Rückblende

703 Words
Butuh Waktu Sekitar doa Setengah jam untuk review Seorang Reina Bulan Selkasa BERHASIL Membuka Kembali k e doa Kelopak matanya. Ia beringsut kala merasakan rasa sakit yang sedikit menjalar di kepala bagian belakangnya. "Sakit, ya?" tanya Arka cemas, menggenggam buku jari kanan Bulannya . Reina t er senyum getir, merasa amat bersalah KARENA TIDAK mau menuruti kata-kata Arka. "Mau minum?" tawar A rka. Reina diam. M enggeleng tidak, saya ngangguk pun tidak. "Kenapa? Belum boleh, ya?" Reina hanya memandang Sendu Arka. Ia yakin sahabatnya itu sangat rumit kompilasi mendapatinya tidak sadarkan diri tadi. “Ada apa? ” Arka mengelus pipi Reina, berharap bisa menyalurkan kekuatan agar Bulannya mau berkeluh kesah . Pun, bukan jawaban yang ia dapat, Reina malah langsung terisak. " Eh, kok, nangis? Kepalan ya sakit lagi, ya?" Reina menggeleng, menangkupkan tangan yang terbebas dari selang infus untuk melepaskan kedua matanya. "Rei, kenapa?" Reina terus menggeleng, menggumamkan kata maaf yang membuat Arka tidak suka. Di sini Arka lah yang salah. Bulannya mungkin tidak celaka, jika ia bisa menjaganya dengan baik. " Rei?" Menarik tangan Reina perlahan, Arka menuntun Bulannya untuk mengejutkan bangkit. "Lihat Arka." Meski berat, netra Reina akhirnya bertemu dengan Arka. "Kamu gak salah. Kenapa terus meminta maaf?" Panas, mata Reina benar-benar panas . Berkedip sekali saja, mungkin b uliran kristal akan kembali lancang membasahi pipinya. "Gak perlu nangis. Arka paling gak suka liat perempuan nangis, " jujur A rka yang kemudian tidak dituruti oleh Reina. Karena detik itu juga, buliran udara sudah meluncur bebas membasahi pipi Bulannya. "Tuh, 'kan. Kamu memang gak pernah nurut apa yang Arka bilang." Reina tersenyum. Sungguh, ia tidak akan kehilangan sosok yang disetujui itu. Arka - sahabatnya, Bintang yang bahkan sudah menjelma menjadi sosok sangat dicintainya. Jangan bosan. Reina sakit jika Arka gak ada. . . Tiga hari setelah kepulangan Reina dari rumah sakit, Arka tidak henti-hentinya mengunjungi rumah Bulannya. Ia bahkan selalu meminta izin sang mama untuk pulang sedikit larut malam. "Arka pulang, gih. Dijegal kalong wewe tau rasa loh." Reina tampak risih melihat melihat Arka. Ia tidak bisa menghitung sudah berapa lama waktu yang telah dihabiskan oleh sahabatnya itu untuk berdiam diri di Perumahan . "Gak takut. Arka, 'kan punya Alla h," sahut Arka sarkas. Reina tahu, proses negosiasi ini akan berjalan banyak. Pun, ia akan tetap bertahan , tidak mudah menyerah. "Nanti dicariin tante." "Udah izin." Reina memejamkan mata, memanggil nama Tuhan tiga kali. Arka susah diajak berkompromi juga ternyata. Harus pakai roti agar lelaki pencinta itu mau pergi? Reina mencoba mengingat-ingat barang apa yang mamanya belikan pagi tadi. Roti s**u! Mama beli banyak kotak roti tadi pagi. Reina bersorak di dalam hati. Roti s**u bisa jadi bahan untuknya mengelabuhi Arka. Ia melirik sahabat yang sekarang sedang telaten mengupas satu buah apel di panggil. "Arka?" panggil Reina, dibahas dehaman. " Ambilin roti s**u, dong. Reina lapar nih." Hanya buah apel yang baru saja terkupas setengah, sesuai yang diminta. "Tapi, Reina lapar." Berdesis Arka. "Sebentar, ya." "Keburu hilang laparnya." Arka merapatkan bibir. Baik, jika Reina lebih memilih untuk menghabiskan roti s**u yang ada di dalam kulkasnya. Arka akan dengan senang hati mengambilkan. Ia bangkit, lalu keluar dari dalam kamar Bulannya. Reina tersenyum puas. Berhasil juga ia mengelabuhi Arka. Buru-buru ia berhasil membuka pintu kamarnya, Arka tidak bisa terus berdiam diri di dalam rumah. Hari sudah malam, selain riskan, Reina juga tidak mau selalu diawasi pergerakannya oleh Arka. Kepalanya hanya terbentur, bukan cuka otak , pikirnya. Sekitar sepuluh menit berlalu, ta mpak langkah kaki berlalu. Bisa dipastikan Arka lah yang kembali. "Rei?" Handle pintu kamar Reina tidak bisa digulung. Ia terus bergerak, melewati guncangan yang terus menghakimi. "Reina?" Tidak membalas, Reina malah menggeser kursi belajar untuk mengembalikan. Ditumpuknya buku, hingga satu dentuman yang dipasang panik. "Suara apa itu? Reina, buka! Arka tau kamu gak tidur." Reina berjinjit, kembali ke ranjang. Arka peka terhadap bunyi sekali. "Reina? Katanya lapar. Arka ambilkan, kok, malah dikunci?" Reina ditangani diri. Biarkan saja lah Arka. Nanti juga cape sendiri. "Rei?" panggil Arka. "Gak dibuka Arka aduin, nih." Reina tak peduli. Mau diadukan juga. Toh, Arka akan datang lagi. "Reina, Arka serius ," gertaknya membuat Reina tersenyum remeh . "Okey, kita lihat aja nanti. " ▪︎▪︎▪︎ " Tapi, m ungkin skor kita akan seri."

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD