"Ayo, ikut Kakak!" Ajak Doni, sambil menarik paksa pergelangan tangan Dita, sang adik.
"Kemana, Kak?" Tanya Dita sambil berjalan dengan terseok-seok, karena Doni menarik tangan Dita dengan kasarnya.
"Kamu harus membantu kakak, kak Doni butuh bantuan kamu!" Jawab Doni, tanpa menghentikan langkahnya. Dita yang tidak mengerti dengan maksud sang kakak, hanya mengikuti saja, takut sang kakak akan memarahi atau menyiksa dirinya seperti biasa. Dita langsung di paksa masuk kedalam taxi yang memang sudah sejak tadi menunggu di depan rumah Dita dan Doni.
"Jalan, Pak!" Titah Doni pada supir taxi, sambil menyodorkan sebuah kertas berisikan sebuah alamat. Taxi terus berjalan, membawa Dita dalam keadaan gelisah, hingga sampai di sebuah club malam yang begitu ramai. Taxi berhenti tidak jauh dari area club malam, membuat Dita yang melihatnya, langsung mengernyitkan dahinya bingung. Untuk apa kak Doni membawa dirinya ke tempat seperti ini, bukankah tadi sang kakak mengatakan butuh bantuan dirinya? Dita benar-benar bingung dengan situasi saat ini.
"Kak, ngapain ke tempat ini, Dita takut?" Tanya Dita yang memang takut. Dita bukan lagi anak polos, yang tidak mengenal dengan kata club malam. Dita memang mengenal kata klub malam dan bahkan mendengar seputar kisah di antara klub malam tersebut, hanya saja Dita sendiri tidak pernah mengalaminya atau mengetahui sendiri Seperti apa suasana klub malam tersebut.
"Kakak kalah taruhan dengan seseorang, kakak menawarkan sesuatu dengan menjadikan kekasih kakak, Tia sebagai taruhannya. Dan kakak kalah taruhan dari orang itu, tapi kakak enggan, kakak tidak rela menyerahkan Tia pada orang itu sebagai kekalahan kakak. Jadi Kakak butuh bantuan kamu untuk bertukar posisi dengan Tia, Dengan mengatakan pada orang itu bahwa orang yang dipertaruhkan itu adalah kamu, bukan Tia kekasih Kakak. Paham!" Ujar Doni dengan santainya, membuat mata Dita seketika terbelalak
"Tidak Kak, Dita tidak mau! "Tolak Dita dengan air mata yang sudah membanjiri seluruh wajahnya, serta tubuh yang sudah gemetar karena ketakutan. Dita sudah tahu atau sudah sering mendengar cerita dari teman-temannya, bagaimana orang-orang yang sering mendatangi sebuah klub malam itu adalah bagian dari p****************g, yang haus akan belaian seorang wanita. Dita tidak mau dirinya dijadikan korban dari kekalahan sang kakak, hingga dirinya nanti dijadikan bahan untuk dilecehkan oleh para p****************g. Membayangkan itu semua, Dita langsung bergidik ngeri, takut akan hal itu terjadi pada dirinya sendiri, setelah kakaknya berhasil menyerahkan dirinya pada p****************g tersebut. Doni Sendiri yang mendengar penolakan dari sang adik langsung dari mulutnya, dengan segera mencengkeram dagu Dita dengan keras, hingga Dita tidak mampu untuk mengucapkan sepatah kata pun, agar sang kakak melepaskan tangannya dari dagunya.
"Tidak bisakah kamu tidak membantah sama perintah kakak! Apa sangat sulit untuk memenuhi keinginan Kakak, tanpa harus ada drama penolakan? "Ujar Doni dengan sorot mata merah, karena emosi.
"Tapi Dita tidak mau, Kak! "Ujar Dita lagi, setelah Doni melepaskan tangannya dari dagu Dita.
"Kamu harus mau! "Bentak Doni sambil menarik pergelangan tangan Dita lagi, untuk masuk ke dalam klub malam tersebut. Dita dibawah paksa untuk menerobos masuk melewati kerumunan banyak orang yang tengah asyik berjoget dengan hebohnya, tanpa terlihat ada beban pada mereka, hingga Doni berhasil membawa Dita ke ruangan VIP.
Brak
"Gadis ini yang mau kau serahkan kepadaku? "Tanya seorang pria dewasa, usianya sekitar 40-an tahun. Dita yang mendengar suara pria yang sangat dewasa langsung mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa pria tersebut.
Deg
Dita terkejut melihat pria dewasa itu pria yang rambutnya sudah sedikit banyak ditumbuhi rambut warna putih, serta perut yang sedikit buncit, dengan warna kulit yang sedikit gelap.
"Tidak, Kak! Dita tidak mau!" Teriak Dita keras, dengan posisi yang sudah berdiri tepat di belakang tubuh Doni. Dita benar-benar ketakutan, takut pria yang sudah berkepala 4 itu akan menjadikan dirinya istri ke 3, atau bahkan bisa saja istri ke 4.
"Kamu harus mau!" Ujar Doni, sambil mencengkram kuat lengan Dita, membuat Dita menangis karena merasa sakit akibat cengkraman kuat dari Doni.
"Kakak tidak rela Tia diserahkan sama pria buncit itu, Tapi Kakak rela menyerahkan aku sama pria buncit itu! Memangnya menurut Kakak lebih penting mana aku dengan Kak Tia?" Tanya Dita tidak percaya dengan keputusan kakaknya, yang memilih menyerahkan dirinya, dan mempertahankan atau menyelamatkan Tia, sebagai kekasihnya, dari kekalahan dalam taruhan. Doni yang takut lawannya berubah pikiran, dan menolak Dita sebagai pengganti Tia, langsung mendorong tubuh Dita hingga jatuh dan berada di depan lawannya, Pak Adi.
"Bangunlah, Nona. Kakak anda sudah menyerahkan anda sepenuhnya terhadap saya, jadi anda tidak memiliki kesempatan untuk tetap bersama dengan kakak Anda." Ujar Pak Adi datar, namun tidak membuat Dita merasa takut, dan menerima begitu saja keputusan kakak nya.
"Saya tidak mau Pak, tolong lepaskan saya! Urusan Bapak itu sama kakak saya, jadi tolong jangan libatkan saya dalam pertaruhan kalian!" Ujar Dita dengan suara teriakannya, membuat Doni dengan segera melangkah keluar, meninggalkan tempat VIP itu, agar Pak Adi tidak memiliki kesempatan untuk membatalkan kesepakatan nya.
"Tidak! Kakak, Kak Doni!" Teriak Dita histeris, takut dengan kejadian selanjutnya, saat sang kakak sudah tidak bersama dengan dirinya. Pak Adi segera mengambil ponselnya, dan menghubungi seseorang, untuk segera datang.
"Segera!" Ujar Pak Adi tegas, singkat dan padat, lalu kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya, sambil memandang sedih pada Dita.
"Siapa namamu? "Tanya Pak Adi, sambil memandang Dita, tanpa menyuruh agar Dita duduk di sofa yang sudah disediakan di ruangan tersebut.
"Bening Anindita. Itu nama saya Pak. Tolong lepaskan saya Pak, Saya berjanji dan saya bersumpah akan menanggung atau membayar semua kerugian yang merugikan Bapak, asal bapak bisa memberikan beberapa waktu terhadap saya, dan mengeluarkan Saya dari tempat ini dengan sukarela! "Ujar Dita menawar, agar Pak Adi bisa membebaskan dirinya, tanpa perlu melakukan sebuah rencana agar dirinya bisa terbebas dari Pak Adi tersebut.
"Nama yang cantik. Nama yang sesuai dengan wajah cantikmu, dan juga polos. Tapi maaf Nona, kesepakatan sudah menjadi kesepakatan yang sah. Jadi sekalipun Anda memohon, atau membayar denda sebesar apapun kami tidak akan membatalkan kesepakatan ini titik jadi berhentilah memohon agar Saya melepaskan Nona, karena sampai kapanpun, Nona tidak akan bisa saya lepaskan." Ujar Pak Adi sambil tersenyum remeh, serta memandang rendah pada Dita.
"Saya mohon Pak, saya mohon lepaskan saya, dan saya akan melakukan apapun yang Bapak perintahkan, agar saya bisa dilepaskan dan dikeluarkan dari tempat ini." Ujar Dita tidak putus asa
"Boleh. Dengan satu syarat!" Ujar Pak Adi, yang berhasil menerbitkan sedikit senyuman di wajah Dita.
"Apa Pak, syaratnya?"