Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama

1006 Words
Zalman menatap lekat wajah manis wanita yang baru saja di tolongnya. Wajahnya baru dapat dia lihat setelah bersih, tadinya wajah Ghina berlumur darah karena kepalanya terbentur kaca mobil dan tergores hingga dia harus di jahit sedikit di bagian keningnya. Beruntung tidak ada cidera lainnya, patut di syukuri apapun itu bukan? "Tuan Zalman mau pulang? Biar saya yang jaga Mba Ghina," tanya Akbar yang tidak tega melihat majikannya yang terlihat lelah. "Kamu saja yang kembali pulang, Bar, istirahat dan nanti kembali ke sini bawakan pakaian ganti, untuk saya dan wanita ini, sepertinya pakaian Kila pas untuknya," titah Zalman. Supir pribadi itu pun menurut, dia pamit untuk pulang dan berjanji akan kembali besok pagi dengan membawa pesanan atasannya. *** Ghina meringis saat membuka mata, kepalanya terasa sakit terlebih pada bagian kening yang terbalut perban. "Sshhhttt!" rintihnya. Suara Ghina berhasil membangunkan Zalman yang tertidur di sofa. Kelas rawat inap VIP yang Zalman berikan untuk Ghina bukan semata-mata untuk wanita itu saja, tapi dia mempertimbangkan kenyamanan dirinya. Ada sofa panjang dan fasilitas televisi serta jaringan internet memudahkan Zalman dalam bekerja semalam sambil menunggu Ghina sadar. Tapi ternyata dirinya malah tertidur di sofa itu. "Anda sudah sadar? Biar saya panggilkan dokter," ucap Zalman. Pria itu langsung menekan tombol darurat yang ada di dekat ranjang pasien. Dan tidak berselang lama, petugas medis pun datang. Seorang dokter jaga dan suster langsung memeriksa kondisi Ghina. "Apa yang Anda rasakan saat ini, Bu? Pusing? Mual?" tanya dokter itu sambil memeriksa kedua mata Ghina dengan santer kecilnya. "Sedikit pusing, dok. Dan sakit di sini." Ghina memegang keningnya. Tapi dengan sigap suster menarik tangan Ghina agar tidak menyentuk area itu. "Kecelakaan semalam membuat cidera kepala Anda, kami harus menjahit sedikit kening Anda karena sobek terkena pecahan kaca mobil. Setelah ini akan saya jadwalkan pemeriksaan MRI, CT-scan juga untuk memeriksa dalam kepala Anda," tutur dokter pria yang bernama Iqbal. "Saya rasa semua itu tidak perlu, dok," tolak Ghina karena dia memikirkan biayanya. Pemeriksaan yang dokter infokan barusan pasti tidak murah. "Saya sudah sembuh dan mau pulang," lanjut Ghina tapi saat dia hendak turun dari brankar itu tubuhnya oleng. Beruntung Zalman sigap dan menangkapnya. Ghina terdiam saat Zalman menangkapnya dan membuat Ghina masuk dalam pelukannya. Tatapan Zalman dan aroma maskulin dari tubuh Zalman membuat wanita itu terpaku. "Anda belum sembuh Mba Ghina," ucap Zalman, membantu Ghina naik kembali ke brankarnya. "Tapi-" "Pak Zalman benar, Bu Ghina. Anda masih harus di rawat beberapa hari lagi di sini," timpal dokter Iqbal. Ghina menghela napas panjang, pasrah. Bagaimanapun dia memang butuh istirahat dan perlindungan. Rumah sakit adalah tempat yang tepat pikir Ghina saat ini. *** Setelah dokter dan suster itu pergi, keheningan menyelimuti kamar inap VIP itu. "Ehem!" Zalman berdeham memecah keheningan. "Kita belum berkenalan bukan? Saya Alaric Zalman Maheer, Anda bisa panggil saya Zalman saja," lanjutnya. "Saya Ghina, Ghina Ulya Syarifa," balas Ghina. "Bagaimana bisa Anda kecelakaan? Dan pria yang meninggal itu apa ada hubungannya dengan Anda, Mba Ghina?" tanya Zalman. Sontak kedua mata Ghina membola tidak percaya dengan yang barusan didengarnya. "Supir itu meninggal?" ulangnya. 'Oh jadi pria yang bersama wanita itu adalah supirnya,' bathin Zalman. "Pria itu supir taxi online yang saya pesan untuk mengantar pulang ke apartemen," ucap Ghina dalam isak tangisnya. Walupun baru kenal saat itu tapi Ghina merasa bersalah. "Tengah malam naik taxi online?" selidik Zalman. "Sa-saya ... saya pulang kerja dan memesan taxi online lalu karena lelah saya tertidur di dalam, saya tahu kalau mobil sempat oleng dan naik ke atas trotoar, setelah itu tidak ingat lagi, dan tiba-tiba terbangun di sini," terang Ghina, ada sedikit jeda dalam kalimatnya. Dia tidak mau menceritakan apa yang sebelumnya terjadi pada dirinya. "Saat Anda tertidur di dalam mobil, supir itu terkena serangan jantung dan mobilnya menabrak tiang listrik. Pria itu meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit." Zalman menjelaskan pada Ghina. Ghina menutup mulutnya dengan kedua tangan. "A-apa dia memiliki keluarga?" Ghina khawatir dan merasa bersalah pada keluarga supir tersebut. "Pria itu memiliki seorang istri dan anak satu yang masih sekolah, polisi sudah mengurus dan jenazahnya sudah di bawa oleh keluarganya." Itu yang Zalman ketahui dari Polisi yang bernama Andri itu lewat pesan yang dibacanya sebelum Zalman tertidur. *** Ghina merutuki dirinya karena ulahnya, membuat supir taxi Online itu meninggal dunia. Benaknya kembali berputar sehari sebelum kejadian naas ini terjadi. *Flashback On* Ghina masuk ke dalam ruang kerja yang terlihat sangat glamor, dengan anggunnya dia berjalan dan duduk manis di salah satu sofa yang ada di tengah ruangan itu. Menunggu seorang wanita yang dia panggil dengan sebutan mami, sedang berbincang melalui ponselnya. Hanya dengan tatapan mata sang mami, Ghina bisa paham kalau dia di minta menunggu sebentar. Sesekali wanita itu menghisap rokok elektriknya dan menelan asapnya kemudian mengeluarkannya melalui rongga hidung. Aroma strawberry dan mint terhirup begitu pekat di penciuman Ghina. Wanita itu merasa terpanggil untuk melakukan hal yang sama dengan sang mami. Wanita berpakaian seksi itu mengeluarkan rokok elektriknya dan mulai menghisapnya setelah alat itu dinyalakan. Ghina lebih menyukai aroma apel yang lebih segar menurutnya. Setelah selesai dengan telponnya, sang mami berdiri dan menghampiri Ghina lalu dia duduk di sofa spesialnya. Dengan kaki satunya menopang di atas yang satunya. "Malam ini, kamu ke alamat yang sudah mami kirim ke ponsel kamu. Layani dia dengan maksimal karena dia salah satu klien royal yang kita punya," ucap Lira-mucikari yang menaungi beberapa wanita malam dan mengatur jadwal mereka semua. "Mr.Yudha itu?" tanya Ghina memastikan. Kepala Lira mengangguk pelan, "Yup, kenapa? Ada masalah? Apa kamu takut dengan rumor yang simpang siyur itu?" cecar Lira, menghisap kembali rokok elektriknya dengan elegan lalu membuang asapnya ke arah Ghina. Ghina kesulitan menelan saliva-nya. Kemudian dia menghempas napas panjang, pasrah. Pekerjaannya menuntutnya untuk berani, bukan hanya berani melayani semua p****************g itu tapi berani menghadapi jika istri mereka yang memergoki dan melabrak wanita malam yang berkencan dengan suami mereka. "Mr.Yudha sudah mengkonfirmasi barusan kalau istrinya sedang berada di luar negri. Apa yang menjadi berita tempo hari agar diabaikan," terangnya. "Baiklah kalau begitu, Mami, saya akan ke sana malam ini." Ghina berdiri kemudian menghampiri Lira dan mencium pipi kiri dan kanan mucikari itu sebagai tanda pamit.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD