Pagi-pagi sekali Reina sudah kelimpungan menunggu sang papa. Ya, Reyhan bersih keras ingin mengantar putrinya sampai ke kantor.
"Papa, ayo dong mandinya. Rei udah telat ini."
Reyhan menjawab dari balik kamar mandi.
"Kamu sabar aja, Kak. Kalau dikasih sanksi palingan push up ini."
Reina memutar balik jengah. Enak aja palingan push up ini. Emang papa apa yang dikasih sanksi?
"Papa, Rei naik ojol aja, ya?"
"Papa bentar lagi beres, Kak. Kamu tunggu sebentar."
Oh, ingin nangis rasanya. Reina ada apel hari ini. Papanya tidak bisa diajak berkompromi sekali.
"Papa, ayo dong, Pa," pinta Reina putus asa. Sedari tadi ia sudah sangat gelisah menunggu sang papa. Jika saja vespa matic -nya tidak ditunda, pasti ia tidak akan begini.
"Kak? Kakak?" Suara Fara datang dari luar kamar.
"Kenapa, Ma?"
Reina Berjalan meninggalkan kamar milik orang tuanya. Melihat Fara yang terlihat sangat antusias. Ada apa ini? Reina sedang sensi, jangan sampai mamanya malah membuat hal-hal yang menaikan darah tinggi.
"Kenapa sih, Ma?"
Fara dengan cepat mengambil tas kantor Reina, menarik sang empunya keluar dari dalam rumah.
"Ada Arka," katanya.
Reina berusaha mencerna, ia berusaha mencari segala arah. Benar saja, mobil biru metalic milik lelaki itu sudah bertengger manis di halaman Rumah.
"Arka jemput kamu," lanjut Fara agar putrinya tidak bingung.
Jemput? Tidak kerja kah Arka hari ini?
"Ayo. Kata Mama kamu telat," seru Arka, membuat Reina harus menajamkan pendengarannya. Mama? Sejak kapan Arka panggil mama dengan sebutan "Mama"?
"Ma, Arka pamit dulu, ya. Papa masih di dalam?"
Fara mengangguk, menyodorkan dipanggil pada Arka untuk disalimi.
"Papa suka semedi dulu di kamar mandi. Udah, mending kamu antar Reina dulu sana."
Reina menatap penuh selidik. Rupa-rupanya ia telah melewati banyak informasi. Dan dulu? Memang setelah mengantar Reina, Arka akan ke sini lagi?
"Kak, ayo cepat masuk mobil. Kamu udah telat, kan?"
Reina diam. Seketika berontak saat Fara menarik perlahan dikembalikan untuk segera masuk ke dalam mobil.
"Ih, Mama. Apaan, sih? Engga, ah. Rei naik ojol aja."
"Cepat, Kak. Katanya telat," ucap Fara penuh penekanan.
"Rei maunya naik ojol, Ma."
"Kak?"
"Kalau begitu, Arka yang bawa motornya," putus Arka yang tiba-tiba saja menimpali.
Hah? Apa? Bagaimana ceritanya?
"Saya diboncengi abangnya lah," tukas Reina.
Arka mengangguk-angguk.
"Iya, Arka abangnya. Arka kan yang pinjam motornya."
Reina melotot.
"Maaf ya, Bapak pilot yang terhormat. Saya ini ingin berangkat kerja. Bukan ingin bertamasya. Jadi, tolong singkirkan pikiran konyol anda itu."
"Arka tau, kok. Arka begini juga, karena kamu yang terus aja nolak."
"Nolak? Kapan saya nolak anda?"
"Halo, anak-anak? Kalian kenapa malah debat? Gak sadar apa ini makin telat?" Fara bersorak sambil melambai-lambaikan tangannya meminta perhatian.
Reina mendengus, melirik jam tangannya sebentar. Lima belas menit sudah terbuang percuma ternyata.
"Jadi kamu mau naik apa, Kakak? Udah dipesan memang ojolnya?"
Ah, benar juga. Sedari tadi Reina asik saja berdebat, sampai tak menyadari jika ia belum memesan layanan ojek online-nya.
"Mobil Arka siap mengantar, Bulan sayang," ujar Arka, pun tidak ditanggapi oleh Reina. Ia terus saja mengotak-atik ponselnya.
Ya Allah, abang ojol ada nyasar, kek, ke sini. Susah banget nyari driver terdekatnya.
"Pilihan kamu jadi mau meluk-meluk Arka? Gak mau bersisian aja?"
Reina menoleh.
"Arka malah senang loh lihat kamu pengennya naik motor, bukannya naik mobil."
"Reina mau manja-manjaan sama kamu kali, Ka. Di mobil 'kan gak bisa, kejauhan."
Reina bergidik. Mulai, deh!
"Jadi, Kakak mau mes--"
"Reina naik mobil aja! Cepetan bukain kuncinya!" sela Reina menyalimi tangan Fara, lalu berjalan ke arah mobil Arka.
Fara tertawa, menyuruh Arka untuk segera melakukan tugasnya, sebelum si rembulan jelmaan singa merubah kembali pikirannya.
▪︎▪︎▪︎