bc

Fad Love

book_age16+
6.0K
FOLLOW
48.7K
READ
arranged marriage
badgirl
powerful
independent
billionairess
drama
comedy
sweet
bxg
tricky
like
intro-logo
Blurb

Bara kaget dan tak bisa terima dengan Syena yang tiba-tiba mengajukan diri dalam perjodohan yang disiapkan orang tuanya. Wanita-wanita baik yang dikenalkan sebelumnya saja tidak berhasil menarik perhatiannya, apalagi Syena yang sosoknya sangat ia tak suka sejak zaman mereka kuliah dulu. Wanita dengan karakter angkuh, berlaku seenaknya dan keras sangat jauh dari tipe wanita idamannya.

Penolakan dan respon negatif Bara tampaknya tidak berpengaruh pada Syena yang semakin penasaran dan tertantang meluluhkan Bara hingga akhirnya ia sadar rasa iseng dan penasarannya benar-benar berubah menjadi perasaan suka yang sebenarnya. Sosok Bara yang tampan, cerdas, dan baik hati berhasil merubah pandangan Syena yang selama ini menganggap semua pria itu b******k.

chap-preview
Free preview
1. Usia
Sebuah mobil hitam melaju masuk ke dalam halaman rumah besar bernuansa putih coklat yang dipenuhi tanaman yang membuat rumah tersebut terkesan asri, tak lama seorang pria keluar dari mobil tersebut sambil melampirkan jas di bahu lebarnya. Adibara Narendra Devin atau kerap di sapa Bara, pria berkulit putih dengan mata agak sipit itu masuk dengan langkah santai ke dalam rumah, dia sudah menghabiskan harinya bekerja di kantor seharian dan saatnya ia beristirahat. "Bara!" panggil seorang wanita berusia sekitar enam puluhan saat pria tersebut melewati ruang keluarga bermaksud langsung ingin menuju kamarnya. Pria itu menghentikan langkahnya melihat nyonya besar rumah ini mendekat, "aku pulang," Bara tersenyum. Wanita itu ikut tersenyum namun terkesan dipaksakan menatap putra semata wayangnya yang sudah tumbuh dewasa itu, "malam ini mama minta kamu tidak mengacaukannya lagi." "Hm? Maksudnya?" tanya Bara bingung dengan apa yang dibicarakan oleh mamanya itu. "Berlagak lupa?" Bara angkat bahu sambil mengerutkan dahinya, "malam ini? Ada apa malam ini?" "Kamu harus bertemu seseorang malam ini, mama nggak mau kamu ngebatalin perjanjian atau tiba-tiba menghilang dari pertemuan dengan perempuan yang udah mama papa siapkan untuk kamu." Pria berkemeja abu-abu muda itu menghela napas pendek karena sudah malas dengan pembahasan ini, perjodohan lagi dan perjodohan lagi. Hal yang sangat membosankan bagi Bara. "Bara?" tanya mama lagi karena Bara tak kunjung memberikan jawaban. "Aku merasa kurang enak badan, aku kelelahan sekarang," tolak Bara secara halus sambil memijat pelan tengkuknya sendiri. "Kamu sengaja?" "Sengaja? Mana ada orang sakit sengaja?" "Udah lah Bara, udah lebih 28 tahun kamu jadi anak mama dan nggak ada gunanya kamu bohong sama mama. Sampai kapan sih kamu seperti ini? Kamu dan Alina sudah tak ada ikatan apapun lagi, perjodohan kalian sudah selesai sejak lama, sejak dia menolak pertemuan kita hari itu semuanya resmi berakhir. Kamu ingat kalau kita sudah sepakat untuk menyelesaikan semuanya?" Bara hanya diam, ia tak bisa menjawab apapun karena apa yang mamanya katakan memang benar. Tapi apa boleh buat, ia belum bisa melihat wanita lain selain Alina. Alina, wanita yang pertama kali dijodohkan dengannya, cinta pertamanya, namun gadis itu tampaknya tak pernah membalas perasaannya dan memiliki perasaan pada pria lain. Walau mendapati fakta menyedihkan seperti itu, Bara tetap saja bertahan dengan perasaannya pada Alina yang tak kunjung luntur walau tak pernah berbalas selama bertahun-tahun. "Dimana dan jam berapa aku harus pergi?" tanya Bara tak ingin beradu argumen dengan mamanya. Mama tersenyum mendengar ucapan Bara yang seolah akan menghadiri pertemuan itu, "jam 7.30 malam ini dan untuk alamat tepatnya nanti mama akan kirimkan via pesan padamu." Bara tersenyum kecil, "kalau nanti keadaanku mendingan, aku akan datang. Aku perlu istirahat sekarang." Mama mengangguk senang sambil kini memijat pelan lengan putranya yang memiliki postur tinggi itu, "nanti mama bawakan teh hangat ke kamarmu." "Terima kasih, kalau begitu aku masuk dulu." * Bara melempar jasnya di atas ranjang lalu bergerak ke arah balkon kamarnya duduk di sebuah kursi yang tersedia disana. Ia menghembuskan napas panjang melihat layar ponselnya, tak kunjung ada balasan pesan dari Alina setelah banyak pesan yang ia kirim sebelumnya. Pria itu menarik dasinya untuk di lepas dan membuka beberapa kancing teratas kemejanya untuk bisa lebih rileks, mata sipitnya menatap langit sore yang kini terpampang di depan matanya. Pikirannya kini melayang memikirkan seberapa menyedihkannya dirinya. Ia dan Alina sudah kenal sejak mereka masih kecil karena keluarga mereka cukup dekat, dan sejak saat itu ia sudah tertarik dengan wanita berkarakter manis itu. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, namun mereka sempat berpisah karena Bara melanjutkan pendidikan ke Amerika sedangkan Alina memilih untuk tetap di Indonesia walaupun ia memiliki kecerdasan yang luar biasa dan yang menyedihkan adalah Alina sudah memiliki tambatan hati lain. Namun Bara kembali mendapatkan kesempatan untuk bersama Alina saat keluarga mereka sepakat untuk menjodohkan mereka berdua, cukup panjang waktu yang mereka lalui bersama, Bara selalu memposisikan diri untuk selalu ada kapanpun Alina membutuhkan dirinya, namun tampaknya itu masih belum bisa membuat Alina membalas perasaannya. Melihat sikap Alina membuat kedua belah pihak keluarga terutama orang tua Bara meminta perjodohan dibatalkan. Namun kenyataannya Bara masih saja berharap pada Alina. Pria itu memijat pangkal hidungnya coba berpikir jernih dengan apa yang sebenarnya tengah ia lakukan, memperjuangkan wanita yang tak mungkin membalas perasaannya sampai kapanpun, sedangkan disisi lain ia terus didesak untuk segera menikah. Dalam waktu dekat ia harus memegang perusahaan seutuhnya dan disaat itu ia sudah diharuskan memiliki pasangan resmi yaitu isteri. "Aku tidak paham dengan diriku sendiri." gumam Bara menarik napas dalam dan menghembuskannya kasar. "Baiklah malam ini akan kucoba dengan lebih serius." *** "Apakah anak itu benar-benar akan datang?" tanya seorang wanita dengan rambut disanggul menatap jam dinding pada semua orang yang kini ada di meja makan untuk makan malam bersama. "Apa dia masih ingat jalan ke rumah ini? Kapan terakhir kali dia kesini?" jawab pria berumur tiga puluhan tertawa sambil mengambil makanan ke atas piring miliknya. "Mami sudah bilang kalau harusnya tadi kamu kesini barengan dengan adikmu itu Tristan." "Bagaimana bisa bersama dengannya? Bahkan aku tidak tahu harus menjemput anak itu kemana." pria bernama Tristan itu menjawab malas. "Aku tadi udah coba tanya Syena lagi kok mi, Syena bilang dia pasti akan datang." wanita yang duduk di sebelah Tristan menjawab dengan sopan memberi tahu. "Syukurlah kalau memang begitu, kita makan malam bersama untuk membahas masalahnya," mami tampak lebih tenang atas jawaban dari menantunya itu. "Jangan terlalu mengkhawatirkannya, papa yakin Syena akan datang." Dan tak selang beberapa lama, suara langkah kaki terdengar memasuki ruang makan disusul suara keras seorang wanita, "kalian memulai makan malam tanpa menungguku!?" Semua yang ada disana menatap wanita muda cantik berambut coklat panjang bergelombang itu. Syena akhirnya sampai dan langsung mengambil posisi duduk di sebelah maminya dan tanpa basa-basi mengambil piring dan makanan. Semua yang ada disana hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah bungsu keluarga mereka itu. "Kamu dari mana?" tanya mami pada Syena saat mereka mulai makan malam bersama. "Aku? Tentu saja dari apartemenku, dari mana lagi memangnya?" jawab Syena santai. "Bagaimana dengan restoran?" "Tentu semua berjalan baik di tanganku." Mami mengangguk sambil melirik suaminya sebelum ingin lanjut berbicara pada putrinya itu, "semuanya memang berjalan lancar di tanganmu." Syena tertawa sambil menatap kakaknya, "bahkan jika aku yang pegang perusahaan tentunya juga akan berjalan lancar." Tristan mengangkat kepalanya menyadari ia sedang disindir sekarang, "kamu sedang mengatakan kalau aku tidak menjalankan perusahaan dengan baik?" Syena angkat bahu dengan santai, "aku tidak bicara seperti itu kok. Lagipula aku tahu apa tentang perusahaan? Aku tidak pernah melihatnya secara langsung kok. Saat aku melihatnya langsung mungkin aku baru bisa menilai kakak menjalankannya dengan baik atau tidak." "Anak ini memang butuh diberikan pelajaran," geram Tristan melihat adiknya itu dengan kesal. "Mami tidak ingin kalian ribut disini, kita hanya berkumpul lengkap seperti ini sekali-kali saja." mami memperingatkan dua anaknya yang memang sering tidak saling cocok satu sama lain itu. Lara selaku isteri dari Tristan coba menenangkan suaminya itu untuk tidak terpancing emosi meladeni Syena. Syena tertawa, "nggak ribut kok mi, aku tahu Kak Tristan hanya sedang mempedulikanku. Dia menyayangiku lebih dari apapun di dunia ini." "Dia memang wanita mengerikan," Tristan bergumam sambil geleng kepala menatap Syena. "Syena, sebenarnya ada yang ingin kami bicarakan denganmu." mami mulai mengarahkan pembicaraan ke hal utama yang membuat mereka berkumpul malam ini untuk makan malam bersama. Gadis bermata bulat itu mengangkat alisnya tak mengira semua orang kini menatapnya dengan serius, "aku??" Mami mengangguk, "selama ini kamu memutuskan untuk tinggal sendirian di apartemen, apa kamu tidak berniat pindah ke rumah ini? Kenapa kamu harus hidup sendirian seperti itu?" "Kita sudah bicarakan ini bukan? Aku hanya ingin hidup mandiri dan bisa leluasa melakukan apapun yang aku inginkan." "Seperti membawa para pria ke apartemenmu?" celetuk Tristan. "Kamu pikir aku adalah kamu yang mau berhubungan dengan siapa saja?" balas Syena dengan sangat lancar mengomentari hal buruk dari kakaknya itu. "Kau!?" "Apa?? Benar kan?" "Sye!" mami memperingatkan Syena untuk menjaga mulutnya karena menimbang keberadaan Lara yang merupakan isteri dari Tristan ada di tengah mereka. Syena memutar bola matanya malas dan coba tak peduli dengan kakaknya itu, "aku hanya merasa lebih fokus melakukan banyak kegiatan mi." "Apa sekarang kamu sudah punya pasangan?" Tangan Syena yang tadinya memegang sendok dan garpu tiba-tiba melemah mendengar pertanyaan dari sang mami, "memangnya kenapa menanyakan ini?" "Bukankah di usiamu yang sekarang kami wajar menanyakan hal tersebut?" papa yang sejak tadi diam menyimak keributan di meja makan akhirnya bersuara. Syena menggigit sekilas bibir bawahnya lalu tersenyum berlagak santai, "aku belum tertarik. Aku masih fokus pada pekerjaan dan bersenang-senang sendirian." "Sejak terakhir kali putus dengan Ryan, kamu tidak pernah dekat dengan siapapun lagi. Ngomong-ngomong bagaimana kabar Ryan sekarang?" Syena tampak kurang senang dengan pertanyaan maminya barusan, "jangan membahas itu lagi, aku tidak tahu apapun lagi tentangnya." "Kita tidak pernah tahu alasanmu putus dengan Ryan, bukankah kalian dulu pasangan fenomenal yang disukai banyak orang?" Tristan ikut berkomentar penasaran dengan masalah adiknya itu. "Aku sudah bilang untuk tidak perlu membahas itu lagi bukan?" Syena menatap kakaknya itu dengan mata tajam. "Itulah alasan kenapa tidak ada pria yang mau mendekatimu, kamu wanita aneh yang mengerikan." "Tristan! Mami nggak tahu sampai kapan kalian selalu saja seperti ini setiap bertemu." Mami mengingatkan dengan geram karena sudah tahu benar kalau sudah seperti ini, Tristan dan Syena bisa saja bertengkar hebat. Syena hanya diam menunduk memperhatikan makanan di piringnya, selera makannya mendadak hilang. "Kami mulai memikirkanmu, kamu tidak bisa selamanya sendiri. Kami harap kamu bisa mulai memikirkan pasangan hidup atau setidaknya tinggallah di rumah ini bersama mami dan papa." ujar mami kini pelan pada putri bungsunya itu. Syena tak menjawab tapi diam-diam kini memperhatikan satu persatu keluarganya itu, "apa kalian mempersiapkan sesuatu?" gadis itu bersuara setelah beberapa saat. "Mempersiapkan sesuatu??" bingung mami tak paham maksud ucapan Syena. "Sesuatu seperti perjodohan." Mami tertawa, "kami tahu kamu tak akan menyukai hal seperti itu." "Tapi jika kamu menginginkannya tentu saja kami bisa membantu." papa menginterupsi melihat Syena dengan santai dengan wajah menunjukkan kalau ia memang akan siap untuk mempersiapkan itu untuk Syena. "Tapi perjodohan terdengar aneh di zaman sekarang." sahut mami terdengar tidak tertarik memberikan perjodohan pada puterinya tersebut. "Tapi masih banyak yang melakukannya, itu bukan hal yang tak mungkin dan bukanlah hal buruk." "Aku dengar keluarga Pak Prima juga tengah sibuk mencarikan jodoh untuk putranya karena akan menjadi pewaris perusahaan mereka secara resmi." Lara ikut memberikan pendapat tentang tema perjodohan yang sedang mereka bahas sekarang. "Oh ya? Maksudmu mereka sedang mencarikan calon isteri untuk Bara?" tanya Tristan penasaran dan agak kaget dengan ucapan isterinya itu. Lara mengangguk, "aku mengetahuinya karena ada temanku yang sempat bertemu dengan Bara untuk perjodohan itu, tapi tampaknya mereka tidak cocok." "Tidak mudah menemukan kecocokan dalam perjodohan. Lebih baik menemukannya secara tak sengaja, bukan dikondisikan seperti itu," mami memberikan tanggapan selaku pihak yang paling tidak tertarik dengan hal perjodohan. "Tapi itu salah satu jalan yang bisa ditempuh jika mereka memang ingin mencarikan Bara calon isteri. Tujuan dari perjodohan adalah hubungan yang pastinya serius." "Bara?? Tunggu, apa kalian sedang bicara tentang Bara yang sedang kupikirkan?" Syena coba memastikan apa yang tengah dibicarakan keluarganya saat ini. "Adibara Narendra Devin, anak Pak Prima yang punya perusahaan otomotif yang sedang terkenal. Apa kamu mengenalnya Sye?" tanya Lara setelah menjelaskan dengan singkat siapa yang tengah mereka bahas. Mami langsung tersadar menatap Syena yang masih bingung, "bukankah dulu kalian sama-sama berkuliah di Amerika? Kalian pasti saling kenal!" Syena diam sejenak coba mengingat-ingat hingga tiba-tiba ia tersadar dan menatap maminya dengan mata lebar, "iya mi! Aku mengenalnya! Aku ingin dijodohkan dengannya!" Semua yang ada disana langsung menganga kaget dengan keputusan Syena yang mendadak seperti tanpa berpikir terlebih dahulu. "Bukankah Bara memiliki kualitas yang jauh di atas Syena? Aku sih sangat senang jika Bara mau menjadi adik iparku, tapi itu terdengar mustahil." Tristan menanggapi ucapan Syena dengan rasa tak yakin dan seolah meremehkan adiknya. "Kenapa kamu bicara seperti itu?" Syena tak terima dengan respon Tristan. "Apa kamu benar-benar tahu siapa Bara yang kita maksud? Dia merupakan idaman banyak orang untuk dijadikan menantu karena sikapnya yang sangat baik dan cerdas. Siapapun yang bisa menjadikan Bara bagian dari keluarga bisa dispastikan akan sangat beruntung. Terlebih dengan kondisi perusahaan mereka saat ini yang sangat bagus, sangat menguntungkan." Mami mengangguk menyetujui ucapan Tristan, "perusahaan mereka sedang sangat berjaya, Bara selaku penerus juga memiliki kriteria idaman. Dia tampan, memiliki manner yang bagus serta cerdas." "Lalu mami pikir dia memang tidak sepadan denganku? Bukankah aku juga cantik dan cerdas?" "Tapi manner mu sama sekali tidak bagus." Tristan mematahkan kepercayaan diri adiknya itu. Mami dengan cepat mengusap lembut rambut putrinya itu, "tentu saja putri mami juga yang terbaik. Mami hanya berpikir perjodohan bukanlah hal yang menarik dan menyenangkan untukmu." "Tapi aku ingin mencobanya." Mami menatap Syena dengan mata tak percaya, "apa?? Kamu serius??" "Pa, bisa tolong jodohin aku dengan Bara?" Syena beralih melihat papanya dengan yakin. Melihat itu papa hanya bisa tertawa dan mengangguk tanpa mempermasalahkan apapun, "tentu saja jika itu maumu." "Yess!" "Ini terdengar gila." Tristan geleng kepala melihat adiknya yang tampak begitu bersemangat.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Hottest Teacher

read
237.7K
bc

Akhir Pertama (Bahasa Indonesia) (TAMAT)

read
29.5K
bc

Infinity

read
213.6K
bc

Married by Accident 2

read
119.4K
bc

Suami Halalku, DOSEN

read
284.9K
bc

ISTRI SATU JUTA DOLAR

read
435.7K
bc

Dear Pak Dosen

read
430.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook