Episode 3

1368 Words
Pukul 12 malam, semua tamu undangan sudah pulang dari rumah keluarga Bastian, pesta pernikahannya pun berjalan lancar. Semua keluarga Ayla dan Erga terlihat sangat bahagia melihat kedua anaknya berada di pelaminan. Tidak sia-sia mereka melakukan perjodohan ini, karena Ayla dan Erga mau menerimanya walaupun mereka melakukannya dengan terpaksa. Taoi setidaknya mereka pasti bisa saling mengenal dan beradaptasi. Jika kedua keluarga tersebut bahagia, berbeda dengan kedua orang yang tadi berada di pelaminan, mereka tidak merasakan apa-apa. Jelas mereka tak merasa bahagia, karena pernikahan mereka saja karena terpaksa, bukan karena keinginan mereka sendiri. Pesta memang dilakukan di kediaman keluarga Erga. Dan mulai sekarang, Ayla juga akan tinggal disana. Kelvin, papa Ayla berpamitan dulu pada Angga, papa Erga. "Ngga, kita pamit pulang dulu ya, kita titip Ayla disini. Maaf kalo anak itu bikin kalian susah atau rewel, maklum dia itu masih kecil." Kelvin sedikit bercanda pada Angga, semua orang lantas tertawa. Kecuali Erga. Ayla sendiri langsung memeluk sang papa, merasa malu. Ayla mengerucutkan bibirnya, dia memeluk papanya dengan manja, "Papa, emangnya Ayla anak kecil." Kelvin tertawa, mencium dahi Ayla, "Ayla mau ikut kalian pulang." "Eh, nggak boleh gitu dong Ay, kan sekarang kamu udah jadi istri Erga, mulai sekarang kamu tinggal disini ." Ayla menggelengkan kepalanya di d**a Kelvin. Kelvin mengacak pelan rambut Ayla, "Ay kamu nggak malu tuh sama Erga, masa gini?" "Maafin Ayla ya Erga? Ayla emang gitu, nggak bisa pisah sama papanya. Maklum, tiap hari selalu dimanja sama papanya." Erga hanya mengangguk dan tersenyum tipis, tipis sekali. Hanya menaikkan sedikit sudut bibirnya. Hanya mama dan papa Erga saja yang tersenyum sumringah mendengarkan candaan besannya, "Nggak papa kok Vin. Ayla bakal aman disini." Jawab Angga. "Kalo gitu kita pamit. Permisi." Keluarga Ayla akhirnya pulang. "Ayo pa, ke kamar, mama udah capek banget." "Iya ma." Kedua orang tua Erga sudah pergi ke kamar, hanya ada Ayla dan Erga. Ayla bingung harus kemana, sedangkan Erga, dia sudah naik tangga untuk ke kamar. Apa Ayla ikut Erga saja? "Aduh dimana kamar gue ya? Masa iya gue satu kamar sama Erga?" Lama berfikir, Ayla memutuskan untuk mengikuti Erga saja, dia kan tidak tau ruang-ruang di rumah ini, daripada harus bingung-bingung mending Ayla menyusul Erga. Ayla sampai di di depan pintu berwarna abu-abu yang tadi dia melihat Erga masuk ke dalam sana. Itu mungkin kamar Erga. Ayla menghela nafas, dia memutar knop pintu, dan masuk ke sana. Tapi kenapa Erga tidak ada? Ayla duduk di tepi ranjang. Dia meneliti setiap sudut kamar Erga. Kamarnya tidak terlalu kecil atau besar, tapi cukup luas. Tembok yang didominasi dengan warna abu-abu. Tidak ada pajangan apapun. Ada kamar mandi juga walk in closet. Dan ada satu sofa disana. Selebihnya tidak ada yang menarik lagi. Hampir semua warna di kamarnya, hanya ada warna abu-abu. Ayla bingung kenapa Erga senang sekali dengan warna abu-abu? Apa jangan-jangan hidup Erga seperti warna kamarnya? Abu-abu! Ayla tidur di sini kah? Tapi kalo dia tidur disini, Erga tidur dimana? Apa mereka tidur bersama? "Gue tidur di sofa. Lo di ranjang." Ayla terkejut mendengar suara Erga, dia melihat suaminya itu sudah memakai kaos biasa dan celana pendek. Dalam hati kenapa Erga tau kalo Ayla sedang memikirkan dimana dia harus tidur? Erga cenayang? Erga mengambil satu bantal lalu ia mulai tidur di sofa. Erga tidak akan pernah mau satu ranjang dengan Ayla. Jangankan satu ranjang, satu kamar saja Erga sebenarnya tidak sudi kalo bukan karena orang tuanya yang terus memaksanya. "Aku.. biar aku aja yang tidur di sofa, kan ini kamar kamu. Kamu di ranjang aja." Tidak ada jawaban. Ayla melihat Erga yang sudah tidur nyenyak di sofa. Ayla mengendikkan bahu, lebih baik sekarang dia ganti baju saja. Ayla melihat kopernya sudah ada di sisi ranjang. Ayla mengambil koper itu untuk memilih pakaian yang harus ia kenakan untuk tidur. Ayla mencarinya, mengobrak-abrik semua pakaian di dalam koper. Ayla mengernyit bingung saat melihat pakaian apa saja yang ada di dalam koper. Kenapa semua pakaian yang sudah ia siapkan menjadi berubah semua? Hanya ada lingerie disana. Tidak ada baju yang layak untuk di pakai. Semua baju kurang bahan semua. Bagaimana Ayla bisa memakainya? Melihatnya saja sudah membuatnya Ayla jijik, apalagi memakainya. Dia akan terlihat seperti cewek murahan yang haus akan belaian. Ayla bergidik ngeri. "Kenapa semua baju gue berubah semua si, perasaan gue udah bawa baju banyak." Ayla menghembuskan nafasnya, ini pasti ulah mamanya. Mamanya sudah menukar pakaiannya dengan pakaian kurang bahan seperti ini. Lagian percuma karena Ayla tidak akan memakai pakaian menjijikan seperti itu. Memangnya dia cewek apaan? "Kalo gini, gue harus pake apa? Nggak mungkin juga gue tidur pake gaun kan?" Ayla berfikir, apa dia memakai baju Erga saja? "Kalo gue pinjem baju Erga, kira-kira dia marah nggak yaa? Ah bodo amat, daripada gue bingung kan?" Ayla menutup kopernya, dia pergi ke walk in closet untuk memakai pakaian Erga. Di sana Ayla mengambil apa saja yang bisa ia pakai. Ayla menemukan kemeja putih milik Erga, dia mencium bau kemeja itu. "Wangi banget." Kemudian dia memakainya. Ayla memandang tubuhnya. Kemeja Erga terlihat kedodoran di tubuhnya, hanya menutupi sampai paha. Tapi tak apa, kemeja ini masih bisa di pakai, daripada pakaian kurang bahan itu. Ayla keluar dari sana, dia duduk bersenderan di ranjang. Ayla tiba-tiba ingat dengan ponselnya, sudah beberapa jam dia tidak melihat ponselnya. Mungkin saja ada pesan dari kekasihnya. Dan benar saja, beberapa pesan masuk dan panggilan tak terjawab, semua itu dari Alan. Ayla langsung mengetik pesan, tapi Alan lebih dulu menelepon nya. Ayla melihat ke arah Erga, laki-laki itu pulas sekali tidurnya. Ayla berjalan ke arah balkon Angin malam membuat Ayla sedikit kedinginan, apalagi dia memakai pakaian yang hanya menutupi setengah tubuhnya. Tapi dari atas Ayla bisa melihat pandangan kota Jakarta. Ayla mengangkat telepon dari Alan. "Halo?" "Halo Ay?" "Iya." "Kamu belum tidur?" "Belum." "Oh. Aku mau bicara sama kamu Ay." "Aku dengerin." "Apa kamu udah melakukan itu?" Ayla langsung mengerti arah pembicaraan Alan. Alan pasti mengira kalo dia dan Erga sudah melakukan malam pertama sebagai pengantin baru. Ayla bahkan tidak sampai berfikiran seperti itu, yang ada Ayla ingin kembali ke rumahnya dan tidur di kamarnya sendiri. "Kalo kamu mengira aku udah ngelakuin itu, kamu salah Al. Aku akan melakukan itu kalo aku mencintai Erga, tapi kamu tau sendiri kalo pernikahan kita karena paksaan, aku nggak mungkin ngelakuin itu sama orang yang nggak aku cinta." Di sana Alan mengangguk lega dia bersyukur kalo itu tidak terjadi. Alan percaya pada Ayla kalo Ayla pasti tidak akan melakukan itu. Mereka saling diam. Kenapa semua menjadi canggung seperti ini? "Aku cuma mau ngomong itu, ya udah kamu istirahat gih, kamu pasti capek. Aku tutup teleponnya ya." "Tunggu." "Kenapa Ay? Kamu masih kangen sama aku?" Alan sedikit membuat suasana menjadi tidak canggung lagi, membuat Ayla juga terkekeh. "Kangen. Aku kangen sama kamu Al." Ucap Ayla jujur. Bukan hanya merasa rindu, tapi sebenarnya Ayla juga merasa sangat bersalah. "Besok kita ketemu, kan aku udah bilang sama kamu." "I.. iya. Ya udah aku tutup teleponnya Al." Ayla menutup telfonnya, dia tersenyum sendiri sambil memeluk ponselnya. Mendengarkan suara Alan saja sudah membuat Ayla tenang dan bahagia. Besok mereka bertemu. Dan Ayla pasti akan meminta Alan untuk menemaninya selama sehari penuh. Ayla tidak sabar menunggu hari esok. Ayla berbalik, dia terkejut saat melihat Erga sudah ada di belakangnya. "Erga? Ka.. kamu disini? Sejak kapan?" Ayla bertanya dengan gugup. Apa Erga akan marah padanya? Erga menatap lempeng Ayla, "Sejak lo bilang kangen sama cowok di ponsel itu." "A..aku.. maaf udah ganggu kamu tidur." Erga menatap serius Ayla, dia beralih pada pakaian yang dipakai Ayla sekarang. Dan ia yakin kalo Ayla memakai kemejanya. Kemeja itu terlihat kebesaran di tubuh Ayla yang hanya menutupi sebagian pahanya. Erga menelan ludah. Tidak. Dia tidak boleh memikirkan apapun. Tapi walau bagaimanapun, Erga laki-laki normal. Dia juga bisa kepancing dengan penampilan Ayla sekarang. "Lo pake kemeja gue?" "Ah, maaf. Aku nggak tau harus pake baju apa. Semua baju di koper aku udah berubah jadi lingerie semua. Aku nggak mungkin pake kayak gitu. Kamu kenapa bisa ada disini?" "Bukan apa-apa." Erga berbalik menuju sofa untuk tidur lagi. Sebenarnya tadi saat Erga bangun, dia mendengar suara seseorang tengah berbicara, dan ternyata dia malah menemukan Ayla di sana sedang menelepon seseorang. Erga mengernyit saat Ayla bilang kalo dia kangen orang yang menelepon nya itu. Apa itu pacarnya Ayla? Jadi dia menikah dengan perempuan yang masih punya pacar? Tapi itu bagus. Itu artinya Erga juga bebas bermain-main dengan banyak wanita. Ayla kembali ke ranjang. Dia masih teringat saat Erga memergoki dirinya tengah menelfon Alan. Apa Erga mendengar semuanya? Apa Erga tau kalo pacarnya yang menelfon? "Arghs!" Ayla mengacak rambutnya, dia menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya. TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD