Hari Kelulusan.

1701 Words
Setelah tiga tahun Melati menempuh pendidikan tingkat SMA dan telah menjalani ujian akhir. Ini saatnya untuk mendengar pengumuman hasil kelulusan. Pagi ini Melati sudah bersiap-siap. Hari ini warung Bu Retna tutup sementara karena Bu Retna menjadi wali Melati untuk mengambil hasil kelulusan. Setelah bersiap-siap gadis ayu dengan perawakan langsing itu mematut bayangan dirinya di depan cermin. Pakaian putih abu-abu melekat pada tubuh langsingnya. Namun balutan hijab syar'i menjadi penutup lekuk tubuh Melati. Setelah itu, ia segera berjalan keluar dari kamarnya. "Sudah siap Nak?" Tanya Bu Retna yang juga terlihat cantik dengan gamis warna coklat dan hijab yang menutup rambutnya. "Sudah Bu." Mereka berdua berjalan keluar rumah bersama. Dengan mengendarai sepeda motornya sembari membonceng ibunya, mereka menuju sekolah. Undangan untuk para orang tua adalah pukul 8.30. Pukul 8.00 mereka berangkat dari rumah. Perjalanan yang memakan waktu lima belas menit mereka lalui dengan selamat. Masih ada waktu lima belas menit sebelum acara dimulai. Bu Retna mengambil tempat duduk di bagian tengah barisan kursi para wali murid. Setelah mengantar Bu Retna ke Aula pertemuan, Melati meninggalkan ibunya dan mencari Juwita, Sahabatnya. “Hai”. Sapanya pada Juwita. Juwita, sahabatnya semenjak sekolah dasar. Mereka tak terpisahkan. Dua belas tahun menempuh bangku pendidikan Mereka selalu bersama. Berbagi suka dan duka. Berbagi cerita. Gadis dengan perawakan tinggi dengan tulangan besar, gadis ceria satu-satunya sahabat Melati. “eh, hai. Sini duduk” jawabnya menepuk sebuah tempat duduk yang kosong di sebelahnya. “Ibumu sudah datang?” tanya Melati pada Juwita . “Mungkin sudah, aku juga nggak nyariin dari tadi. Terus ibumu?“ “Sudah tadi kami berangkat bareng. Kamu gimana sih kok ibunya dibiarin. Kalo hilang gimana?“ Ucap Melati menggodanya. Cuma dengan Juwita Melati bisa bersikap terbuka. “Ibuku kan bisa berangkat naik motor sendiri. Jadi nggak perlu khawatir.” “Kamu ini pagi-pagi sudah ngemil makanan mengandung micin. Nggak sehat loh." Dengan tiba-tiba raut wajah Juwita berubah sendu. Kemudian terdengar suara mewekan dari mulutnya. “aku lagi patah hati hu hu." Ucapnya lalu memasukkan keripik dalam mulutnya sambil mewek. “Patah hati kenapa?” tanya Melati penasaran. “Andre selingkuh. Dan kami putus. Huwa." Tangisnya sambil setengah berteriak. “Sshh." Melati mengusap punggungnya. “berarti nggak jodoh." Ucap Melati menenangkannya. “kamu kan gampang suka gampang lupa. Jadi tenang saja. Nggak usah sedih berlama-lama.” “Tapi ini aku sudah jatuh cinta beneran Mel.” jawabnya sambil mengusap air matanya. “Dari dulu kayanya kamu selalu bilang gitu. Tapi nyatanya dua hari saja kamu sudah lupa deh kalo sudah jatuh cinta." “Hihi. Pura-pura prihatin dikit kek. Nggak peka banget deh.” katanya nyengir sambil pura-pura merajuk. “Ah sudahlah. Dah nggak bisa prihatin lagi. Sudah hafal soalnya." Melati memalingkan tubuhnya. "Eh. Ngomong-ngomong kamu sudah jadi mendaftar kuliah di kota?” Melati mengganti topik pembicaraan. “Lagi di urus Bang Randi Mel. Kamu kan tau aku nggak lulus SBNMPTN kemarin. Maklum terlalu pinter jadi.“ jawabnya santai sambil nyengir kuda. “Nah kamu lulus tes SBNMPTN kenapa malah nggak lanjut kuliah saja Mel?“ “Aku kasihan sama ibu Ta. Selama ini ibu membiayai sekolah aku sama Rani saja sudah kesulitan. Aku nggak mau nambahin beban Ibu lagi untuk kuliah aku. Aku mau cari kerja saja Ta. Buat bantu ibu biayai Rani. Apalagi Rani juga mau masuk SMA. Dia butuh biaya banyak Ta. Biarlah nanti Rani saja yang kuliah." Juwita mengusap punggung Melati. “Terus kamu mau kerja apa Mel?“ “Dua minggu lalu Bik Mut kasih kabar. Kalo di tempatnya kerja lagi cari tambahan pekerja Ta." “Bik Mut, Bibimu yang kerja di Ibu Kota itu ya?” “Iya Ta." “Kerja jadi pembantu Mel?“ “Katanya ada lowongan jadi Babysitter.” “Kamu bisa momong Mel?” “Yah di coba dulu Ta. Kali aja bisa.” “Semoga kerasan ya Mel. Setelah sekian lama sama-sama kita bakal pisah Mel. Jangan kangen sama aku ya.“ Juwita menepuk bahu Melati. “Ish, ge er." Cibir gadis itu. “Sekali-sekali nggak papa kali Mel.” “Iya deh serah.” “Kapan kamu berangkat ke kota?” “Mungkin minggu depan Ta.” “Hu hu. Melati.” teriaknya memeluk tubuh kurus Melati. Saking kerasnya sampai anak lain menoleh ke arah mereka dan menatap aneh. “Ish Juwita malu tau diliatin yang lain.” Melati mencoba mendorong tubuh Juwita. Tapi justru Juwita semakin mengeratkan pelukannya. Dia memang sahabat yang cerewet. Walaupun berbanding terbalik dengan Melati. Bagai koin dengan dua sisi yang berbeda. Tapi mereka bisa saling melengkapi. “Sudah yuk nyusul ke Aula. Acara dah hampir di mulai.” Enggan jadi tontonan Melati menarik sahabatnya itu untuk pindah ke tempat acara. Acara pun di mulai. Di mulai dari sambutan kepala sekolah. Kemudian acara-acara berikutnya. Dan tiba saat pembacaan nama-nama siswa yang berprestasi yang masuk dalam sepuluh besar peringkat pertama. “Baiklah kita masuk ke acara yang paling di tunggu-tunggu para siswa.” Kata seorang guru yang bertugas membawakan acara. “Alhamdulillah dari seratus lima puluh siswa kelas dua belas semuanya bisa lulus.” Imbuhnya. “Alhamdulillah.” Dijawab bersamaan oleh para orang tua. “Dan saya akan membacakan sepuluh besar siswa yang berprestasi. Untuk tiga jurusan IPA, IPS dan Bahasa. Jurusan pertama yang akan kami bacakan adalah jurusan IPA. Untuk peringkat pertama dari sepuluh besar jurusan IPA diraih oleh anak kami MELATI MAUDYA PUTRI kelas dua belas IPA Satu. Selamat nak.” Ucap guru itu diiringi riuh tepuk tangan dari para orang tua. Melati melakukan sujud syukur. Bersyukur atas apa yang telah Allah berikan. Kemudian Melati diminta untuk maju ke podium depan untuk diberikan hadiah oleh kepala sekolah. *** Acara demi acara sudah terlewati. Banyak ucapan selamat yang Melati terima dari teman-teman dan guru-guru. Setelah acara selesai Melati dan ibunya kembali ke rumah. Mereka mampir ke pasar sebentar untuk berbelanja kebutuhan warung ibunya. Melati tidak ikut euforia merayakan kelulusan dengan teman-teman yang lain. Karena rasanya sayang baju sekolahnya masih layak untuk dipakai Rina lanjut ke jenjang SMA. Setelah menemani ibunya membeli perlengkapan warung Mereka melajukan motor untuk kembali ke rumah. Melati memarkir motor di teras rumah. Rumah sederhana peninggalan almarhum bapak. “Bibimu tadi malam nelpon ibu Mel. Katanya dua hari lagi kamu bisa siap-siap untuk berangkat ke Kota. Siapkan apa yang perlu di bawa." Ucap Bu Retna begitu Melati masuk ke dalam rumah. “Kok di majukan Bu?” “Soalnya kata bik Mut, tuannya mau ke Luar Negeri. Ada kerjaan. Jadi yang mau melamar disuruh datang paling lambat 4 hari.” “Iya Bu. Kalo gitu sisa dua hari Melati di rumah.” “Iya nak. Pesan ibu , Hati-hati dan jaga diri hidup di rantau. Jangan pulang membawa aib. Tetaplah jadi wanita yang bermartabat. Jangan menukar harga dirimu dengan apa pun nak." Ucapnya menasihati sambil mengusap puncak kepala putri sulungnya yang ditutupi kerudung. “iya bu. In shaa Allah pesan dari ibu akan selalu Melati ingat.” Jawabnya sambil tersenyum menatap ibunya. “Jangan lupa pamitan sama Kakung dan Utimu." “Iya Bu. Nanti malam in shaa Allah sambil main ke rumah Kakung." “Baiklah. Ibu mau nyiapin barang dagangan dulu." “Melati ganti dulu baru bantu ibu ya." Bu Retna tersenyum. Ia merasa bersyukur. Walaupun sang suami telah menghadap sang khalik namun ia mendapatkan anugerah anak yang penuh bakti padanya dan keluarga. *** Malam harinya Melati menuju rumah Kakungnya yang hanya berjarak lima puluh meter dari rumahnya. “Assalamualaikum”. Melati mengucap salam. “Wa alaikum salam”. Utinya yang menjawab. “Kakung di mana Uti?” Tanya Melati yang tidak melihat keberadaan Kakungnya. “Kakungmu lagi ke warung. Kamu sudah makan belum? Uti masak bunga turi kesukaanmu." “Wah beneran Uti? Ya udah Melati makan dulu ya." Gegas Melati ke arah dapur. Membuka tutup saji dan benar saja. Utinya memasak urap bunga turi kesukaannya. Melati mengambil piring dan makan dengan lahap. Selesai makan Kakungnya baru pulang dari warung. Membawa obat nyamuk dan beberapa perlengkapan ternak. “Loh di sini kamu?” Ucap Kakungnya begitu Melihat Melati. “Iya Kung." Melati hendak menyalami Kakungnya. "Tangan kakung kotor. Kakung cuci tangan dulu." Tolak Kakungnya. Melati mengangguk. Dengan segera, Kakung berjalan ke dapur untuk mencuci tangan. Usai mencuci tangan, Kakung segera menyusul ke ruang depan. Ia duduk di atas dipan bambu. Suasana asri yang masih terjaga. Mereka berbincang banyak hal sembari meminum teh melati buatan Uti. Cukup lama. Setelah itu Melati mengucapkan perihal tentang kedatangannya. “Anu Kung. Melati ke sini mau pamit." “Kamu mau ke mana?” “Dua hari lagi Melati mau ke Ibu Kota. Mau kerja bareng bik Mut." Ucapnya “Kerja apa?” Tanya Kakungnya. Beliau cukup kaget dengan Melati yang berpamitan tiba-tiba. “Jadi pengasuh Kung." “Kenapa kamu nggak Kuliah? Kakung dengar kamu dapat juara satu umum." “Kasian ibu Kung. Biar ibu ngurusin sekolah Rani aja. Aku mah gampang”. “Kan Kakung sudah tawarin mau bantu kuliah kamu." “Ibu nggak mau nyusahin Kakung." “Ibu mu memang dari dulu begitu. Terlalu mandiri." Ucap Uti. “Nggak papa Uti. Melati juga mau belajar untuk mandiri. Melati mau kerja dulu. Nanti kalo sudah punya tabungan in shaa Allah Melati kuliah." Melati tersenyum menghibur Uti dan Kakungnya. Supaya kedua orang tua itu tidak tersinggung. “Kamu itu sama aja dengan ibumu." Ucap Uti. Melati tersenyum. “Uti sama Kakung cukup doakan yang terbaik untuk Melati, ibu, sama Rani aja." Melati mengusap lembut tangan renta itu. “Kalau itu selalu dari dulu Mel. Lagian Kamu dan Rani itu cucu kami. Masa kami mau membantu sekolah kalian saja tidak boleh”. “Nggak apa Uti. Nanti kalau tabungan Melati untuk kuliah kurang. Melati bakal minta sama Uti yah”. Melati terus berusaha meyakinkan Utinya. “Terserah kamu saja lah. Yang penting kamu bisa jaga diri. Jangan membawa aib bagi keluarga." “In shaa Allah. Allah yang akan jagain Melati." Ucapnya menenangkan. “Ya udah. Sudah larut. Melati mau pulang dulu." Ucapnya berpamitan. “Kamu nggak menginap di sini?” “Tadi Melati nggak ngomong sama ibu. In shaa Allah besok Melati nginep di sini." “Ya sudah. Hati-hati." “Assalamualaikum." “Wa alaikum salam." Melati berjalan kaki untuk pulang menuju rumahnya. “Mel, lagi ngapain?” Sapa seorang pemuda yang lewat. Melati langsung menoleh saat mendengar sapaan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD