Permintaan Pertemanan

1555 Words
"Kau beneran serius sama Sri Rejeki Maharani?" tanya Bunda untuk kesekian kalinya hari ini. Wajahnya masih menyiratkan ketidakpercayaan. Entah untuk hitungan ke berapa, Aksa mengangguk. "Iya, Bunda. Aksa akan menikah sesuai keinginan Bunda." "Kalau begitu kau percepat saja itu nikahan," Bunda Ratu tersenyum lebar. "Satu bulan lagi, gimana?" "Kalau Bunda sanggup nyiapin dalam waktu satu bulan, Aksa nurut aja," balas Aksa pasrah. Di hadapan Bunda, Aksa hampir-hampir tidak pernah mendebat. Semuanya diputuskan sendiri oleh Bunda. Dan Aksa akan menerimanya meski hal itu berarti musibah baginya. "Ya tidak lah. Macam mana pula ngurus nikahan cuma satu bulan," Bunda menggeleng. "Lamaran dulu lah kita, sebulan lagi lamaran. Bunda harus nyiapin semuanya biar sempurna karena kau anak lelaki Bunda satu-satunya." Bunda Ratu mengangguk-angguk. "Nikahnya bisa tiga atau empat bulan lagi. Memangnya kau sudah bilang ke Rani? Dia setuju menikah dengan kau?" Aksa menggeleng. "Belum." "Astaga," Bunda Ratu menepuk jidatnya dramatis. Meski Bunda sangat terobsesi dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan adat Jawa, tetapi sifat Bunda tidak ada halus-halusnya. Tidak pula anggun dan berkelas. Bunda adalah keturunan Batak yang mempunyai watak tegas dan keras, sudah mendarah daging hingga sulit diubah. "Yasudah, besok kau mampir ke toko perhiasan dan beli cincin. Setelah deal, biar Bunda yang urus semuanya." Aksa mengangguk singkat dan mengulas senyum tipis. "Iya, Bunda." Bagi Aksa, kebahagiaan Bunda adalah yang terpenting, melebihi kebahagiaannya sendiri. Toh, dari dulu, Aksa tidak pernah tahu rasanya jatuh cinta. Ia tidak bisa jatuh cinta. Hidup bersama Rani setelah menikah, Aksa hanya perlu menghormati dan memperlakukannya dengan baik. Kemudian, rumah tangga mereka akan baik-baik saja. "Mas Aksa!" Sashi berteriak dari arah dapur. Adiknya itu baru pulang hari ini tetapi, sudah enggak bisa diam di tempat tidur. "Sana kau pergi dulu tengok adik kau," kata Bunda sambil mengibaskan tangan. Aksa berdiri dan menghampiri Sashi di dapur. Cewek itu sedang duduk di kursi dan mengelus perutnya. Tatapan mata Sashi seperti bayi kucing yang meminta s**u. "Mas Aksa, aku lapar." "Bunda tadi udah masak kok, mau aku ambilin?" tanya Aksa, bersiap mengambil piring dan menghangatkan lauk yang ditaruh di kulkas. "Aku nggak mau makan nasi," kata Sashi manja. "Tiba-tiba pengin makan sesuatu yang manis, gurih dan lembut. Beliin aku pillow cheese cake ya?" Aksa menghela napas. "Memangnya Naren ke mana?" "Dia sibuk sama project barunya nanem sejuta pohon kakao," balas Sashi kesal. "Rasanya pengin kumaki-maki karena ngelimpahin tanggung jawabnya jemput aku di rumah sakit ke Mas Aksa." "Kamu pengin banget ya? Nggak bisa ditunda besok aja pas aku pulang kerja?" tawar Aksa lagi. Mood Aksa sedang tidak baik hari ini, jadi ia perlu olahraga untuk membuang energi dan bisa tertidur lelap setelahnya. "Penginnya sekarang," Sashi mulai merengek. "Memangnya kamu ngidam lagi? Hamil lagi?" tanya Aksa polos. "Ya enggaklah!" Sashi menepuk lengan Aksa keras. "Baby Angkasa aja baru lahir seminggu. Emangnya aku kucing!" "Iya-iya." Aksa mengangkat tangannya. Menyerah dengan rengekan Sashi. "Aku beliin sekarang." Sashi memeluk perut Aksa. "Makasih, Masku tersayang. Kutunggu di rumah ya." "Hmm," gumam Aksa sambil mengelus puncak kepala adiknya yang berubah sangat manja setelah menikah. Selama Sashi bahagia, Aksa tidak keberatan untuk direpotkan. *** Rani itu sosok gadis yang mandiri dan anggun. Dia sudah pasti keturunan keraton jika mengingat ucapan Sashi dan Naren. Rani juga punya wajah proporsional khas wanita jawa, juga kulit kuning langsat dan tubuh langsing. Pantas saja, Aksa tidak menolak ketika dijodohkan dengannya. Selain itu, Rani juga ramah dan bersahabat, tak segan-segan berbagi informasi mengenai pemilik catering. Rani bahkan berhasil membuatnya membeli sebuah dress cantik dengan potongan anggun, berwarna maroon. Renisha harus belajar bagaimana cara membujuk pelanggan dari Rani. Pemilik catering itu adalah teman ibunya Rani saat mereka tinggal di Jogjakarta dulu. Namanya Bu Ratih. Beliau pandai membuat kue-kue kecil dan menjualnya ke warung-warung. Baru ketika mereka pindah ke Bandung, membuka toko kue sendiri. Masih belum lama berdiri, sekitar satu bulan. Letak tokonya sangat strategis, dekat dengan SMP, dan sekitar satu kilometer dari sana, ada Universitas Bestari. Praktis toko itu akan jadi tempat nongkrong yang asyik karena tempatnya yang luas dan nyaman. Renisha masuk ke dalam. Aroma gurih roti yang baru selesai dipanggang langsung menyapa hidung Renisha, juga manis cokelat dan kayu manis. Renisha melihat seorang pegawai yang sedang menaruh kue yang baru matang ke dalam etalase, kue dengan aroma kayu manis yang kuat. Renisha menghampiri pegawai itu dan bertanya, "Ini namanya kue apa?" "Klappertaart," balas pegawai itu ramah. "Tart ini dibuat dari campuran aneka tepung, gula, telur dan kelapa muda sehingga rasanya gurih dan manis. Di atasnya ada taburan kacang almond, kismis dan bubuk kayu manis." Renisha mengangguk-angguk. "Kedengeran enak banget." "Mbak bisa langsung ambil kuenya dan bayar di meja kasir," balas pegawai itu riang, penuh senyuman. "Kalau begitu saya kembali dulu ke dapur." "Eh, tunggu," cegah Renisha. "Saya perlu bertemu dengan pemilik toko. Ada yang mau saya bicarakan. Apa beliau ada di sini?" "Beliau ada di dapur, tapi agak sibuk karena hari ini ada banyak pesanan," katanya. "Kalau Mbak nggak keberatan, silakan ditunggu dulu." Renisha mengangguk. "Oke, saya tunggu sambil melihat-lihat." Setelah pegawai itu pergi, Renisha berkeliling. Toko kue ini menyediakan etalase kaca yang disusun melingkar, sehingga pengunjung bisa memilih dan mengambil sendiri kue mana yang ingin dibeli. Di depan tiap-tiap etalase juga disediakan tester untuk pelanggan supaya bisa mencicipi rasanya dulu sebelum membeli. Tak jauh dari sini, ada tempat khusus untuk pengunjung yang ingin memakan kuenya langsung di sini. Pihak toko juga menyediakan minuman hangat dan dingin untuk teman makan. Renisha sampai pada etalase berisi pillow cheese cake yang tampak sangat menggoda. Ia teringat lagi rasanya yang lembut ketika mengunjungi butik milik Rani tiga hari lalu. Antusias, ia mengambil nampan di sampingnya, tetapi, jemarinya malah tak sengaja bersentuhan dengan tangan seseorang yang juga hendak mengambil nampan. Renisha mengangkat kepala dan menemukan Aksa yang menatapnya terkejut. Dari sekian toko kue yang ada di Bandung, kenapa Aksa memilih untuk membeli kue di toko ini dan bertemu dengan Renisha? Entah ini sudah kebetulan yang ke-berapa kali, ia bahkan sudah tidak bisa menghitungnya. Mungkin mereka memang punya sepasang radar kembar yang bisa saling menemukan satu sama lain. Renisha tahu jika ia hanya akan mendapat balasan dingin, tetapi, ia tetap bertanya, "Pak Aksa di sini juga? Lagi nyari kue buat siapa? Rani ya?" "Bukan urusan kamu," balas Aksa dingin. Ia mengambil capit dan nampan, hendak mengambil kue itu tapi ternyata hanya tersisa satu potong. Mereka berdua saling bertukar pandang. Aksa tadi bertanya pada kenalan dosen Bestari, Pak Yanto, di mana toko kue yang enak. Dan beliau merkomendasikan toko kue ini. Meski terbilang baru, tetapi jenis kuenya sangat banyak dan enak, juga punya harga pas dikantong. Pak Yanto juga bilang jika pillow cheese cake di tempat ini adalah yang terbaik di Bandung. Tidak ia sangka jika ia justru bertemu lagi dengan Renisha. "Buat saya saja kuenya," kata Aksa cepat, tidak sabaran, seperti ingin segera kabur dari Renisha. "Enggak bisa," Renisha menggeleng tegas. Ia sengaja ingin memprovokasi Aksa agar bisa bertahan di sini lebih lama. "Aku yang duluan sampai." Di luar dugaan, bukannya memepertahankan kue itu, Aksa malah langsung menyerah. "Ya sudah," Aksa meletakkan kembali nampannya, bersiap pergi. Renisha yang frustrasi karena Aksa terus-terusan kabur akhirnya menarik lengan kemeja Aksa. "Sampai kapan lo mau kabur dari gue?" Renisha meninggalkan sopan santun antara dosen dan mahasiswinya. Persetan jika Aksa balas dendam dengan nilainya. "Jangan jadi pengcut! Kalau lo ada masalah sama gue, bilang dong. Lo pikir gue nggak sakit hati, lo musuhin tanpa tahu salah gue apa?" Renisha tidak mau memancing keributan, tetapi, ia sudah tidak tahan dengan tingkah Aksa. Renisha penasaran kenapa cowok itu bisa tampak sangat membenci dan ketakutan sekaligus? Kenapa Aksa terlihat seperti anak kecil yang berlindung dibalik cangkang orang dewasa? Apa dulu Renisha pernah berbuat salah pada Aksa tanpa sadar? Namun... apa? "Introspeksi dirimu sendiri," balas Aksa dingin. "Karena kamu, masa kecilku jadi berantakan dan menderita." Aksa menarik lengannya kasar dan beranjak pergi dari sana. "Radar kita saling terhubung." Renisha berujar setengah berteriak, menarik perhatian orang-orang. "Ke mana pun lo pergi, Aksara, lo akan selalu ketemu sama gue. Lo nggak capek ngehindarin gue terus? Nggak pengin damai?" Aksa memang sempat berhenti, tetapi ia tidak berbalik dan langsung pergi dari sana. Kali ini benar-benar menghilang dibalik pintu. Bertekad untuk tidak mau menunda masalah ini lagi, Renisha kemudian mengambil pillow cheese cake yang tersisa dan segera membayarnya ke kasir. Ia berencana untuk mengikuti Aksa dan menunda dulu urusannya. Renisha benar-benar sudah tidak tahan lagi. Semesta pasti ingin Renisha bertindak sesuatu karena mempertemukan mereka berdua terus menerus. Tepat ketika Aksa hendak menutup pintu kemudi, Renisha menahannya dengan napas terengah sehabis berlari. "Mau ngapain lagi?" balas Aksa tidak suka. "Minggir!" Mengambil napas dalam-dalam, Renisha mengulurkan bungkusan cheese cake itu pada Aksa. "Kue ini buat Pak Aksa saja," kata Renisha tulus. Melihat Aksa yang hanya diam saja, Renisha menaruh bungkusan itu ke dalam lewat kaca mobil yang terbuka. Ia tersenyum manis. "Anggap saja ini sebagai bentuk permintaan pertemanan dari saya." Renisha melepaskan tangannya dari pintu mobil Aksa dan melambaikan tangan dengan senyuman lebar, "Sampai bertemu lagi, Pak Aksa. Saya masih harus ke dalam karena ada urusan." Jika menghadapi Aksa dengan sikap sama kerasnya tidak mempan, maka Renisha yang akan melunakkan sikap. Renisha tentu tidak mau menghabiskan semester tuanya untuk terus-terusan bermusuhan dengan Aksa. Selain itu, perkataan Aksa sebelumnya membuat hati Renisha tidak tenang. Membuat masa kecil Aksa berantakan dan menderita? Apa dulu Renisha memang sejahat itu?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD