“Apa lagi ini, Ayah?!” tanya Mahesa, bernada protes. Sorot matanya tajam, menantang. Kata-kata yang baru saja keluar dari mulut laki-laki berumur di hadapannya itu benar-benar membuat kesabarannya seolah sampai pada limitnya. “Masih kurang jelaskah kata-kataku, Hesa?” timpal sang mertua, dengan sorot mata yang sama kerasnya. Mahesa mengembuskan napas beratnya dengan kasar. Rahangnya mengeras. Gigi-gigi gerahamnya bahkan hingga saling bertumbukan. “Kenapa mesti ke Pengadilan Agama segala, Yah?” tanya Mahesa, kesal dan tak habis pikir. “Memangnya, orang yang mau bercerai harus ke mana kalau tidak ke sana?” Pak Dewo Bumi balik bertanya. “Ke Kantor Urusan Agama? Memangnya negara ini milikmu sendiri, sehingga kamu bisa milih-milih sesukamu sendiri?!” tandasnya. “Bukannya begitu, Yah!” san