When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
"Eyang Mami, kenapa Binal nggak boleh ikut mama? Binal mau lihat adik bayi lahil, Eyang." "Binar di sini aja sama Eyang Mami. Soalnya Binar masih kecil, jadi belum boleh ikut ke sana. Oh, ya, tadi kita mau ke mana?" "Main ke lumah Om Tutul." Binar agak lesu. Inginnya dia ikut dengan papa dan mama, rupanya betul adik bayi sudah mau lahir, perut mama juga sudah besar. Binar tidak begitu paham, sih. Tapi akhir-akhir ini papa kalau mau pergi bekerja, tiap hendak on the way selalu mewanti-wanti Binar jikalau ada apa-apa dengan mama, segeralah Binar telepon papa. Dia bahkan sudah pernah diajari bagaimana caranya. Minimal, dekatkan saja ponselnya ke mama. Seperti itu. Lalu kini eyang papi dan eyang mami datang setelah dihubungi oleh papa. Binar cemberut, dia betul-betul ingin ikut ke rumah