Jatayu mengaduk dua cangkir kopi di hadapannya dengan benak yang dipenuhi tanya. Ia yakin, kemunculan Pak Dewo Bumi yang tiba-tiba di depan pintu rumahnya itu bukannya tak memiliki tujuan. Ia juga yakin, bahwa tujuannya pastilah bukan sekadar ingin tahu rumah yang beberapa bulan mendatang akan turut dihuni oleh Kinanti—putrinya—seperti yang ia katakan tadi. Setelah merasa cukup mengaduknya, Jatayu segera meletakkan dua cangkir kopi tersebut ke atas nampan dan membawanya kembali ke ruang tamu. Sepanjang jalan menuju ruang terdepan rumahnya itu, jantung Jatayu berdegup kencang. Semakin dekat dengan ruang tamu, semakin kencang. Jatayu menghentikan langkah, tepat di ambang pintu penghubung. Pandangannya tertuju pada Pak Dewo Bumi yang tengah berdiri membelakanginya, di dekat jendela besar. K