Bab 10: Marriage With Benefits

1838 Words
“Marriage with benefits?” tanya Tania mengulang kalimat Leo yang membuat pria itu mengangguk disertai senyuman penuh arti, “bapak kebanyakan nonton drama Korea sepertinya,” kata Tania lagi yang membuat Leo melongo. “Itu kamu Tania, bukan saya!” kata Leo padanya. “Saya yang nonton tapi bapak yang dapat ilham, kok bisa?” tanya Tania. “Ya sapa tahu kita emang berjodoh,” kata Leo. “Saya? Sama bapak? Bapak ganteng, kaya, tinggi dan punya body bagus,” “Nah, perfect kan? Saya kira kamu buta parsial,” kata Leo yang langsung ditendang sebelah kakinya oleh kaki Tania, “Tania, saya masih bos kamu loh!” kata Leo kesal pada sekretaris absurdnya itu. “Saya gak buta parsial, pak!” “Lah terus kenapa kamu gak mau nikah sama saya?” tanya Leo. “Bapak itu langit, saya itu bumi. Meski bu Sarah mertua idaman, bukan berarti kita pasangan idaman, pak. Bapak akan bosan sama saya karena kita beda level, pak,” kata Tania jujur, “gak ada cinderella jaman now,” kata Tania lagi. Leo terdiam mendengarkan kejujuran Tania. Ia pikir Tania menolaknya karena Tania yang masih perawan ting ting dan Leo yang suka ah ah ah dalam ruang kerja meski gak berhubungan, cuma blowjob aja, tapi kan Tania gak tahu. “Kenapa bisa beda level?” tanya Leo dengan sorot mata serius pada Tania. Membuat hati Tania berdesir-desir karena tatapannya itu. “Saya gak akan pernah selesai dengan diri saya sendiri, pak. Perasaan minder dan bukan perempuan yang pantas akan menghantui saya,” kata Tania yang jujur sekali lagi. Leo semakin terenyuh mendengarnya. Tania seputih kapas, polos, lugu dan suci. Leo menginginkannya. “Kenapa kita gak mencobanya saja, Tania? Saya butuh kamu dan kamu butuh saya sebagai suami, kita coba dan lihat apakah pernikahan ini berhasil apa tidak,” kata Lep. “Kalau gak berhasil saya jadi janda, pak,” kata Tania, “saya gak mau jadi janda,” ujarnya lagi seraya berbalik dan tak mau melanjutkan percakapannya dengan Leo lagi, hari ini sudah melelahkan baginya. Ilham dan ibunya benar-benar membuatnya kaget luar biasa. Leo tak mau membiarkan Tania pergi. Ia merasa harus memperjuangan Tania, bahkan Leo lupa bahwa semalam ia telah tidur dengan Desi dan sudah bersedia bertanggung jawab pada Desi. Desi menolaknya dan Leo tak begitu kecewa, apalagi Desi mengaku tak akan hamil. Leo sudah berniat bertanggung jawab padanya, tapi gadis itu menolak karena memiliki tunangan dan Leo tak bisa memaksanya. Mungkin Leo akan memperjuangkan Tania. Tapi dengan Tania, Leo ingin berusaha dan mengejar serta meraih hati Tania. Entahlah, ada hal yang membuatnya sungguh ingin menikahi gadis itu, benar-benar ingin menikahinya bukan hanya pernikahan dengan keuntungan saja. Tapi, Tania tak mudah ditaklukan. Leo merasa tertantang. “Tania, tunggu!” Leo menghadangnya, “kalau aku tidak menikah tahun ini, perusahaan akan jatuh ke tangan paman dan kemungkinan besar kita gak akan kerja bersama-sama lagi,” kata Leo yang membuat Tania kaget. Jujur, ia baru tahu hal ini sebegitu serius. Tania tentu langsung mengkhawatirkan adik-adiknya, “hanya satu tahun, bagaimana?” tanya Leo lagi pada Tania. “Bagaimana jika dalam satu tahun itu aku jatuh cinta pada bapak?” tanya Tania yang langsung membuat d**a Leo berdetak sangat cepat dan bibirnya kelu. Kejujuran Tania padanyalah yang membuat Leo seperti itu, selama ini perempuan-perempuan yang mendekatinya hanya menginginkan uangnya saja, setelah melayani Leo, mereka pergi dengan uang leo yang banyak dan akan melakukan rayuan-rayuan padanya, tapi Leo tak pernah peduli lagi. Begitupun dengan perempuan-perempuan yang ditemuinya dalam kencan buta, mereka sama sekali tidak membuat Leo bersemangat. “Aku tidak bisa memberikan jawabannya sekarang, Tania,” kata Leo. Ucapan Leo yang menggantung itu membuat Tania semakin takut tersakiti. Ia takut terjebak cinta setelah menikah pura-pura dengannya. Ia takut akan menjadi wanita yang hanya bisa mencintai tanpa mendapatkan balasannya. Itu terlalu menyakitkan baginya. Ponsel Tania berdering sebentar, pesan masuk dari Ilham yang ia buka. ‘Tunggu aku, aku akan membujuk keluargaku lagi, aku tak akan melepaskanmu,’ Tania menghela napas berat. Ia kesal dan tak mengerti dengan sikap dan keras kepalanya Ilham. Lelaki itu benar-benar luar biasa menjengkelkan sekali padanya. Tania benar-benar heran dibuatnya. “Baiklah, pak,” kata Tania. Karena lelah dengan sikap Ilham dan tak pengertiannya, Tania memutuskan menerima ajakan menikah dengan Leo. Wajah Leo seketika tersenyum dan ia benar-benar bahagia mendengar ucapan itu keluar dari Tania. “Kamu lagi gak ngeprank saya, kan?” tanya Leo. “Saya gak mau kehilangan pekerjaan, pak. Mau bayar hutang pake apa kalau saya kehilangan pekerjaan? Mau ngepet gak tahu caranya, jadi tuyul udah kegedean,” kata Tania yang membuat Leo tersenyum mendengarnya. Sekretarisnya itu memang easy going, dan karena itulah Leo betah dengannya. “Kamu gak usah kerja, Tania. Kamu minta mahar berapa?” tanya Tania. “Berapapun, boleh?” tanya Tania dan Leo mengangguk. “Asal masuk akal saja,” kata Leo. “Separuh hartamu, pak,” kata Tania yang langsung membuat Leo tersedak mendengarnya, separuh hartanya itu senilai sepuluh persen total omset perusahaan, bisa ratusan milyar karena Leo merupakan ahli waris yang sah dari Yohannes. “Jangan bercanda, Tania,” kata Leo yang membuat Tania meringis kecil. “Terserah bapak saja kalau begitu berapa baiknya. Saya terima,” kata Tania dan Leo tersenyum kecil. “Baiklah terserah saya, seperangkat alat salat,” kata Leo dan Tania mengangguk. “Seperangkat alat salat yang terbuat dari kain sutra nomer satu dibubuhi mutiara dan berlian,” kata Tania yang membuat Leo kaget. “Tania, itu buat ibadah, bukan buat pamer,” “Menghadap Tuhan harus pake pakaian bagus, pak,” “Tapi gak ada yang jual mukenah model begitu, Tania,” “Ada, asal bapak pesan, pasti ada,” “Lagi pula memakainya pasti berat,” “Nanti mutiara dan berliannya aku lepas dan kujual, jadi ringan deh,” kata Tania. Leo berdecak sebal. Calon istrinya itu memang absurd sekali. “Minta yang lain saja, Tania,” akhirnya Leo menyerah. “Saya minta mahar lima ratus juta pak dan uang bulanan sebagai istri pura-pura berbeda dengan gaji saya sebagai sekretaris,” kata Tania, Leo manggut-manggut, “karena saya hanya istri pura-pura dan gak wajib melayani bapak di atas ranjang, saya cuma minta sepuluh juta saja,” kata Tania lagi. Leo memicingkan matanya. “Kamu kan istri saya, kenapa …?” “Kan cuma sandiwara, pak,” jawab Tania cepat, “Mau atau tidak, kalau gak mau ya sudah,” kata Tania seraya berbalik dan mencoba berhitung dalam hati serta bertaruh bahwa Leo pasti memanggilnya kembali. Satu Dua Ti,- “Oke!” kata Leo. Tania tersenyum dan berbalik lalu mengangguk ke arahnya. “Kalau begitu kita pergi sekarang, pak?” tanya Tania. “Ke KUA?” tanya Leo dan Tania menggeleng. “Ke pak Rudi,” kata Tania. Dahi Leo berkerut. “Mau ngapain ke sana?” tanya Leo. “Bikin prenup, lah. Mau ngapain lagi?” tanya balik Tania. Tania lantas masuk ke kamarnya dan Leo mengekor di belakangnya, “mau ngapain, pak?” tanya Tania curiga kenapa Leo membuntutinya. Saking bingungnya Leo, ia gak sadar kalau sampai mengikuti Tania ke kamarnya. “Saya masih gak ngerti kenapa kita harus temui pak Rudi, Tania? Kita ini pura-pura nikah dan pak Rudi itu kuasa hukumku, dia bakalan tahu kalau kita pura-pura nikah, donk!” protes Leo. “Tinggal bapak tekan pak Rudi bahwa masalah ini gak boleh bocor, kalau bocor pak Rudi harus bayar ganti rugi atau kena pasal pidana, mungkin? Lagi pula bukankah kuasa hukum itu tidak boleh ember, ya, pak?” kata Tania pada Leo. Leo diam, Tania memang polos tapi dia juga cerdik maka itu ia dipilih langsung oleh Sarah sebagai sekretarisnya. *** Pria paruh baya di hadapan Leo dan Tania itu terpaksa harus membuka kantornya di tanggal merah dan hari libur yang ia telah ia nanti selama tiga bulan ini karena panggilan mendesak dari kliennya. Siapa lagi kalau bukan Leo Artha Samudra? “Saya minta kamu catat semua ucapan saya dan Tania setelah ini,” kata Leo. Pria paruh baya yang ada di hadapannya itu mengangguk dan memandang Leo serta Tania secara bergantian. “Baik,” kata pria paruh baya itu. “Ini soal prenup pernikahan,” kata Leo dan pria paruh baya itu mengetiknya dalam file word yang masih kosong, tapi setelah ia membaca ulang judul word yang baru saja ia tulis, ia kaget dan memandang ke arah Leo dan Tania secara bergantian. Memang benar bahwa ia telah mendengar rencana istri bos besarnya yakni bu Sarah kalau dia akan menikahkan putra sulungnya dengan sekretarisnya setelah mendapati keduanya berhubungan intim di dalam kantor. Apa tidak ada tempat lain sampai Leo harus berhubungan dengan sekretarisnya sendiri di kantor? Itu adalah pertanyaan pertama yang muncul dari benaknya setelah mendengar berita tersebut. Tapi, ia pikir itu hanyalah gossip murahan di kalangan pekerja, karena ia pikir bu Sarah gak akan main-main dalam memilih calon menantu untuk pewaris PT Universal. Nyatanya, ia memang memilih Tania sebagai menantunya. Luar biasa! “Prenup pernikahan?” tanya Rudi sekali lagi dan Leo mengangguk. “Tania yang akan lebih dulu mengajukan poin-poin yang dia inginkan dalam pernikahan ini dan prenup pernikahan antara aku dan Tania tidak boleh bocor,” kata Leo dan Rudi merasa heran sekaligus penasaran kenapa sepertinya prenup ini lebih penting dari pernikahan. Rudi menoleh ke arah Tania dan gadis itu mulai menyebutkan apa yang ia inginkan dalam pernikahannya. “Yang pertama adalah saya tidak mau berhenti bekerja setelah menikah, yang kedua sebagai seorang istri, suami wajib memberitahu kemana suami pergi kepada sang istri,” kata Tania. Rudi berhenti mengetik sejenak, ada yang aneh dengan syarat keduanya, tapi ia kemudian berpikir itu mungkin karena Tania terlalu jatuh cinta kepada Leo, ia pun kembali melanjutkan mengetiknya, “yang ketiga, suami dilarang mencampuri urusan pribadi sang istri,” kali ini Rudi benar-benar berhenti mengetik dan menatap ke arah Tania dan Leo secara bergantian, tentu ia kaget dengan syarat ketiga yang dikatakan oleh Tania barusan. “Ketik saja apa yang Tania katakan,” kata Leo yang paham apa yang sedang dipikirkan oleh Rudi. “Yang ke empat, suami dilarang menyentuh istri tanpa seijin suami. Dalam hal ini selama perjanjian pernikahan ini dibuat sampai perjanjian pernikahan ini berakhir, suami dilarang meminta hak nafkah batinnya kepada sang istri,” kata Tania yang langsung membuat Rudi melongo heran. Poin ini benar-benar membuatnya terhenyak luar biasa. “Kami menikah secara kontrak, pak Rudi, dan itu adalah kesepakatan,” kata Leo. Ia seolah mengerti pertanyaan apa yang sedang dipikirkan oleh Rudi saat ini. Rudi mengangguk asal dan memilih memfokuskan apa yang akan ia ketik pada prenup pernikahan tersebut. Setelah Tania mengajukan syarat tersebut, giliran Leo yang mengajukan syaratnya. “Tidak boleh ada kebohongan diantara kita, termasuk soal perasaan kita masing-masing,” kata Leo. Rudi dan Tania sama-sama terdiam dengan syarat yang baru saja Leo katakan, apalagi saat mengatakannya ia memandang ke arah Tania dengan tatapan begitu dalam. “Lalu?” tanya Rudi akhirnya. “Itu saja,” kata Leo. Satu kalimat syarat yang diajukan oleh Leo tapi mampu membuat Tania kepikiran terus. Tidak boleh ada kebohongan diantara mereka termasuk soal perasaan mereka masing-masing. Sungguh kalimat yang penuh dengan banyak arti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD