don't be naughty (END)

don't be naughty (END)

book_age16+
2.7K
FOLLOW
16.9K
READ
dark
possessive
sadistic
manipulative
student
drama
tragedy
twisted
bxg
like
intro-logo
Blurb

Tentang Aksa yang dikenal baik oleh semua orang.

Tentang Aksa yang dikenal dengan senyum hangatnya.

Tentang Aksa yang namanya terkenal satu sekolah dengan keramahannya.

Namun bagaimana semua itu hanya sebatas drama yang dimainkan laki-laki itu?

Tidak akan ada yang percaya pemilik senyum ramah itu begitu manipulatif dan kejam.

Dan sebuah kesialan bagi Adara, salah satu dari sekian banyak orang yang terjebak pada laki-laki itu.

chap-preview
Free preview
1. sebuah awal
Adara mungkin adalah perempuan kesekian kalinya yang jatuh pada pesona Aksa. Cowok populer yang terkenal playboy dengan segala pesonanya. Dari sekian banyaknya pesona Aksa, Adara paling suka senyum cowok itu. Lembut dan manis. Hampir dua tahun terakhir Adara menyukai cowok itu. Namun masih pada tahap diam-diam dan tidak berani menunjukkan secara langsung.  Tapi ada masalah baru. Tepat dikelas dua belas ini, Adara satu kelas dengan Aksa! Ini adalah moment yang paling cewek itu tunggu. Dan mungkin tahun ini adalah tahun keberuntungan Adara karena di dudukkan berpasangan dengan laki-laki berambut kelam itu. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada ini. "Ehem." Adara berdehem saat kecanggungan mengantung diudara setelah beberapa menit lalu Aksa duduk dibangku sebelah Adara. Ini sudah dua hari sejak pembagian tempat duduk dan selama itu pula baik Aksa dan Adara tidak pernah bicara satu kata pun. Mungkin tidak aneh jika itu adalah Adara. Tapi melihat Aksa tidak pernah bicara jelas itu aneh. Cowok itu selalu tersenyum ramah dengan perempuan lain, selalu mengobrol seru, dan selalu tampak akrab dengan perempuan manapun. Tapi kenapa saat ini Aksa tampak begitu kaku? Apa Adara tidak menarik untuk diajak mengobrol? Atau karena Aksa memang tidak menyukai Adara? Pikiran itu berkecamuk dalam benak cewek itu. "A-aksa, lo... Benci sama gue, ya?" Detik itu juga Adara ingin kabur darisana. Namun tidak akan bisa karena saat ini ia duduk disudut tembok dan Aksa menghalanginya. Merasa namanya disebut, Aksa menoleh. Sesaat terdiam. "Nggak kok, kenapa ngomong begitu?" dia tersenyum. Adara mendadak gugup. "Abis lo kayak nggak suka gue?" Aksa terkekeh. Bibir tebalnya tersenyum ramah. "Oh, nggak kok. Gue cuma akhir-akhir ini lagi sakit tenggorokan. Gue nggak bermaksud membuat lo ngerasa begitu, sumpah! Denger suara gue, aneh 'kan?" Memang, suara Aksa lebih serak dari biasanya. Dalam diam cewek itu merutuk, astaga! Terkutuklah pemikiran jeleknya selama ini kepada Aksa! Adara tersenyum tak enak. "Maaf, gue kira lo nggak suka gue. Abis, lo keliatan humble banget sama orang lain, gue jadi ngerasa aneh karena lo diam sejak kemarin." "It's okay. Mungkin gue juga ngerasa begitu kalau gue di posisi lo, tapi---sorry---tadi lo nyebut gue humble?" "Iya. Lo 'kan terkenal cowok paling humble sama cewek---semua orang." Aksa terkekeh. "Lo nggak perlu nutupin deh. Maksud lo gue akrab kesemua cewek alias playboy 'kan?" Adara buru-buru menggeleng. "Bukan, bukan itu maksud gue!" baru saja Adara memberanikan diri bicara dengan Aksa, tapi mulutnya malah mengucapkan kalimat bodoh. "Gue terima, dengan pemikiran lo. Karena emang pada kenyataannya gue suka perempuan," Aksa tersenyum miring. "Nggak usah ngerasa nggak enak. Gosip-gosip juga beredar kalau gue ini playboy jadi wajar kalau lo juga mikir begitu." Mendadak pipi Adara terasa panas. Antara malu dan terpesona dengan senyum nakal cowok itu. Astaga, Adara gila! "Lo mau jadi teman gue?" "Hah?" "Lo lumayan seru diajak ngobrol dan kita cocok buat berteman." Adara terbengong. Duduk sedekat ini dengan Aksa sudah membuatnya senang luar biasa, ditambah ajakkan menjadi teman Aksa? Itu berarti interaksinya dan cowok itu akan lebih banyak. "Oh, tentu." balas Adara cepat. Aksa tersenyum, matanya mengunci perempuan itu. "Ya, kita teman, jadi lo harus selalu ada buat gue." Kalimat yang keluar dari mulut Aksa terasa aneh. Namun untuk saat ini Adara terlalu malas berfikir. *** "Gila! Gila! Gila! Astaga, gue nggak nyangka ternyata penantian berharga itu emang ada! Tau nggak? Gue hampir mau ngumpat pas liat senyum dia yang likeable banget!" Aji geleng-geleng kepala melihat kelakuan sahabat ceweknya itu. Adara berguling-guling dikasur miliknya tanpa tau malu. "Seneng sih seneng, Dar, tapi nggak usah kayak orang gila juga! Kasur gue berantakkan gara-gara lo nih! Nanti gue lagi yang dimarahin Bunda!" kesal Aji. Adara berhenti bergerak, nyengir lebar kearah Aji yang menatapnya beringas. "Sori, Ji, nanti gue beresin deh." Aji memutar bola matanya, cowok itu memilih keluar dari kamarnya yang sudah dinodai Adara. Perutnya sudah lapar minta makan. "Dar, turun yuk, makan," Adara mendudukkan tubuhnya, menyilangkan kaki. "Yah, tapi---," "Elah, rumah lo juga sebelah rumah gue, teriakkin aja sama abang lo kalau lo makan disini, ajak dia sekalian." Adara hanya tinggal bersama kakak laki-lakinya yang saat ini sudah bekerja di salah satu kantor sebagai manajer personal. Sedangkan kedua orang tua Adara tinggal di Jepang tempat Ayahnya bekerja. Karena sejak SMP hanya ditinggal berdua, Adara terbiasa memasak. Mereka mempunyai pembantu, tapi hanya difokuskan untuk membersihkan isi rumah atau memasak sarapan. Sore hari, pembantu mereka sudah pulang. Begitu Adara turun menuju ruang makan, keluarga Aji tampak sibuk. Ayah Aji yang sibuk dengan laptopnya, Bunda dan adik perempuan Aji yang tampak asik menyusun makanan diatas meja. "Dara bantuin, ya, tante?" Adara mengambil satu piring ikan goreng tepung ke meja makan. Bunda Aji, Mirna, langsung tersenyum lebar. "Tante seneng, deh liat kamu dirumah ini, tante jadi ngerasa punya anak perempuan satu lagi.". Adara cuma tersenyum. "Adara emang anak tante," Mirna terkekeh. "Iya, kamu emang anaknya tante, tapi lebih afdol lagi kalau kamu sama Aji nanti udah nikah," Aji yang sedang minum langsung tersedak dan batuk-batuk. Sedangkan Adara hampir menjatuhkan piring ditangannya. "Ih, apaan sih tante, Adara sama Aji 'kan sahabatan," Mirna tersenyum lembut. "Kita mana tau masa depan nanti? Ya nggak, Ji?" Aji melotot. "Apaan sih, Bun. Jangan ngomong aneh-aneh deh." Bunda Aji cuma terkekeh. "Yaudah ayo makan," Adara menarik salah satu kursi disamping, Chaca, adik Aji. Tangannya sudah mengambil piring, namun saat akan mengambil nasi, dentingan ponsel miliknya menghentikan gerakkan cewek itu. Adara meletakkan kembali piringnya, mengambil ponsel didalam saku jaketnya. Unknown : halo, ini gue, Aksa save no gue, ya. Adara jantungan, hampir berteriak sangking senangnya. Namun ia tahan dengan senyuman lebar. "Kenapa lo?" tanya Aji. "A-K-S-A." eja Adara tanpa suara. Aji cuma mengangguk-angguk. ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Mess of Gorgeous

read
19.0K
bc

No Escape, Honey (BAHASA INDONESIA)

read
18.7K
bc

My Mate

read
66.4K
bc

Me and My Freezer Boy

read
43.8K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
149.8K
bc

Tawanan Hati Sang Pewaris

read
10.0K
bc

Tentang Kean [END]

read
10.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook