"What if I'm in love with you?"

1738 Words
"Please..." Suaranya sangat lembut, mengelitik urat-urat di tubuhku. Aku bisa merasakan napasnya yang menghembus di wajahku, dari jaraknya yang hanya kurang sejengkal dariku, menghimpit tubuhku ke pintu ruang kerjanya, dengan cara paling sensual yang bisa kupikirkan. "Jangan pergi dulu," Leo mundur selangkah, memberikan jarak di antara kami. Baru saat itu aku bisa menghela napas yang tanpa sadar kutahan, entah sejak kapan. Tadi pagi, ketika aku terbangun di ranjangnya, aku berpikir semua ini adalah bermimpi. Hingga detik ini pun, aku masih tidak dapat mencerna semua ini. Aku terbangun seorang diri di kamar tidur Leo. Sebuah nampan berisi sarapan—s**u dan pancake—berada di nakas sebelah ranjang. Tidak ada yang janggal, kecuali secarik kertas bertuliskan: Nikmati sarapanmu dan temui aku di ruang kerja jika kau sudah selesai. Seseorang di kamar depan akan memberitahumu dimana letaknya. —Leo Seorang pria keluar dari pintu kamar tepat di depan pintu kamar Leo setelah aku mengetuk beberapa kali. Lelaki itu menuntunku menuju ruang kerja Leo. Dan sekarang, disinilah aku berada. Mematung di hadapan Leonardo Gavinsky. Kesulitan mencerna semua ucapannya. Mata hitamnya menatapku dalam, "Izinkan aku menjelaskan padamu sekali lagi." Ya. Aku membutuhkan itu, penjelasan. Jadi aku mengangguk. Leo menghebuskan napas lega sedetik setelahnya. Ekspresi tegangnya seketika digantikan dengan senyum. Senyum itu tipis sekali, tapi berhasil membuatku menahan napas. Ia menuntunku kembali duduk di meja kerjanya. Ruang kerja itu tidak terlalu besar—berbentuk persegi dengan dinding terbuat dari rak berisikan deretan buku, satu set meja di ujung ruangan dan lampu kristal raksasa tepat di pertengahan langit-langit. Namun bersama Leo, aku merasa sangat kecil. Leonardo Gavinsky tampak sangat agung dibaluti setelan jas, duduk di kursi kebesarannya. Aku di sisi lain hanya menggunakan kain yang terlalu pendek untuk bisa disebut baju. Dan pada momen itu, Leo membuatku malu menggunakan pakaian kebanggaanku sendiri. "Aku tidak bisa memiliki keturunan lagi." Sekali lagi, suaranya terdengar seperti petir yang menyambar di telingaku. "Aku didiagnosa mengidap tumor ganas dan satu-satunya cara untuk membuat tumor itu berhenti memakan hidupku adalah dengan menghilangkan hampir sebagian besar organ penting yang membuatku bisa memiliki keturuan. Tentu saja kecuali.... kau paham." katanya dengan ekspresi datar, "Tapi sebelum operasi pengangkatan itu, dokter mengambil satu sample terakhir dari spermaku," Aku bisa merasakan tanganku yang gemetar di atas meja. Aku hanya diam, terlalu shok untuk berkata-kata. Aku sungguh berharap pria ini bergurau, tapi ekpresinya tidak berubah sedikit pun. "Delilah," Leo meremas tanganku, membuyarkanku dari lamunan. Ia menatapku teduh, penuh permohonan. "Aku hanya ingin kau menjadi wadah bagi benih itu. Jika bayi itu lahir dan kau tidak ingin menjadi ibu, tidak masalah bagiku." Aku tidak tahu bagaimana dia bisa mengatakan hal itu dengan sangat mudah, bahkan otakku masih tidak bisa mengerti jalan pikirannya. "Leo," Aku berdeham, berusaha mencari suaraku, "Apa kau sadar dengan apa yang baru saja kau katakan? Ini kesempatan terakhirmu menjadi seorang ayah. Dan kau ingin p*****r yang baru kau kenal kurang dari 24 jam lalu menjadi ibunya?" Leo melepaskan tanganku. Jemarinya menyisir rambut hitamnya dengan gusar, "Kau butuh uang? Aku bisa memberimu uang." Leo mengusap wajahnya dengan kasar, lalu kembali bersandar, "Aku tidak peduli siapa dirimu dan apa pekerjaanmu. Siapa pun lebih baik daripada wanita itu." Orang bilang, tidak ada manusia yang terlahir sempurna. Aku selalu mengira perkataan itu tidak cocok untuk seorang Leonardo Gavinsky. Tapi ternyata aku salah. Leo memiliki kekurangan yang membuat setengah dirinya hilang. "Look," Leo meraih kembali tanganku, mencondongkan tubuhnya ke arahku. Tatapannya menatapku dengan frustasi, "Aku tidak bisa menjanjikan sebuah pernikahan seperti yang kau impikan. Tapi aku bisa menjamin, jika kau menerima tawaranku kau tidak akan pernah harus kembali ke jalanan itu lagi. Kau akan memiliki kehidupan yang sudah sepantasnya kau dapatkan." Aku tidak bisa mencerna keseluruhan ucapan Leo, otakku berhenti bekerja begitu ia menyebutkan sesuatu tentang pernikahan. "Hanya untuk satu tahun. Setelah bayi itu lahir, kau bebas menentukan jalanmu sendiri." Aku sudah memutuskan untuk tidak pernah memikirkan apa pun itu yang berhubungan dengan pernikahan sejak aku turun ke jalanan menjual tubuhku. Bermimpi pun aku tidak berani. Dan laki-laki ini, menawarkanku sebuah harapan yang sudah kukubur dalam-dalam? "Menikahimu?" Tenggorokkan tercekik, "Untuk satu tahun?" "Benar," Leo kemudian membuka map di atas mejanya, "Aku tidak ingin ada kesalahpahaman di antara kita. Aku ingin kau lebih menganggapnya seperti sebuah penawaran bisnis. Aku akan memberimu waktu untuk membaca kontrak kesepakatan ini." Ia menyerahkan map tersebut padaku. Untuk sesaat aku hanya diam, merutuki kekonyolanku yang telah berpikir seseorang seperti Leonardo Gavinsky akan menikahi gadis sepertiku, meski hanya setahun. Sadarlah, Delilah. Dia ingin berbisnis, bukan menikah. Beberapa menit kemudian, aku mulai menenggelamkan diriku memahami isi map tersebut. Sebuah dokumen, menjelaskan segala sesuatu dengan detail. Seperti kesepakatan bisnis sungguhan. Seolah mengejekku, jika khayalan konyol tentang pernahikahan itu hanya akan selamanya menjadi khayalan. "Pada dasarnya, pernikahan ini hanya akan mengikat namamu ke padaku—kau akan menyandang nama belakang Gavinsky selama satu tahun. Publik akan mengenalmu sebagai nyonya besar Gavinsky. Sehingga satu-satunya yang kuharapkan darimu jika kau berkenan untuk menyetujui kesepakatan ini adalah melepaskan pekerjaan lamamu dan kau akan bekerja di perusahaanku." Jelas Leo, merangkum sebagian besar isi dari dokumen itu. "Oh, dan satu hal, kau akan mendapatkan imbalan 1 juta dollar setelah kesepakatan ini berakhir." Aku diam, terlalu shok untuk berkata-kata. Tidak tahu bagian mana yang paling membuatku terkejut. Menikahi Leonardo Gavinsky atau 1 juta dollar yang setara dengan entah berapa tahun biaya hidupku. Tidak ada satu bagian pun dari kesepakatan ini yang merugikanku. Aku bisa mendapatkan kehidupan terhormat yang diam-diam kudambakan. Aku tidak akan lagi menjadi gadis yang selalu dipandang kotor. Tapi entah mengapa, sesuatu mengganjal di hatiku. "Bagaimana jika aku jatuh cinta padamu?" Sebelum aku sempat berpikir, kata-kata itu lolos begitu saja dari mulutku. Mataku melotot lebar. Bahkan Leo pun terbatuk mendengar ucapanku. "Apa yang membuatmu memikirkan hal itu?" "Atau jika kau yang jatuh cinta padaku?" Sebelum semakin mempermalukan diriku, aku cepat-cepat berkilah, "Aku tidak tahu, maksudku ini pernikahan. Kita akan menghabiskan setahun ke depan sebagai suami istri. Apapun bisa terjadi." "Aku meragukan ketakutanmu itu akan terjadi, Delilah." Leo tersenyum tipis, "Perasaanmu adalah hal terakhir kuinginkan. Aku tidak menuntutmu untuk menjalankan kewajiban sebagai seorang istri kepadaku. Selama kesepakatan ini berlangsung, kau memang akan tinggal di sini, bersamaku. Tapi hanya sebagai orang asing. Aku bahkan sama sekali tidak keberatan jika kau mulai berkencan dengan siapa pun yang kau mau—selama tidak berbahaya bagi janin yang kau kandung tentunnya. Tapi kau harus berhati-hati, hal terakhir yang kuinginkan adalah kecurigaan publik." Alih-alih senang, penjelasan Leo justru membuatku gelisah. Aku tidak ingin menjadi orang asing baginya, bagi pria yang memperlakukanku lebih terhormat dari laki-laki lain yang pernah bersamaku. Aku ingin mengenalnya, meski hanya sedikit. Aku ingin menjadi sesuatu baginya, sesuatu yang lebih bermakna dari hanya sekedar orang asing. Sesuatu sesederhana teman. Namun untuk melakukan kesepakatan ini, Leo tidak harus memilihku. Dia bisa memilih gadis mana saja yang ia inginkan. Memilih seseorang sepertiku sama seperti melakukan amal untuk gelandangan. Dan menikah karena kasihan lebih buruk dari pada menikah karena bisnis. "Leo," Aku memberanikan diriku menanyakan hal ini sekali lagi, "Kenapa harus aku?" Leo tidak langsung menjawab. Dia diam, pandangannya terkunci padaku. "Delilah, aku tidak mengasiahimu, jika itu yang kau pikirkan." Ucapnya, seolah bisa membaca pikiranku. "Aku tidak peduli apa pekerjaan dan status sosialmu." "Lalu kenapa?" Ia menunduk, sudut bibirnya bergetar karena menahan senyum. Lalu dia kembali mendongak, wajahnya berubah serius, "Aku akan mengatakan alasannya setelah kesepakan ini selesai. Tapi aku bersumpah, ini bukan berdasarkan rasa kasihan." "Delilah," Leo memotong ucapanku sebelum aku sempat menjawabnya. "Aku akan memberimu waktu untuk memikirkannya. Aku tahu ini semua pasti membingungkanmu. Namun aku ingin kau menyadari jika... you're safe with me." ... Leonardo Gavinsky memberiku waktu untuk berpikir. Seluruh benda di mension seperti tertawa akan kekonyolan ini. Bahkan gadis terhormat tidak butuh satu detik untuk menerima penawarannya. Lantas mengapa p*****r sepertiku berani membuat pria tehormat sepertinya menunggu? "Pria ini adalah Jayden Peterson. Dia akan mengantarkanmu hingga ke tempat tujuanmu." Kami bertiga—Aku, Leo dan pria yang bernama Jayden—berdiri di teras mansion Gavinsky, dengan sebuah Limosine hitam parkir di dekat kami. Jayden memiliki tubuh yang hampir sama tinggi dengan Leo. Berada di antara mereka membuatku tampak seperti kurcaci. Lelaki itu menggunakan setelah jas berwarna silver yang membungkus tubuhnya dengan sempurna. Meskipun dia agak lebih kurus dari Leo, namun segala hal di tubuhnya meneriaki kemewahan. Bahkan seorang supir di mansion ini terlihat sangat elegan. Jayden melontarkan senyum lembut ke arahku. Matanya tertutup sempurna ketika ia tersenyum. Satu senyuman yang manis. Ia berjalan ke arah pintu penumpang Limosine, dan membukanya. Mobil mewah yang bisa saja menjadi kendaraanku selama setahun ke depan alih-alih bus angkutan kota yang sempit dan panas. Aku baru akan masuk ke dalam mobil itu ketika sebuah tangan mencegat sikuku. Aku menoleh ke arah sumber suara. "Kau akan pergi tanpa uangmu?" Ujar Leo, ada nada geli pada suara beratnya. Ugh, benar. Leo dan aku mengabiskan satu malam bersama untuk 4000 dollar. Leo melepaskan jas hitam yang ia kenakan, meninggalkan kemeja berwarna senada yang membentuk tubuhnya dengan sangat sexy. Aku tidak bisa menyembunyikan mataku yang nyaris melotot keluar ketika Leonardo Gavinsky menyematkan jas hitamnya ke tubuhku. Jas itu sedikit terlalu besar untukku, tapi jantungku berhenti sedetik akibat perbuatannya. "Uangmu ada di saku jas ini." Ia menyatukan satu kancing di tengah jasnya, membalut setengah tubuhku yang nyaris telanjang, "Dan nomor telponku di saku sebelahnya, jika kau memutuskan untuk menerima tawaranku." "Leo," Aku menahan tangannya, "Kau yakin kau menginginkanku? Aku hanya—" "Delilah," Ia memotong sebelum aku sempat melanjutkan ucapanku. "Jayden menunggumu. Dia akan mengantarmu dengan selamat hingga ke tempatmu." Lalu jemarinya bergerak menangkup wajahku dan merapikan rambutku dengan lembut, "Aku sungguh ingin kau mempertimbangkan tawaranmu, okay? Namun jika kau memutuskan untuk menolaknya, aku berharap uang ini bisa memberimu kesempatan untuk... memulai hidup yang baru." Mataku terasa perih oleh sengatan yang membuat pandanganku buram oleh air mata. Hatiku hangat oleh perasaan yang tidak pernah kurasakan dalam hidupku. Tidak ada yang pernah memperlakukanku sebaik dia. Tidak ibuku, tidak ayahku. Tidak ada. "Aku setuju." Aku berbisik sangat pelan, tapi jantungku berdebar sangat cepat. Mata hitamnya memandangku dengan penuh tanda tanya. Jadi aku berbisik sekali, kali ini dengan sebuah senyum yang mengambang, "Aku setuju, Leo. Aku ingin menikah dan mengandung anakmu." Sedetik setelahnya, sudut bibir Leo tertarik membentuk senyuman paling manis yang pernah aku lihat. Aku tidak pernah berkhayal dilamar oleh seorang pria seumur hidupku. Jadi aku tidak pernah membayangkan reaksi seperti apa yang akan mereka berikan ketika aku menyetujuinya. "Terima kasih, Delilah." Namun Leonardo Gavinsky membalasku dengan sebuah uluran tangan. Menegaskan dengan jelas bahwa ini bukanlah pernikahan, ini hanya sebuah kesepakatan bisnis. A Pregnancy Contract.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD