Bab Satu
Sasi memandang malas pada lalu lintas di depannya. Duduk sendirian ditemani segelas kopi yang masih utuh meski sudah tak panas lagi. Hari sudah menjelang malam karena Sasi memang berhenti di cafe tersebut sepulang dari kantor. Sengaja dia tidak langsung pulang kerumah demi menghindari pembicaraan yang sama setiap harinya. Apalagi kalau bukan urusan jodohnya. Sebenarnya Mamanya bukanlah tipikal ibu yang cerewet sebelumnya tapi semenjak umurnya menginjak angka tiga puluh tahun, mamanya mulai berubah menjadi rewel dan puncaknya setelah adiknya, Damar ingin segera menikahi kekasihnya Adjani.
Orang tuanya sudah menyuruh Sasi membawa pacarnya kerumah, tepatnya sejak pria terakhir yang jadi pacarnya resmi memutuskan hubungan dengannya. Orang tuanya berharap Sasi segera mendapatkan gantinya namun sudah hampir dua tahun berlalu Sasi belum juga memiliki seseorang yang bisa diakuinya sebagai pacar, apalagi calon suami.
Akhirnya alasan tersebut membuatnya harus menerima calon yang dipilihkan oleh orang tuanya. Pria yang dijodohkan dengannya tersebut bukanlah sosok yang asing baginya, bahkan teramat dikenalinya. Tentu saja dikenalnya dengan baik karena selain dia anak kenalan keluarganya, pria tersebut juga teman main adiknya sejak dulu. Ya, pria tersebut lebih muda dua tahun darinya! gila,kan? entah apa yang ada dalam benak kedua orang tuanya, pun begitu juga dengan Damar yang ikut menyetujui rencana tersebut. Jangan salahkan Sasi yang jadi menganggap Damar egois karena dengan mudahnya menyetujui rencana tersebut demi melancarkan rencananya sendiri. Dasar adik kurang ajar!
Meski tampak duduk tenang tapi sedari tadi kepala Sasi sangat sibuk dengan pikiran- pikiran buruknya sendiri. Tak henti- hentinya dia mengutuki Damar yang kali ini tidak berada dipihaknya. Biasanya adiknya itu selalu membelanya kala berselisih faham dengan Mama mereka yang sayangnya seringkali terjadi. Karakter Sasi yang sama keras kepalanya dengan Mamanya membuat mereka kerapkali bertengkar. Bukan bertengakar dalam artian kasar juga.
Berbagai macam penolakan sudah Sasi lontarkan, mulai dari perbedaan usia sampai kenyataan kalau Vincent yang masih memiliki seorang pacar. Meski tidak terlalu akrab dengan pacar Vincent yang bernama Stella tersebut tapi setidaknya Sasi pernah dua kali makan bareng dengan wanita tersebut. Hal tersebut bisa terjadi karena pertemuan mereka yang tak sengaja ditempat makan yang sama. Saat berpergian bersama Damar, Sasi mau tidak mau jadi sedikit berbasa basi dengan teman adiknya tersebut yang sering terlihat menggandeng pacarnya tersebut. Seingat Sasi mereka terlihat cukup serasi meski usia mereka terpaut cukup jauh karena usia Stella masih awal dua puluhan.
" Mereka udah putus sebelum kalian dijodohkan." begitu penjelasan Damar kala itu, yang tentu saja tidak dipercayai oleh Sasi. Dirinya sangat yakin perjodohan mereka yang jadi alasan Vincent mutusin hubungannya dengan Stella. Bocah tersebut pasti mendapatkan pengancaman sepertinya juga. Sasi sangat tahu kalau latar belakang keluarga mereka sangat mirip. Keluarga Vincent lebih kental etnis tionghoanya dibandingkan keluarga Sasi yang cuma Papanya saja. Papa Sasi menikahi Mamanya yang Jawa Tulen. Papanya dahulu masuk islam sebelum menikahi Mamanya,
berbeda dengan keluarga Vincent yang memang sudah memeluk islam dari nenek moyangnya. Sasi tidak mengetahui dengan jelas asal mula kedekatan keluarga mereka tapi sedikit banyak karena sama- sama berada dalam naungan perkumpulan agama yang sama. Meski tidak terlalu islami tapi keluarganya termasuk yang taat dalam menjalankan ibadah yang wajib.
Lamunan Sasi tiba - tiba terusik melihat kedatangan sosok yang amat dikenalnya dan jujur akhir - akhir ini cukup menyita perhatiannya.
Didepan sana Vincent sedang berjalan dengan tergesa masuk ke tempatnya berada. Dari penampilannya sepertinya Vincent juga baru pulang dari kantor.
Darimana dia tahu keberadaan Sasi. Tidak mungkinkan dia menguntitnya.
tapi...
Sasi jadi malu sendiri dengan pikirannya saat Vincent melewatinya begitu saja!
Ternyata Vincent bukan mau menemuinya tapi orang lain. Bocah itu bahkan melewatinya begitu saja. Apa dia memang tidak terlihat sama sekali?
Sasi ingin abai saja tapi kepalanya menolak dengan berputar sendiri mengikuti arah pergerakan Vincent yang berjalan ke bagian dalam cafe. Ruangan khusus ber ac tersebut sedikit terhalang oleh ornamen yang menempel pada kaca klasiknya. Meski masih menggunakan kaca bening tapi tetap saja tidak leluasa untuk menilik ke dalam sana.
Rasa penasaran Sasi memaksanya melihat lebih jelas dan seperti dugaannya, Vincent ternyata menemui Stella.
Sasi terdiam sejenak. Bimbang dengan apa yang harus dia lakukan. Antara menemuinya langsung dan berperan sebagai tunangan yang sedang memergoki pasangannya yang sedang selingkuh atau membiarkan saja dan menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk membatalkan rencana pernikahan mereka.
Dengan perlahan Sasi mengeluarkan ponselnya dan memotret keduanya.
Setelah yakin mendapatkan foto yang jelas, Sasipun kembali menyimpan ponselnya kedalam tas kerjanya. Dengan semangat baru, Sasipun pulang kerumah.
Tbc