"Ternyata kepala cabang pengganti Pak Barga ganteng banget, woi!"
"Girls, itu punya saya, ya, tolong. Udah ditandain kemarin!"
Mendengarnya, Khala geleng-geleng kepala. Ya, urusan wajah memang mumpuni, sih. Namun, mereka tidak tahu saja di balik raut tampan itu, tersimpan zat berbahaya apa bagi hati.
"Rapat, Guys, rapat! Ayo!"
"Oh, iya ... rapat menyambut kepala cabang pengganti, ya?"
"Tunggu!"
Khala pun cepat-cepat ikut dengan rombongan timnya ke ruang meeting. Dia membawa buku catatan dan ponsel, lalu duduk di kursi tersedia. Semua divisi bertempat mengelilingi meja. Ruangannya terbilang luas dan cukup untuk menampung semua karyawan Star Media.
Hingga beberapa menit berlalu, atasan mereka pun datang membuka pintu. Seketika itu semua mata tertuju ke sana.
Wah ....
Khala tercekat, meski kini tatapannya tidak bersirobok dengan lelaki yang kemarin seolah telah menemukannya.
"Bisa kita mulai rapatnya sekarang?"
Hah?
"Tidak ada sesi memperkenalkan diri dulu, Pak?" sahut Niken. Dia memang berani angkat tangan, menginterupsi.
Duduknya tepat di sebelah Khala. Sekilas, Khala mendapati lelaki berkemeja biru di sana menatapnya.
"Oh, ya ... pasti sebelumnya sudah dengar terkait penggantian kepala cabang di sini. Masa jabatan Pak Barga berakhir dan hadirlah saya, Bintang, di Star Media. Cukup?"
"Informasi pribadi, apa boleh ditanyakan, Pak?" Desi, dia angkat tangan juga.
"Silakan, untuk tiga pertanyaan saja."
Khala melihat para pegawai wanita tersenyum di sini. Yeah ... senanglah mereka, di kantor jadi punya satu cowok yang sedap dipandang mata. Kebanyakan karyawan Star Media memang wanita, sisanya adalah lelaki yang sudah beristri, adapun yang single dan muda, tetapi tampak biasa
Namun, apa itu penting?
"Kalau boleh tahu, tinggal di mana, Pak?"
"Fleksibel," jawabnya singkat. "Dua pertanyaan lagi."
Khala melongo untuk beberapa saat. Jawaban macam apa itu?
Yang tadi bertanya berdeham, tidak puas dengan jawabannya.
"Mm ... maaf, apa Bapak married guy?"
Khala melirik sang penanya.
"Bukan, tapi saya sudah official."
Yang mana saat itu, tatapan Khala alih pada Bintang di depan sana, lalu menunduk menyembunyikan senyum sinisnya. Yeah ... ternyata sudah balikan, ya? Seperti dugaan Khala baik dulu hingga sekarang.
"Satu lagi," katanya.
Khala acungkan tangan.
Saat di mana tatapan mereka berjumpa. Dulu, Khala akan lekas berpaling melihat yang lain, tak berani menatap mata itu lebih dari tiga detik. Namun, sekarang tidak. Ada hubungan profesional yang membuatnya berani menatap lama mata itu.
"Saya penasaran." Jantung Khala berdetak cepat. "Sebelum ditempatkan di sini, Bapak berasal dari perusahaan apa dan bagaimana dengan pengalaman kerja di tempat Bapak sebelumnya?"
Bintang pun tersenyum. Dia menjawab, "Pengalaman kerja saya ada di banyak tempat, saya sebut yang terakhir, ya."
Satu yang Khala tahu dulu, lelaki yang saat ini menjadi bosnya adalah seorang karyawan di perusahaan teknologi transportasi darat berbasis online, singkatnya ojol.
Lepas itu ... Khala tidak tahu. Waktu 7 tahun sudah berlalu, dan yang Khala tahu adalah sosok Bintang di 7 tahun lalu.
"Sesuai dengan jurusan S2 yang saya ambil, sejurus juga dengan hobi. Saya punya kegiatan di bidang itu, independen. Tempat kerja saya pun bukan di bawah naungan perusahaan, tapi atasan kalian di Semesta Media mempercayakan saya bertugas di sini."
Bintang Gemilang Semesta. Khala menghela napas panjang. Rupanya kang ojol yang pernah Khala pakai jasanya adalah kalangan borjuis. Pun, pernah merajut kisah dengannya.
Astagfirullah, Khal. Itu, kan, dulu!
"Sudah, ya. Bisa kita mulai rapat intinya? Saya ingin tahu ada kendala apa saja di setiap divisi. Saya beri waktu sepuluh menit untuk diskusi tim, rangkumkan dan silakan presentasikan hasilnya di depan."
Begitu.
Rapat berjalan khidmat, memakan waktu jauh lebih banyak dari rapat yang biasa dipimpin oleh kepala cabang mereka sebelumnya. Dalam pertemuan pertama ini Star Media seolah sedang ditelanjangi, dibongkar boroknya, untuk nanti diperbaiki.
Khala akui, Mas Bintang sangat kompeten dan berjiwa pemimpin. Lelaki itu memang baik perihal kinerja, tetapi jejaknya di bidang asmara--
"Rapat kita cukupkan untuk hari ini. Terima kasih, yang lain boleh keluar kecuali Senja Khala."
Hah?
Khala celingak-celinguk.
"Ada masalah apa kamu sama pak bos baru kita, Khal?" bisik kawannya.
"Eh, kami duluan, ya, Khal." Ditepuknya bahu Khala.
Duh ....
Khala balas dengan senyum dan gelengan saja. Dia juga nggak tahu kenapa menjadi satu-satunya orang yang ditahan di ruang rapat ini.
***
"Tinggal di mana sekarang?"
Pertanyaan pertama, detik di saat yang tersisa hanyalah Khala dengan pak bosnya di sana. Pintu ruang rapat telah ditutup. Pun, posisi duduk Khala diminta maju mendekat, tepat di depan lelaki itu.
"Maaf, apa Bapak meminta saya di sini bukan untuk bahas mengenai pekerjaan?"
"Ada yang lebih krusial dari itu, Khala. Kamu tinggal di mana selama ini?"
"Fleksibel." Khala ikuti jawaban pria itu tadi, tetapi dengan dia imbuhi, "Di mana pun yang nggak ada kemungkinan bisa bertemu dengan mantan pacar saya dulu."
Alis Bintang terangkat. "Siapa?"
Khala rapatkan bibirnya.
"Yang jelas bukan saya," tekan Bintang, dia bersedekap. "We haven't broken up, right?"
Kontan Khala melotot. "Pak--"
"Santai saja. Panggil Mas kayak dulu kalau kita lagi berdua."
"Kita yang dulu sudah selesai, Pak."
Hening sesaat.
Tak ada sahutan dari lelaki yang menatap Khala lamat-lamat, juga tak ada yang Khala rasa perlu dia imbuhi.
Oh, baik.
"Apa saya sudah boleh keluar? Ada antrean cover yang harus saya kerjakan."
Bintang berdiri, dia tepat memosisikan tubuh di belakang bangku yang Khala duduki, lalu Bintang tumpukan tangannya di sana, dekat bahu Khala yang tidak menyandar di bangkunya. Posisi itu membuat Khala tidak bisa melihat raut wajah Bintang.
"Jadi, maksud kamu ...."
"Hubungan kita sekarang hanya sebatas pekerjaan. Bapak atasan dan saya berada di bawahnya."
Kalimat Bintang dipangkas.
"Fine," bisiknya. Khala agak merinding sebab jilbabnya terasa ada yang menyentuh. "Karena saya atasan dan kamu berada di bawahnya," Bintang menekankan, "do everything I tell you to do."
Senja Khala ... tampaknya ada yang salah dengan obrolan di sini.
"Silakan, lanjutkan pekerjaan kamu."
Dilihatnya, Bintang kembali duduk di kursi semula, dengan ponsel yang kini digenggam pria itu. Fokus Bintang jatuh di sana, Khala pun berdiri dan pamit setelahnya.
Namun, kenapa, ya?
Kok, kayak ada yang tertinggal?
Khala menoleh sebelum benar-benar keluar.
Apa itu?
Sesuatu yang Khala sendiri bingung apa yang harus dia bawa keluar bersamanya.
Yang mana baru saja dia duduk di kubikelnya, ponsel Khala memunculkan notifikasi pesan masuk, di situ tertulis:
[Save. Atasanmu. Tolong bawakan kopi ke ruangan saya sekarang, dengan rasa yang sama seperti 7 tahun lalu.]
Well ... apa-apaan ini?!