2_Bima

764 Words
"Permisi...Permisi..." Ayra tersadar saat seorang pelayan berseru kepadanya. "Apakah anda menginginkan minuman baru?" Ayra mengangguk, menunjuk jus lemon yang berada di nampan pelayan. Sang pelayan pun meletakkan minuman yang Ayra tunjuk ke atas meja dan membawa gelas lama Ayra pergi. Ayra menyeruput minuman barunya. Dingin. Satu kata itu terlintas dipikiran. Bahkan minuman inipun tak kalah dingin dari minuman lamanya. Ayra mengaduk minuman tersebut dengan sedotan yang tersedia. tanpa tujuan. Ayra tahu gula di dalamnya telah larut, ia hanya mencari kegiatan. Di tengah ruangan orang-orang masih asik menari kesana-kemari, para lelaki bersetelan jas atau kemeja dengan dasi kupu-kupu mulai mencari pasangan dansa saat lagu pesta berubah bernuansa roman. Wanita dengan gaun-gaun berkilau itu menerima uluran tangan dari pasangan baru mereka. Prom night memang selalu menjadi acara angkatan yang paling meriah dalam sejarah sekolah. Sisi sofa sebelah Ayra masih kosong sejak pertama kali ia tempati, meski beberapa orang meliriknya saat berlalu di depan, tak ada seorang pun yang berniat menempatinya. Mereka tahu Ayra tak akan menerima keberadaan mereka "Ra!" Ayra menoleh mendengar seseorang memanggilnya. Dilihatnya sesosok laki-laki dengan stelan jas hitam, mengenakan celana dengan warna senada dan dasi berwarna silver yang menjulur dari bawah lehernya. "Bima," gumam Ayra yang tak terdengar oleh telinga, suaranya hilang ditelan alunan musik dalam ruangan yang tak berhenti sejak pesta dimulai. Bima berjalan mendekat, tersenyum melihat Ayra menepati ucapannya, melihat Ayra mengenakan gaun berwarna hitam, sebuah liontin berwarna silver menggantung dari kalung yang dipakainya. Bima memang sengaja memilih pakaian yang serasi dengan Ayra setelah bertanya sore tadi. Bima terus berjalan mendekat, menggapai tangan Ayra, hendak membawanya ke suatu tempat. "Kita mau kemana?" Ayra setengah berteriak mencoba mengalahkan suara musik agar suaranya terdengar, enggan melangkahkan kaki saat Bima ingin membawanya pergi. "Ikut saja," seulas senyum mengembang menghiasi wajah Bima. Manis sekali. Menambah seri yang kemudian berhasil membawa Ayra bersamanya. Sejak latihan basket mereka hari itu, Bima dan Fari memang menjadi lebih dekat dengan Ayra dan Ellie. Tak bisa dipungkiri bahwa mereka menjadi bagian dari circle pertemanan Ayra. @@@ "Ke kantin, Ra? Mau bareng?" Tanya Fari dan Bima beberapa hari setelah latihan basket mereka. Waktu itu Ayra memang pergi sendiri karena Ellie memiliki kepentingan di kantor guru sepanjang jam istirahat. Sedangkan Noel tidak masuk sekolah. "Boleh," Ayra tak enak hati ingin menolak. Mereka berjalan beriringan, menuju kantin yang telah dipenuhi murid-murid kelaparan siang itu. "Kamu mau beli apa Ra?"Bima bertanya saat mereka sampai. "Batagor." "Ya udah, aku sama Fari ke kios baso dulu ya?" Ayra mengangguk, berbalik menuju kios batagor untuk mengantri. Untunglah, tak banyak yang berbaris di depannya, orang-orang lebih memilih untuk membeli makanan berat seperti nasi goreng atau gado-gado untuk makan siang mereka. Ayra keluar dari antrian setelah mendapatkan pesanannya, sepiring batagor dengan segelas es jeruk memenuhi kedua tangannya. Ayra hendak membawanya ke kelas, toh ia bisa mengembalikan mangkok dan gelas di jam istirahat berikutnya. Namun niat itu ia urungkan saat seseorang melambai untuk mendapatkan perhatiannya. "Duduk di sini Ra," isyarat Fari seakan mengatakan seperti itu. Lagi-lagi ia tak enak hati ingin menolak, Ayra tahu Fari memiliki niat baik padanya. Ayra mendekat, meletakkan makanannya di atas meja. Bergabung makan siang bersama Bima dan Fari siang itu. @@@ Bima melepaskan genggaman tangannya, naik ke atas gazebo itu lebih dulu. Ayra mengikuti gerakannya, duduk di pinggir lantai gazebo menghadap ke depan. "Bukan di situ Ra, tapi di sini." Bima menepuk tempat di sampingnya. Ia sudah masik ke dalam, menghadap ke belakang gazebo dengan dinding yang hanya setinggi dadanya tersebut. Ayra mendekat, terkejut melihat pemandangan yang ditunjukkan Bima padanya. Ayra tahu acara prom angkatan mereka diadakan di bukit, namun ia tak pernah menyangka akan menemukan pemandangan seperti ini. Bagian belakang gazebo itu berbatasan langsung dengan bawah tebing yang sangat curam, di sekelilingnya kawat-kawat besi di pasang sebagai pengaman, dengan banyak pohon ditanam di bawah sana sebagai pencegahan kelongsoran tanah. Jauh di bawah sana Ayra dapat melihat pemukiman penduduk yang tampak kecil dari atas, dengan penerangan malam mereka yang menyerupai bintang, lampu lampu kendaraan di jalan raya membentuk garis lurus-berkelok tak beraturan. Benar-benar tampak indah dari tempatnya memandang. Membuat ayra terpana beberapa saat. Semilir angin datang menerpa wajahnya, memberikan rasa dingin, menerpa rambut hitam panjangnya ke belakang. "Itu sekolah kita." Bima menunjuk sebuah titik kecil di bawah sana. "Di sana?" "Di sana," Bima membenarkan arah tangan Ayra menunjuk. Ayra terkejut saat Bima menyentuhnya, refleks menarik tangan, menoleh ke arah Bima. Matanya bertemu dengan mata Bima yang sudah sedari tadi menatapnya. Mereka saling memandang. Satu detik berlalu, dua detik, tiga detik... Sekali lagi angin bertiup di antara mereka, Bima menyingkirkan anak-anak rambut yang menutupi wajah Ayra akibat diterbangkan angin. "Ayra, aku suka kamu." Ucap Bima lirih.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD