Part 7- Hubungan Jarak Jauh

1049 Words
Setelah pertemuan dengan keluarga Yasna, Razan dan Yasna pun kembali ke Jakarta sebelum akhirnya Razan kembali ke Bandung, ke asramanya. Tak banyak waktu yang bisa mereka habiskan bersama.  Yasna pun tak masalah meski Razan sangat sibuk dengan kuliahnya. Gadis berambut panjang itu mengerti. Ia yang bekerja dengan dikelilingi para dokter serta tenaga medis lain pun sangat tahu kesibukan rekan kerjanya di rumah sakit. Sampai waktu yang mereka habiskan di rumah sakit jauh lebih banyak dibanding di rumah mereka sendiri. Tak heran jika masih kuliah saja Razan sudah sibuk seperti ini, apalagi jika sudah bekerja nanti.  Yang mengganggu pikiran Yasna hanya satu, akhir bulan nanti rencananya Razan akan mengajaknya menemui kedua orangtua pria itu di Bogor. Kebetulan mereka sudah pulang dari luar negri. Basic keluarga Razan memang hampir semua di dunia kesehatan. Ibunya seorang psikolog, ayahnya sendiri pengusaha di bidang Farmasi. Semuanya berpendidikan tinggi serta memiliki pekerjaan bagus. Bahkan ibunya Razan sering mengisi seminar-seminar, pasti wanita yang telah melahirkan Razan itu begitu pintar. Yasna jadi insecure sendiri. Ia yang hanya lulusan sarjana manajemen rasanya terlalu jauh dibandingkan keluarga Razan. Razan memang tak pernah mempermasalahkannya, tapi Yasna tetap saja merasa takut. Ia sering melihat cerita-cerita soal mertua yang tak menyukai menantunya lalu menjelek-jelekkan menantunya hingga anaknya terpengaruh. Ah! Bacaan seperti itu memang tak baik. Hanya merusak mental saja. "Mikirin apa sih, Yas? Pertemuan kemarin lancar kan?" tanya Ratna yang sedari tadi memperhatikan tatapan mata teman kerjanya itu yang tampak kosong. Ia juga tahu jika cuti yang Yasna ambil kemarin itu karena gadis itu akan ke Jogjakarta bersama calon suaminya. "Eh, lancar kok, Rat." Yasna kembali mengerjakan pekerjaannya meski sesekali ia menatap layar ponselnya yang tak ada notif apapun. Biasanya siang begini Razan akan mengiriminya pesan. Ia jadi takut jika Razan akhirnya mengubah pikirannya karena melihat kesederhanaan di keluarganya. "Alhamdulillah." "Gimana tanggapan keluarga kamu? Pasti mereka seneng dong dapet menantu kayak dokter Razan." Ratna menaik-naikkan alisnya dengan tatapan menggoda. Wajah Yasna bersemu merah. "Mereka seneng kok. Dokter Razan juga sangat sopan, mereka pikir pasti dokter Razan adalah calon suami yang baik." Bibir ranumnya mengulum senyum simpul yang manis. Senyum yang Razan sukai. "Iya bener sih. Pilihan dokter Farhan pokoknya nggak bakal salah deh. Kalo udah dia yang rekomendasiin pasti cowoknya baik-baik." "InsyaAllah. Doain aja ya, Rat." "Ya udah makan siang dulu yuk. Udah jam dua belas nih sekalian solat zuhur." Yasna melihat jam dinding di dalam ruangan kerjanya. Ternyata lama juga ia melamun dan bekerja sampai tak sadar jika waktu istirahat sudah tiba. Pantas saja ruangan ini sudah sepi. Hanya ada ia dan Ratna. "Ya udah yuk." Ia pun mengakhiri pekerjaannya dulu sejenak dan mengikuti Ratna keluar dari ruang kerja mereka menuju kantin rumah sakit khusus karyawan. Kantin sudah lumayan padat karena jam makan siang memang sudah dimulai sejak sepuluh menit yang lalu. Beruntung Yasna dan Ratna masih kebagian lauk yang enak-enak. Kali ini menu makanannya adalah ayam teriyaki, salad sayur, nasi dan egg roll. Makanan di rumah sakit memang selalu diusahakan yang sehat dan lezat agar kebutuhan para karyawannya terpenuhi dan diharapkan kesehatannya pun terjamin. Setiap enam bulan sekali bahkan diadakan medical check up untuk seluruh karyawan. Jadi jika terdapat keluhan akan segera ditangani oleh rumah sakit karena setiap karyawan diberikan asuransi kesehatan penuh. Usai makan siang, Yasna dan Ratna menunaikan kewajiban mereka di masjid rumah sakit sebelum kembali ke ruang kerja. Saat keluar dari masjid, Yasna bertemu dengan dokter Farhan yang kebetulan baru akan masuk ke masjid. Dokter senior itu tersenyum ke arah Yasna. "Wah! Yasna. Makin cantik aja, pantas si Razan langsung pilih kamu jadi calon istrinya," godanya yang sukses membuat wajah Yasna bersemu merah. "Ih! Apa sih dokter." "Tahu nih dokter. Inget umur dok, masih godain perawan aja," canda Ratna yang juga cukup dekat dengan dokter Farhan yang terkenal ramah itu. "Biasalah dok kalo anak gadis udah ketemu jodohnya, auranya makin terpancar." "Iya bener kamu, Rat. Siapin undangan yang banyak nanti, Yas. Karyawan di sini harus nyumbang banyak gitu di nikahan kamu," ujar dokter Farhan lagi. "Ah! Dokter mah. Lagian masih lama kok. Persiapan aja belum." Yasna tampak malu-malu karena memang ini pertama kalinya ia dekat dengan seorang pria dan bahkan akan langsung menikah. Bagi Yasna, semua ini terlalu tiba-tiba. Ia pikir tahap pernikahan itu dimulai dari pacaran dan saling mengenal satu sama lain. Tapi nyatanya ia tidak terlalu kenal dengan Razan akan tetapi ia merasa begitu dekat dengan pria itu meski baru beberapa kali bertemu.  "Halah. Gampang itu mah. Keluarga Razan pasti bisa mempersiapkannya dengan cepat. Kamu mah terima jadi aja." "Jangan gitu dong, dok. Nggak enak. Kan pernikahan ini antara aku dan Razan, masa hanya keluarga dia yang menyiapkannya. Nanti dikira aji mumpung lagi." Dokter Farhan dan Ratna langsung tertawa mendengar penuturan polos dari Yasna. "Razan memang tak salah pilih. Hebat kamu." "Ehh?" .................... Sore harinya ketika Yasna akan pulang ke kosannya, ada satu pesan masuk dari Razan. Pria itu mengatakan jika dia akan menemuinya akhir minggu ini, seperti biasa. Entah kenapa, akhir minggu jadi hari yang paling Yasna tunggu-tunggu. Tentu saja karena Razan akan menemuinya di hari itu. Sebelum kehadiran Razan, ia hanya menghabiskan akhir minggunya dengan istirahat atau pulang ke Jogjakarta itu pun satu atau tiga bulan sekali karena jarak Jakarta dan Jogjakarta yang cukup jauh dan memakan banyak waktu. Namun sekarang akhir minggunya akan terasa berbeda. "Ishh! Kok aku jadi kayak remaja labil gini sih." Yasna menepuk-nepuk pipinya yang memerah. Ia pun memutuskan untuk mampir ke cafe dan membeli kopi serta cake kesukaannya. Moodnya pasti akan semakin baik jika mengkonsumsi cake dan minuman favoritnya. Lagipula tak banyak yang bisa ia lakukan di kamar kosnya selain membaca n****+ dan memakan cemilan. Surga dunia, kan? Kali ini memang bukan cafe favorit Yasna yang gadis itu kunjungi. Namun untuk menu-menunya juga tak kalah nikmat. Ia pun memesan satu gelas besar tiramisu coffe dan cheesecake oreo. Tak lupa ia membeli soft cookies rasa matcha, rasa favorit Razan. Anggap saja sedang nyemil bareng suami.  "Semuanya jadi seratus sepuluh ribu, Kak," ucap kasir pria itu. Yasna menyerahkan uang pada kasir itu untuk membayar pesanannya dan mendapatkan paper bag berisi minuman dan makanan yang ia pesan. Gadis itu pun berbalik dan segera keluar dari cafe setelah mendapat uang kembalian. "Kak Yasna?" Sebuah suara membuat langkah kaki Yasna terhenti.  Yasna yang tadinya sedang menghirup aroma makanan favoritnya yang berada di dalam paper bag pun menoleh ke suara yang memanggilnya. "Afsa, ya?" 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD