, lalu ia mengambilnya. Bahkan Marsya juga sampai melupakan makan malamnya karena ingin mengalihkan pikirannya.
“Aku bawa mobil kalau kamu lupa.”
“Kamu tinggal aja, besok pagi aku yang antar kamu Ay.”
“Ay?” Marsya membeo dengan panggilan Arga untuknya. Arga hanya tersenyum saja sambil terus melakukan tugasnya. Marsya melanjutkan makannya dan menimbulkan senyum simpul pada bibirnya tanpa disadarinya.
Entah mengapa panggilan sayang yang diberikan Arga padanya menurutnya menarik dan mampu membuatnya merasa aneh, Marsya tahu betul arti itu panggilan cinta, entah mengapa ia tidak menyangkal padahal pria-pria sebelumnya ketika memanggilnya sayang membuat dirinya ingin muntah.
“Di depan banyak wartawan Ay.” Marsya tersedak dengan makanannya sendiri dan Arga langsung sigap memberikan minuman padanya dan menepuk pndaknya.
“Hati-hati dong, jangan kaget gitu. Kamu harus terbiasa mulai sekarang.” Arga mengedipkan matanya untuk menggoda Marsya hal itu membuat Marsya tersenyum ia memang belum terbiasa dengan panggilan khusus Arga pada dirinya.
“Kamu belum baca berita tentang aku?”
“Aaaa aku lupa kalau kamu artis dan bakalan ada berita. Jadi wartawan datang karena kamu?” Marsya menganggukkan kepalanya, Marsya merasa berarti Arga belum tahu berita apa yang sedang menderanya, apalagi kalau bukan berita dirinya tertangkap basah sedang bersama dengan pria lain.
Walaupun pria itu adalah teman mainnya dalam filmnya kali ini dan mereka tidak ada hubungan apa-apa tetap saja hal itu mengganggu bagi Marsya. Padahal dia pergi dengan pria itu hanya melakukan reading bersama agar mendapatkan feel.
Hal itu tidak menjadi masalah bagi produksi karena akan menguntungkan apalagi bisa menaikkan popularitas film. Marsya sampai menghela nafasnya kasar tanpa disadarinya dan hal itu membuat Arga menatapnya.
“Kamu kenapa?”
“Gapapa, ayo pulang. Aku sudah selesai.” Marsya menarik kakinya dan kembali memakai sepatunya. Arga mengawal Marsya dengan baik saat para wartawan menyerbu Marsya untuk menanyakan kebenaran itu.