Pergi bersama.

2415 Words
  "Elina."   Elina mendongak dan langsung berdiri begitu melihat siapa orang yang baru saja memanggilnya. "Iya Bu, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya sopan.   "Ibu cuma mau minta tolong, tolong berikan undangan ini sama Pak Arjuna dan bilang sama Pak Arjuna kalau beliau wajib datang begitu pun dengan kamu." Bu Tyas menyerahkan sebuah undangan yang sangat mewah pada Elina.   Elina menerima undangan tersebut dan ternyata itu adalah sebuah undangan pernikahan, mungkin dari salah satu rekan bisnis Arjuna. "Baik Bu, akan saya berikan dan sampaikan pesan Ibu pada Bapak, tapi kenapa Ibu tidak memberikannya sendiri?"   "Ibu lagi buru-buru nih makanya minta tolong sama kamu, kamu tahu sendiri kan kalau Ibu yang masuk pasti Pak Arjuna bakalan nanya tentang banyak hal."   Elina terkekeh begitu mendengar keluhan Bu Tyas tentang Arjuna. "Ya sudah kalau begitu, biar Elina aja yang kasih "   "Ya sudah kalau begitu, Ibu pamit ya dan terima kasih Elina."   "Iya Ibu, sama-sama." Setelah melihat Bu Tyas pergi, Elina segera menuju ruangan Arjuna.   Elina mengetuk pintu ruangan Arjuna dan tak berselang lama kemudian, terdengar suara Arjuna yang mempersilahkannya untuk masuk.   "Ada apa Sayang? Kangen ya sama Mas?" Tanya Arjuna dengan penuh percaya diri.   "Enggak ih, siapa juga yang kangen sama Mas Juna, kita kan ketemu tiap hari."   "Kita enggak setiap hari ketemu Elina, karena di hari sabtu dan minggu kita enggak ngantor," ralat Arjuna.   "Iya, terserah Mas Juna deh." Lebih baik Elina tisak mendebat Arjuna karena apa yang Arjuna katakan memang benar adanya. Tanpa kata, Elina meletakan undangan yang ia bawa di meja Arjuna.   "Apa itu?" Tanya Arjuna dengan fokus yang masih tertuju pada layar laptopnya.   "Undangan pernikahan, mungkin dari salah satu kolega bisnis Mas."   "Boleh Mas minta tolong?"   "Boleh, mau minta tolong apa?"   "Tolong buka undangannya dan lihat siapa pengirimnya sekaligus di mana acara pernikahan tersebut di gelar."   "Ok." Elina kembali meraih undangan yang tadi ia letakan di meja Arjuna lalu membuka dan membaca isinya.   "Dari Pak Dhanu dan acara nikahannya di gelar di Bali."   "Bali?"   "Iya di Bali?"   "Kapan acaranya?"   "Besok."   Arjuna melirik Elina dengan sebelah alis terangkat. "Besok?" ulangnya mempertegas.   "Iya besok, besok malam lebih tepatnya."   "Masa sih?"   "Iya ih, kalau enggak percaya ya lihat aja sendiri." Elina memberikan undangan tersebut pada Arjuna dan Arjuna pun mulai membacanya dengan seksama.   "Kenapa dadakan banget sih ngasih undangannya," keluh Arjuna. "Siapa yang kasih undangan ini sama kamu?"   "Bu Tyas."   "Lah terus Bu Tyasnya kemana?"   "Pergi, gak tahu kemana."   "Pasti undangan ini udah lama ada di Bu Tyas tapi beliau lupa dan baru kasih undangan ini sekarang," gerutu Arjuna yang sontak saja membuat Elina tertawa.   Arjuna melirik Elina dengan raut wajah masam. "Kenapa tertawa, apa yang lucu?" tanyanya ketus.   "Pantas saja Bu Tyas enggak mau mengantar undangannya, pasti takut di marahin sama Mas Juna."   "Besok kalau ketemu pasti bakalan Mas marahin." Elina hanya terkekeh sementara Arjuna meraih gagang telepon untuk menghubungi orang kepercayaannya. Elina berniat keluar dari ruangan Arjuna tapi urung saat melihat Arjuna memintanya untuk tetap diam di tempat dengan isyarat mata.   "Tolongkan pesankan 3 tiket pesawat ke Bali untuk jadwal penerbangan nanti malam." Setelah selesai berbicara dengan orang kepercayaannya, Arjuna kembali menaruh gagang teleponnya.   "Mas, Elina harus ikut ya?" Sebenarnya tanpa harus bertanya pun Elina tahu kalau ia harus ikut pergi bersama dengan Arjuna ke Bali karena ternyata mereka bukan hanya akan menghadiri pesta pernikahan tapi juga bertemu beberapa klien penting di sana.   "Tentu saja, kamu kan sekretarisnya Mas, jadi kamu harus ikut mendampingi Mas. Kita seharusnya ke Bali hari senin karena hari selasa kita akan beetemu dengan salah satu investor di sana, tapi karena ada acara pernikahan ini hari sabtu malam minggu, kita akan berangkat malam ini juga dan menginap di Bali sampai hari rabu," jelas Arjuna panjang lebar.   "Tapi—"   "Biar nanti Mas yang minta ijin sama Bapak dan Ibu," sela Arjuna cepat. Arjuna tahu kalau Elina pasti akan menolak untuk ikut pergi bersamanya ke Bali meskipun sebenarnya Elina tidak bisa menolak karena Elina wajib untuk ikut pergi bersamanya.   "Masalahnya bukan itu Mas," erang Alina frustrasi.   Arjuna yang sejak tadi fokus pada laptopnya lantas melirik Elina yang kini terlihat kesal. "Terus apa masalahnya?" tanya Arjuna dengan lembut.   "Aku enggak mungkin ninggalin Abhimanyu sama Bapak Ibu Mas, apalagi besoknya hari libur dan sekolah juga libur sampai hari rabu." Di sekolah Abhimanyu sedang di adakan ujian kelulusan karena itulah kelas 1 sampai 5 di liburkan dan hanya kelas 6 yang tetap masuk seperti biasa.   "Ah aku lupa bilang kalau Abhimanyu juga aku ajak buat ikut."   Mata Elina membola dengan sempurna begitu mendengar ucapan Arjuna. Dengan cepat Elina melirik Arjuna yang kini sedang tersenyum manis padanya. Senyum yang mampu membuat wanita manapun yang melihatnya terpesona termasuk dirinya. "Ini bukan saatnya untuk terpesona pada senyum Mas Arjuna Elina," rutuk Elina dalam hati.   "Mas jangan bercanda deh, ini sama sekali enggak lucu," ujarnya dengan nada merajuk.   "Mas enggak bercanda Elina, Abhimanyu memang mau Mas ajak buat ikut dan kamu tidak bisa menolak karena tiketnya sudah Mas beli."   "Ya sudah tapi tiket untuk Abhimanyu biar Elina yang bayar ya Mas, enggak enak kalau Mas yang bayar, Abhimanyu kan bukan karyawan Mas Juna." Pilihan yang paling tepat memang membawa Abhimanyu serta ikut bersamanya ke Bali dari pada meninggalkannya dengan kedua orang tuanya.   Bukannya Elina tak percaya pada kedua orang tuanya tapi Elina tahu kalau kedua orang tuanya pasti akan sangat kesulitan dalam menjaga dan merawat Abhimanyu kalau dirinya tak ada. Abhimanyu termasuk anak yang sangat aktif dan suka sekali berlari kesana kemari dan kedua orang tuanya pasti akan kewalahan dalam menjaganya.   Intinya, Elina tidak mau merepotkan kedua orang tuanya jadi akan lebih baik kalau Abhimanyu ikut serya bersamanya, lagi pula kondisi Ibunya sedang tidak sehat dan Elina akan jauh merasa tenang kalau Abhimanyu ada bersamanya.   "Boleh, tapi jangan bayar pakai uang." Arjuna menaik turunkan alisnya, sengaja menggoda Elina yang kini menatapnya dengan raut wajah bingung.   "Lah, terus bayarnya pakai apa? Daun?"   Arjuna menunjuk bibirnya. "Pakai ciuman aja," jawabnya seraya mengedipkan sebelah matanya.   "Enggak mau!" Tolak Elina dengan tegas. "Ya sudah, Elina mau lanjut kerja ya Mas." Tanpa menunggu Arjuna merespon ucapannya, Elina segera beranjak dari hadapan Arjuna, melangkah menuju pintu. Elina tidak mau lama-lama di dalam ruang Arjuna karena pekerjaannya masih menumpuk.   Dengan cepat, Arjuna beranjak dari duduknya, mencekal pergelangan tangan Elina, membuat langkah Elina sontak terhenti. Elina berbalik menghadap Arjuna dan saat itulah Arjuna menarik Elina masuk dalam pelukannya, melingkarkan tangan kanannya pada pinggang Elina, mendekap Elina dengan sangat erat.   Elina tentu saja terkejut lebih terkejut lagi saat tangan kanan Arjuna menahan tengkuknya lalu bibir Arjuna menempel di bibirnya, bukan hanya sekedar menempel tapi Arjuna mulai memberikan lumatan-lumatan kecil di bibirnya.   "M-mas J-juna stop!" pinta Elina di sela lumatan yang terus Arjuna berikan.   Arjuna menghentikan aksinya, lalu melepas bibir Elina yang terasa manis dan juga lembut dari lumatannya. Arjuna mengerang, dalam hati terus mengumpat, merutuki dirinya sendiri yang hilang kendali. "Maaf, Mas khilaf," sesal Arjuna dengan mata terpejam. Arjuna menempelkan keningnya pada kening Elina yang juga sedang memejamkan matanya.   Elina menggleng. "Bukan sepenuhnya salah Mas Juna karena Elina juga menikmatinya," ujar Elina jujur apa adanya. Elina tidak munafik, ia memang sangat terbuai dengan sentuhan yang Arjuna lalukan dan Elina harap ini terakhir kalinya mereka lepas kendali.     "Nanti malam Mas jemput, sekarang pulanglah dan siapkan semua keperluan untuk menginap di Bali."   "Mas mau pulang jam berapa?"   "Nanti agak sorean, pekerjaan Mas masih menumpuk."   "Ya sudah biar Elina yang siapkan segela keperluan Mas untuk nanti di Bali, bolehkan?"   Arjuna tertegun begitu mendengar ucapan Elina. Tanpa sadar, kedua sudut bibirnya terangkat, membentuk sebuah lengkungan. "Boleh Sayang boleh banget," jawabnya antusias.   "Sandi apartemen Mas Juna masih sama?"   "Masih."   "Ya sudah, kalau begitu Elina pulang duluan ya."   "Iya dan hati-hati di jalan, jangan ngebut-ngebut ya bawa mobilnya."   "Iya Mas, Elina pulang ya." Tanpa Arjuna duga, Elina mengecup  sudut bibir Arjuna dan tentu saja hal itu membuat Arjuna terkejut.   Elina terkekeh gemas saat melihat raut wajah Arjuna yang tampak menggemaskan, setelah berhasil melepas tangan kekar Arjuna dari pinggangnya, Elina keluar dari ruangan Arjuna dan bersiap untuk pulang, meninggalkan Arjuna yang masih diam mematung di tempatnya.   Arjuna meraba sudut bibirnya yang baru saja Elina kecup dengan senyum yang kini terpatri di wajah tampannya. Ini kali pertama Elina berinisiatif untuk mengecupnya terlebih dahulu dan Arjuna tentu saja senang dan entah kenapa ia jadi bersemangat untuk kembali melanjutkan pekerjaannya, padahal tadi semangatnya sudah hampir padam.                                           ***   "Nak, besok malam luang kan? Kalau luang, bisa temani Bapak dan Ibu untuk menghadiri acara pernikahan salah satu teman Bapak?"   Kini Arjuna sudah berada di rumah kedua orang tuanya dan sedang menikmati makan malam bersama keluarganya.   "Kebetulan besok malam Juna ada acara di Bali Bu dan malam ini Arjuna mau berangkat ke Bali."   "Oh ya sudah kalau begitu, sampai kapan di Balinya?"   "Mungkin sampai hari selasa atau enggak rabu Bu, karena hari seninnya Juna mau bertemu dengan salah satu investor."   "Pagi, siang atau malam? Biar nanti Ibu minta Pak Eko buat jemput di bandara."   "Belum tahu Bu, nanti lihat kondisi ya." Agni mengangguk dan kembali fokus menikmati makan malamnya.   "Berangkat ke Balinya kapan?" Nugroho yang sejak tadi terdiam akhirnya bersuara.   "Malam ini Pak, habis makan malam Juna langsung berangkat."   "Sudah menyiapkan segala keperluannya?"   "Sudah Pak, semuanya ada di mobil."   "Juna, Kakak titip pie s**u ya," kali ini Sinta ikut bersuara.   "Aku juga mau Kak," timpal Bagas, adiknya yang paling kecil.   "Iya nanti Arjuna belikan ya Kak, De. kalau Ibu sama Bapak mau apa?" Arjuna mengalihkan pandangannya pada Nugroho dan Agni, menatap keduanya secara bergantian.   "Apa aja Nak yang penting enak."   "Ya sudah nanti Juna carikan oleh-oleh yang enak untuk Bapak sama Ibu."   Setelahnya tidak ada lagi obrolan yang terjadi karena mereka mulai menyantap makan malam dengan khusu. Setelah selesai menikmati makan malam bersama kedua orang tua dan juga Kakaknya serta adiknya, Arjuna lantas pamit undur diri, dan langsung menuju kediaman kedua orang tua Elina untuk menjemput Elina dan juga Abhimanyu.   Tak membutuhkan waktu lama bagi Arjuna untuk sampai di kediaman kedua orang tua Elina mengingat jalanan malam ini yang cukup lengang.   "Assalamualaikum." Dengan pelan, Arjuna mengetuk pintu kediaman kedua orang tua Elina dan tak berselang lama kemudian pintu di hadapannya terbuka.   "Waalaikumsalam Nak Juna, mari masuk." Indira mempersilahkan Arjuna memasuki rumahnya setelah Arjuna memberi salam jarak jauh pada Indira lalu mengikuti langkah Indira.   Arjuna menghampiri Indra yang sedang duduk di sofa dan menyalami Indra, lantas duduk di hadapan Indra begitu Indra mempersilahkannya untuk duduk. Sementara Indira pergi untuk memberi tahu Elina dan Abhimanyu kalau Arjuna sudah sampai.   "Tujuan Juna datang malam ini, Juna mau ijin ajak Elina dan Abhimanyu untuk pergi ke Bali Pak."   "Bapak ijinkan toh itu memang kewajiban Elina sebagai sekretaris Nak Juna tapi apa tidak apa-apa kalau Abhimanyu ikut?"   "Tidak apa-apa Pak."   "Yakin? Apa nanti tidak akan mengganggu pekerjaan Nak Juna dan Elina."   Arjuna lantas menggeleng. "Enggak akan Pak, Bapak tenang aja."   Indra menghela nafas dalam, kemudian menggangguk. "Bapak titip Elina dan Abhimanyu ya Nak, tolong jaga mereka dengan baik."   "Iya Pak, Insya Allah Juna akan menjaga keduanya dengan baik."   Tak berselang lama, Indira, Elina dan Abhimanyu datang membuat Indra dan Arjuna kompak berdiri.   "Kak, salam dulu sama Aki dan Nini."   Abhimanyu menuruti perintah Elina, menyalami tangan Indra dan Indira dengan tergesa-gesa dan belum sempat Elina mengoreksi salam Abhimanyu yang asal-asalan, anak itu sudah keluar dari ruang keluarga dan bisa Elina pastikan kalau Abhimanyu memasuki mobil Arjuna yang sudah terparkir di depan rumah orang tuanya.   Setelah Arjuna dan Elina pamit, mereka langsung menuju bandara dan untung saja jalanan tidak macet, jadi Arjuna, Elina dan Abhimanyu tidak sampai telat.   Kini Arjuna, Elina dan Abhimanyu sudah duduk di kursi ruang tunggu keberangkatan. Sejak tadi, Abhimanyu tak bisa diam dan ingin terus melihat pesawat dari jarak yang lebih dekat.   Sebenarnya ini bukan kali pertama Elina membawa Abhimanyu menaiki pesawat tapi sudah lama sejak terakhir kali Elina mengajak Abhimanyu naik pesawat, mungkin karena itulah Abhimanyu sangat antusias dan tidak sabar untuk segera menaiki pesawat.   "Bunda, Abhi mau duduk di dekat jendela ya."   "Iya, nanti Kak Abhi duduk dekat jendela." Bukan Elina yang menanggapi ucapan Abhimanyu tapi Arjuna.   "Kak Abhi senang?"   Dengan semangat Abhimanyu mengangguk. "Senang Bunda."   "Sabar ya Sayang, kita tunggu sebentar lagi sampai di panggil ya." Dengan lembut, Elina kembali menuntun agar Abhimanyu kembali duduk bersamanya dan Juga Arjuna, tapi Abhimanyu menolak dan ingin segera memasuki pesawat.   "Hari ini Abhimanyu sudah main ponsel?"   "Belum Mas, seharian ini dia belum main ponsel."   "Mas kasih pinjam ponsel Mas boleh?" Arjuna tidak akan memberikannya jika Elina melarangnya.   "Boleh, tapi cuma 15 menit aja ya enggak boleh lebih dari itu."   Abhimanyu mengangguk, tentu saja merasa senang mengingat ia sangat jarang sekali bermain ponsel.   "Minta ijin dulu sama Om Juna Kak." Seperti biasa, Elina selalu membiasakan Abhimanyu untuk meminta ijin terlebih dahulu jika ingin meminjam barang yang bukan miliknya.   "Om Juna, Abhi mau pinjam ponselnya boleh?"   "Boleh, tapi sampai jarum panjang di jam tangan Om Juna sampai angka 3 ya." Abhimanyu kembali mengangguk dan menerima ponsel yang Arjuna berikan.   "Sini, biar Om pangku." Dengan cepat, Arjuna membawa Abhimanyu duduk dalam pangkuannya.   "Mau main apa?"   "Youtube."   "Memang boleh lihat youtube?" Arjuna melirik Elina, meminta persetujuan.   "Boleh Mas."   "Ya sudah kalau boleh. Jadi, Abhimanyu mau nonton apa?"   "Mau lihat cara buat pesawat."Arjuna tersenyum dan membiarkan tangan lihai Abhimanyu mengetik di kolom pencarian tentang cara membuat pesawat.   Arjuna tidak mendiamkan Abhimanyu tapi ikut mengajak Abhimanyu untuk berbicara atau menanggapi ucapan Abhimanyu saat Abhimanyu menjelaskan berbagai macam rangka pesawat atau bentuk pesawat yang bermacam-macam.   Elina yang duduk di samping Arjuna terharu saat melihat kedekatan antara Arjuna dan Abhimanyu. Matanya bahkan tampak berkaca-kaca, tapi sebelum air matanya jatuh, Elina sudah terlebih dahulu menyekanya, ia tidak mau Arjuna melihatnya menangis.                                           ***     
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD