BAB 1: WAKTUNYA TELAH TIBA

1149 Words
Satu bulan sebelumnya... Di pagi hari yang tenang di kediaman Donny. Terdengar suara berisik dari lantai dua. Suara pintu dibanting dan derap langkah orang berlari menuruni tangga disertai teriakan tap tap tap “Papa!” “Mama!” Donny yang sedang duduk sambil menyesap kopi di kursi meja makan langsung meletakan kopinya. Dari teriakan Morin, dia tau sebentar lagi putrinya akan menghambur padanya. Betul saja tidak sampai tiga puluh detik kemudian, anak gadisnya itu sudah melompat ke pangkuannya dan memeluknya erat. Kapan anak gadisnya ini menjadi dewasa? pikir Donny. “Aku lulus papa! Aku diterima di universitas X di Inggris!” pekik gadis itu semangat. Tentu saja hal itu juga membuat Donny bahagia. Anak itu belajar tanpa henti selama tiga bulan agar bisa lulus tes masuk universitas X. Dan sekarang gadis itu menuai hasilnya. “Papa tau kamu pasti lulus sayang. Apa yang kamu mau sebagai hadiahnya?” tanya Donny sambil membelai rambut putri sulungnya. “Aku mau ke Inggris papa. Di email dilampirkan undangan untuk melihat lihat kampusnya” jawab Morin. “Tapi papa belum ada rencana ke Inggris lagi Morin.” jawab Donny sedih. Pekerjaannya sedang banyak di Indonesia sekarang. Dia belum bisa kalau harus menemani Morin ke Inggris dalam waktu dekat ini. Sedangkan istrinya masih sibuk mengurus kedua anak mereka yang masih kecil. “Kan ada Om Darius disana” kata Morin dengan senyumnya yang terlalu polos. Yang tentu saja membuat Donny waspada. “Apa yang kamu rencanakan Morin?” mata Donny menyipit curiga. “Apa maksud papa? Morin kan mau melihat kampus tempat Morin kuliah nanti.” Morin masih menunjukkan wajah polosnya. Aduh, papanya ini terlalu jeli! “Papa tau arti senyum kamu itu Morin. Kamu pasti merencanakan sesuatu. Katakan atau kamu tidak akan mendapatkan ijin” kata Donny tegas. Mengurus anak ini dari umur delapan tahun dan kerap kali membereskan berbagai masalah yang ditimbulkan oleh otak ajaib putrinya yang terlalu pintar ini tentu saja membuatnya mengenali ekspresi wajah anaknya saat akan berulah. “Hehe.. Morin tidak mau berulah koq papa. peace” anak itu mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya. Yang dijawab Donny dengan tatapan skeptis. Tiap kali juga Morin mengatakan hal itu, dan selalu juga dia harus menyelesaikan masalahnya. “Katakan atau tidak ada ijin sampai tahun depan waktunya kamu masuk kuliah.” jawaban yang membuat Morin mengerucutkan bibirnya kesal. “Aish papa ini. Morin kan cuma mau menghabiskan waktu bersama Om Darius. Dengan tinggal bersama om Darius jadi Morin bisa modus supaya cepat dinikahin. Maret depan kan usia Morin sudah delapan belas. Jadi sudah bisa menikah” kata Morin. Jawaban yang seperti biasa selalu membuat Donny tidak habis pikir. Jangan pernah mencoba menyelami pola pikir Morin, karena pasti bukan orang normal yang bisa. Donny tidak menyangka kalau Morin masih terobsesi dengan kak Darius. Dulu dia berpikir kalau obsesinya telah hilang saat kak Darius menolaknya tiga tahun lalu. Karena sejak saat itu, Morin tidak pernah menanyakan kabar kak Darius lagi. Bahkan saat ibunya mau ke Inggris untuk mengunjugi kak Darius saja, anak itu tidak mau ikut lagi. “Bukankah kamu sudah tidak terobsesi lagi dengan kak Darius?” tanya Donny. “Bukan obsesi papa, ini cinta! C I N T A” Morin menjelaskan dengan mengeja kata katanya, seperti takut papanya tidak mengerti. “Kamu sudah tidak pernah mencari kak Darius lagi sejak tiga tahun lalu” kata Donny, mengabaikan tingkah anak gadisnya yang masih seperti anak SD. “Karena aku masih bocah saat itu. Aku bisa apa saat dia mengatakan aku anak anak? Memang kenyataannya aku masih anak anak. Tapi sekarang aku sudah tujuh belas tahun. Tidak sampai lima bulan lagi aku sudah delapan belas tahun, sudah bukan anak anak dan remaja lagi. Aku wanita dewasa. Jadi sudah waktunya dia melihatku.” kata Morin sombong, dia mengangkat dagunya. Sepertinya sekarang juga masih bocah, pikir Donny. “Kamu serius Morin? Kamu mau mengejar kak Darius hingga dia menikahimu?” tanya Donny memastikan, karena dia tahu Morin tidak pernah bercanda jika menyangkut kak Darius. “Tentu saja papa. Perjuanganku tiga tahun ini tidak boleh sia sia. Seorang Morin selalu mendapatkan apa yang dia inginkan!” jawab Morin berapi api. Melihat semangat Morin, akhirnya Donny luluh juga. Tidak luluh pun anak itu akan punya 1000 cara membuatnya mengijinkannya. Jadi untuk apa dia menyusahkan diri sendiri? seperti belum banyak saja masalahnya sekarang. Selama keinginan Morin bukan sesuatu yang buruk, biasa dia akan mengijinkan. Anak itu sudah tahu batasannya sendiri. Donny menatap Morin seraya berpikir, anak gadisnya ini memang sekarang sangat cantik. Dia mewarisi kecantikan Mariska, hanya sikap dan perilakunya tidak kalem seperti Mariska. Dengan kepercayaan dirinya yang setingkat dewa, sebenarnya menjadi daya tariknya sendiri. Di usianya yang baru tujuh belas tahun saja sudah membuat Donny harus menolak lebih dari sepuluh lamaran pernikahan dari kolega bisnisnya. Yang dia yakin, minimal setengah dari mereka memang menginginkan Morin, bukan hanya untuk keuntungan bisnis semata. Lagipula dia juga tidak ingin kakaknya itu melajang seumur hidupnya. Siapa yang akan menemaninya disaat dia tua nanti? Yang akan berbagi suka duka kehidupan. Sekarang saja dia bosan sekali melihat hidup Darius yang sangat monoton, kerja doang isinya. Mau lihat Darius bersama wanita? tunggu Morin berhasil. Jika Morin saja tidak bisa, dia yakin kakaknya akan melajang seumur hidup. Mungkin Morin dan segala keunikannya ini bisa memecahkan dinding tak kasat mata yang dibangun Darius. Kecantikan dan tubuh indah Morin adalah paket komplit yang sulit ditolak pria normal manapun, yang setahunya sampai sekarang kakaknya masih normal. Belum lagi dengan kepintarannya yang memang diatas rata rata serta segala kelicikan dan akal bulusnya, belum tentu kakaknya itu bisa lepas dari jerat Morin. Sekarang sudah tidak ada batasan yang membuat Morin tidak bisa melancarkan aksinya karena memang sebentar lagi usianya sudah cukup untuk menikah. Biasanya jika Morin sudah bertekad, dia akan mengerahkan segala upaya dan tipu dayanya. Dan sepertinya semesta seakan ikut berkonspirasi, mungkin ibunya di atas sana yang selalu membantunya. Seperti saat membuat dirinya berhasil menikahi istrinya. Monika benar benar tidak berkutik selain menyetujui lamarannya dan menikah saat itu juga. Hal yang membuatnya berterima kasih pada otak licik anak itu. Padahal saat itu usianya baru sebelas tahun, apalagi sekarang? “Baiklah, papa tidak akan melarangmu. Papa juga tidak mau kak Darius melajang seumur hidup” kata Donny. “Yeay!!! Papa yang terbaik!” Morin kembali memeluk ayahnya. “Tapi papa benar benar tidak ada waktu untuk menemanimu ke Inggris sampai tiga bulan kedepan” kata Donny lagi. “Tidak masalah papa. Bulan depan Jisoo ada rencana ke Inggris untuk menemani Om Gavin mengurus perusahaannya disana. Morin bisa ikut mereka” jawab Morin cepat. “Kamu sudah memperhitungkan semua ini ya?” Donny menyipitkan matanya, menatap putrinya yang sekarang memasang cengiran tak berdosa. “Rencana harus dibuat sematang mungkin agar mengurangi resiko terjadinya kegagalan dikemudian hari papa. Dan tidak boleh ada kata gagal dalam rencana yang ini.” kata Morin dengan senyum culasnya. Donny yang melihat senyum penuh intrik putrinya hanya bisa berharap kakaknya tidak akan menjadi gila nanti. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD