Darius kesal setengah mati. Dia menyadari kalau dia sudah masuk jebakan keponakan bandelnya. Selain harus mengurus keponakannya selama di Inggris, nanti dia juga harus mengantarkan anak ini pulang tanpa cacat sedikitpun, atau dirinya akan habis oleh ibunya. Dan sekarang dia harus tahu apa yang sebenarnya membuat anak itu memaksa tetap disini.
“Apa yang kau inginkan Morin?” tanyanya. Matanya menyipit curiga menatap keponakannya.
“Melihat kampus tempat aku kuliah. Kan barusan Morin sudah bilang” jawab Morin polos sembari mengerjapkan bulu matanya. Padahal dalam hatinya sudah deg deg-an melihat cara Darius melihatnya.
“Yang sebenarnya Morin?” kalimat itu lebih mirip tuduhan daripada pertanyaan.
“Tentu saja sebenarnya” Jantungnya sudah seperti mau copot melihat ekspresi dingin Darius.
“Aku tahu ada yang kau rencanakan” sekarang suaranya-pun sedingin cuaca di luar.
“Kan sudah aku bilang tadi om” Morin gelisah, dia melarikan tatapan matanya ke jendela, tidak berani menatap Darius lagi. Dia takut rencananya ketahuan. Otaknya berputar cepat, dia harus mencari alasan bagus lainnya. Inilah jika omnya tiba tiba muncul, kan kurang persiapan. Dia berpura pura menikmati kuenya, boro boro bisa merasakan enaknya kue itu lagi. Dia mau segera kabur dari interogasi Darius ini.
“Morin” terdengar nada peringatan dalam suara kutub itu.
“Aku ada tugas” kata Morin pelan masih sambil menunduk melihat kuenya. Ya sudahlah, lanjut saja terus. Kamu pasti bisa Morin.
“Tugas apa?” Darius menyipitkan matanya menatap curiga pada Morin.
“Untuk mengisi acara perpisahan di sekolah. Aku ikut kelas drama, jadi kami akan melakukan pertunjukkan” Morin sedikit melirik ke arah Darius.
“Di Inggris?” tanya Darius. Sekolah Morin adalah sekolah kaum hedon, jadi tidak ada yang tidak mungkin jika warganya berkeinginan, seaneh apapun itu. Merayakan perpisahan sekolah ke Inggris bukan hal yang sulit bagi sekolah itu.
“Tidak. Tentu saja pertunjukkannya di Jakarta. Tapi..” Morin melirik Darius malu malu dan Darius mulai merasa masalah akan datang. Morin dan malu malu itu tidak pernah bisa disandingkan bersama.
“Tapi apa?”
“Morin mendapat peran sebagai sugar baby” kata Morin masih dengan nada malu malunya. Darius terbelalak, sekarang dia tau kenapa anak itu dari kemarin bilang ke semua orang kalau dia adalah sugar babynya.
“Kamu mau bermain peran dengan menjadikanku sugar daddymu?” dia merasa pasti ada sekrup yang lepas di otak anak ini.
“Iya om. Kan kalau dengan papa tidak mungkin, ga bisa dapet feelnya. Trus kalau nanti ternyata papa kegoda gimana? Begitu juga dengan Om Darren. Morin kan tidak mau merusak rumah tangga orang kesayangan Morin”
“Begitu banyak orang di Jakarta tapi kamu malah milih ke Inggris?” tanya Darius tidak percaya.
“Kan sudah Morin bilang. Kalau Morin latihan dengan orang lain terus mereka malah beneran cinta sama Morin kan jadinya ribet, bisa rusuh rumah tangga om om di Jakarta. Morin ini kan cantik, pintar, sexy, kaya, baik hati dan tidak sombong, nanti kedip kedip dikit sudah bisa bikin orang kelepek kelepek. Lagipula kan Morin memang mau melihat lihat kampus X”
Darius sudah seperti ikan dikeluarkan dari air, megap megap. Mau ngomong tapi suara ga bisa keluar. Pedenya anak ini setingkat dewa. Tidak ada wanita manapun yang akan bicara seperti ini padanya, selain Morin tentunya. Hanya anak ini yang bisa membuat dirinya tidak bisa membalas perkataannya.
“Nah, kalau Om Darius kan single. Jadi gapapa dong kalau sampai jatuh cinta sama Morin. Ga ada yang bakal marah.” lanjut Morin manis. Itulah yang akan terjadi om. Amin...
“Aku tidak mau!” jawab Darius kaku yang membuat Morin cemberut. Pembicaraan mereka terhenti saat seorang pelayan mengantarkan bill, Darius langsung memberikan kartu kreditnya.
“Maaf ya bapak dan Ibu, restaurant akan segera tutup dan dibuka kembali jam lima.” kata pelayan itu. Yang membuat Morin teringat dengan si koki ganteng. Dan otak cemerlangnya kembali memberikan ide.
“Dimana Mr. Diego Marazzi?” tanyanya pada sang pelayan.
“Mr. Diego masih di dapur miss” jawab pelayan itu.
“Hm, kalau begitu bisakah kamu memanggilkan dia?” tanyanya lagi.
“Untuk apa kamu mencari Diego?” Darius yang menjawab pertanyaan Morin.
“Mungkin dia mau menjadi sugar daddyku” jawab Morin sembari menyunggingkan senyum penuh percaya dirinya yang membuat Darius memelototinya dengan tatapan sedingin es. Morin mengabaikan tatapan itu saat terdengar suara disebelahnya.
“Kamu mencariku bella?” Diego Marazzi sudah berada di samping meja mereka sekarang. Pria itu mengangguk pada Darius memberi salam. Ternyata sang pelayan benar benar memanggilkan pria itu.
“Ah, bello.. Aku ingin meminta bantuanmu” kata Morin dengan dramatis. Dia mengerjapkan bulu mata lentiknya. Mata pria itu berbinar mendengar panggilan Morin.
*bello adalah panggilan untuk pria tampan.
“Apapun untukmu bella” jawabnya semanis gula ditambah dengan senyum mempesonanya yang membuat orang yang melihatnya bisa diabetes. Mereka mngacuhkan Darius yang bola matanya hampir keluar karena melihat adegan bak drama romantis di depannya.
“Aku mau..” Morin baru mulai bicara.
“Ayo kita kembali ke atas.” Darius memotong kalimat Morin. Dia langsung berdiri dari duduknya.
“Lah, om tidak mau membantuku. Ya aku harus mencari orang yang mau membantuku dong. Sepertinya Signore Diego akan bersedia membantuku.” kata Morin dengan tatapan teraniaya yang diarahkan pada Diego.
“Tentu saja bella, tidak mungkin aku membiarkanmu berada dalam kesulitan” jawab pria itu sembari mengangkat jemari Morin dan menciumnya. Ini benar benar seperti adegan drama roman picisan.
“Diego. Jangan merayu keponakanku” Darius memelototi pria itu.
“Dia keponakanmu?” Diego menatap Darius kaget, dia melepaskan jemari Morin yang membuat gadis itu cemberut karena takut rencananya gagal.
“Wow. keponakanmu sangat cantik. Mengapa kau tidak pernah mengatakan kalau memiliki keponakan secantik ini?” lanjut Diego memandang Morin penuh kekaguman. Dia adalah pria yang sangat menghargai kecantikan wanita.
“Supaya bisa kau rayu seperti sekarang?” ketus Darius.
“Darius Hartadi yang terhormat, wanita cantik itu harus dipuja dan dihargai kecantikannya. Makanya kau carilah wanita yang bisa kau puja setiap hari. Aduh.. bella apa yang kau lakukan?” Morin menatapnya sinis, dia baru saja menendang kaki pria itu. Enak saja nyuruh omnya nyari wanita lain. Hanya dia wanita yang boleh dipuja oleh Darius.
“Mengapa kamu marah bella?” tanya pria itu melihat wajah Morin yang cemberut.
“Om Darius tidak mau membantuku. Dan kamu bilang kamu mau membantuku. Jadi aku mau..” suara Morin sudah merengek sekarang.
“Baiklah. Aku setuju anak nakal. Ayo kembali ke atas. Aku kembali dulu Diego” jawab Darius kesal seraya memotong kalimat Morin, yang membuat gadis itu seketika tersenyum lebar. Pria itu langsung beranjak dari tempatnya. Lebih baik segera pergi sebelum keponakannya bikin ulah lagi.
“Oh.. i love you full om” Morin bangkit dari duduknya dan langsung menggandeng tangan Darius. Tidak lupa dia melambaikan tangan untuk pamit pada Diego dan memberikan kiss bye.
“Bye bello..” pamitnya dengan tawa lebar.
“Bye bella, semoga kita bertemu lagi”
Diego memperhatikan kedua orang itu yang sekarang berjalan keluar dari restorannya. Dia tidak mungkin tidak mengerti arti tatapan Morin pada Darius, karena tatapan itulah yang sering diberikan para wanita padanya. Dia tidak yakin pria kaku seperti Darius mengerti maksud gadis itu. Dari yang dia lihat, Darius memperlakukan gadis itu memang seperti keponakannya.
Tanpa sadar Diego tersenyum. Dia pernah bertemu wanita seperti Morin, wanita keras kepala yang tidak memiliki kata menyerah dalam kamusnya. Dia sangat penasaran dengan kelanjutan hubungan kedua orang itu. Sepertinya hari harinya yang membosankan sekarang akan menjadi cukup menarik.
Sekarang untuk pertama kalinya dia melihat Darius tidak marah saat ada wanita yang menggandengnya, walaupun itu keponakannya. Karena gadis itu sudah bukan anak anak lagi walaupun sepertinya Darius masih menganggapnya seperti itu. Dia penasaran sejauh mana gadis cantik itu akan berusaha.
****