BAB 4. KENA RAMPOK KELUARGA MAS BAYU

1133 Words
. . Diana keluar dari kamar mandi, Badannya sudah segar, tapi perutnya keroncongan. Dia membuka pintu kamarnya. Tak ada suaminya di ruang tamu. Diana langsung menuju ruang makan. Kosong juga. Ke mana sebenarnya mas Bayu sebenarnya? tanya Diana ling-lung. Dia mencari di sekitaran rumah. Tapi tak mendapati suaminya di manapun. "Assalamu'alaikum," ucap salam terdengar dari luar. "Siapa ya?" gumam Diana pada dirinya sendiri. "Waalaikum salam," sahutnya menjawab salam dari orang yang berada di luar rumah. "Lo mas, kamu dari mana?" tnya Diana begitu membuka pintu ternyata suaminya yang berada di luar. Aneh pakai ngucapin salam lagi padahal kan tinggal masuk, gerutu Diana dalam hati. "Itu dek, habis dari mesin ATM di Indoma*** depan komplek, ini sekalian mas belikan nasi bebek penyet," sahut Bayu sembari memberikan satu kresek berisi nasi bungkus buat Diana. "Lo aku tadi kan sudah beli nasi gudheg mas, sayang kalau nggak habis nanti," ucap Diana mersa suaminya terkesan membuang-buang makanan. Kalau nggak habis kan sayang, batin Diana. "Mas ngerti dek. Ini tadi makanan kamu dihabisin sama Mery. Sudah aku bilangi kalau itu punya kamu malah aku dimarahi ibu katanya aku pelit," bela mas Bayu tak terima disalahkan oleh istrinya. "Oh ya sayang, tadi ibu juga meminta uang untuk benerin langit-langit dapur yang bocor. Musim hujan kasihan dek. Makanya tadi mereka ngajak ngambil uang gajian mas di ATM. Kita disisain setengahnya dek. Nggak papa kan dek?" ucap Mas Bayu yang tidak seperti pertanyaan tapi pernyataan. Diana menghela napas panjang mendengarnya. Bukannya masalah ini mereka sudah sepakat kalau uang gajian suaminya buat bayar uang kontrakan rumah harus dibayar bulan ini. "Mas gimana sih. Kan sudah aku bilang kalau bulan ini kita banyak banget kebutuhan. Kita belum bayar kontrakan lo mas," sahut Diana tak terima dengan keputusan sepihak suaminya. "Aku sudah bilang hal itu ke ibu dek. Kata ibu nanti kita pindah saja ke rumah ibu. Kan masih ada satu kamar kosong. Kupikir benar juga dek. Kita bisa hemat uang kontrakan," sahut mas Bayu dengan seenaknya memutuskan hal itu. Inilah yang dia tidak suka dari sifat suaminya. Terlalu mudah disetir atau dipengaruhi oleh orang lain Apalagi oleh ibu dan keluarganya. Lelaki itu pasti iya-iya saja. "Mas, bukannya kita sudah sepakat sejak sebelum menikah kalau kita mau mandiri, masak mas lupa sih?" tanya Diana tak terima. "Mas nggak lupa dek, tapi kalau dipikir-pikir sayang lo uang jutaan rupiah buat bayar orang lain .Mending uangnya kita kasihkan ibu, pasti jadi berkah dek," sahut Mas Bayu lagi. Entah kapan ibunya merecoki mas Bayu tentang uang kontrakan. Mungkin saat dia mandi tadi. Gemas rasanya Diana dengan sikap seenaknya sang suami. Tapi dia bisa apa? Pasti ujung-ujungnya dia akan terus dijejali fatwa kalau istri harus nurut akan keputusan suami. "Mas yakin mau tinggal dengan keluarga mas?" tanya Diana meyakinkan. Dia bisa membayangkan hari-hari seperti apa kalau mereka tinggal dengan keluarga mas Bayu. Belum-belum saja nasi gudhegnya sudah raib. Entah apa lagi yang akan dirampok keluarga suaminya kalau mereka tinggal bersama. Pasti mereka berdalih kalau itu semua menggunakan uang putranya. "Iya dek, kamu nggak papa kan dek?" tanya suaminya pura-pura meminta pendapat Diana. "Kamu sendiri sudah yakin mau pindah ke rumah keluarga kamu aku bisa apa mas?" sahut Diana lesu. Dia sudah bisa membayangkan apa yang akan dia alami saat pindah ke rumah mertuanya itu. "Bukan gitu, dek. Cuma untuk memperpanjang uang kontrakan mas sudah kehabisan duit dek. Mana cukup buat kebutuhan kita kalau kita bayarkan untuk kontrakan," sahut mas Bayu memberi alasan. Bisa saja, Diana membayarkan uang kontrakan dengan uang penghasilannya. Tapi dia tak lakukan, bukan karena perhitungan tapi dia mau suaminya belajar bertanggung jawab pada kelangsungan rumah tangga mereka. Karena kalau dia terbiasa tergantung pada penghasilan istrinya bisa jadi apa-apa nantinya menggunakan uang Diana. Padahal kewajiban suami untuk menafkahi istrinya. Bisa-bisa kalau Diana mau-mau saja memberikan uangnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sudah dia pastikan kalau uang gaji suaminya langsung diberikan kepada ibu mertuanya. "Ya sudah terserah mas saja. Kalau begitu kita mulai paking-paking barang mas. Besok hari terakhir kita di sini," sahut Diana akhirnya. Diana berpikir untuk menyewa satu kamar kos untuk barang-barang jualannya. Tak mungkin dia membawa barang jualannya ke rumah ibu mertua. Bisa habis barang jualannya sama keluarga suaminya. "Mas, di rumah ibu mertua kan semua peralatan rumah tangga sudah ada kan. Baiknya kita jual saja barang-barang kita biar tidak banyak yang kita bawa nantinya," ucap Diana memberi solusi, "kita bawa yang di sana tidak ada. Takutnya nanti malah bikin sumpek rumah ibu." Sebenarnya Diana tidak mau menjual. tapi akan dia bawa ke kamar kos-nya. Hampir semua peralatan rumah tangga dibeli menggunakan uangnya. Karena uang gaji suaminya selain buat memenuhi kebutuhannya, keluarga suaminya pasti akan meminta jatah belanja dari suaminya. Dan dia tidak rela mereka mengaku kalau itu dibeli dari uang sang suami. Sebenarnya Diana tak mau perhitungan kepada ibu mertua dan saudara mas Bayu. Tapi sikap dan ucapan mereka yang sama sekali tidak menganggap dirinya sebagai menantu membuat Diana ogah diperalat. Sudah seringkali ibu mertua dan saudara mas Bayu datang dan menghabiskan semua pasokan makanan yang ada di lemari es milik Diana. Kalau Diana tegur pasti dia akan kena marah balik oleh mereka. Mereka pasti bilang kalau apa salahnya kalau mereka mengambil apa yang dibelanjakan dengan uang anaknya sendiri. Kalau sudah begitu, Diana bisa apa? Mana mereka percaya kalau uang yang dipakai buat beli bahan makanan menggunakan uang Diana. Meski Diana berikan bukti kalau itu menggunakan uangnya hingga mulut Diana berbuih, mereka selalu menyangkal hal itu. Bagi mereka putranya yang pegawai di perusahaan swasta pasti bergaji besar. Berbeda dengan PNS yang bergantung dari pajak masyarakat. "Iya juga ya dek. Terserah kamu saja dek," sahut mas Bayu setuju dengan ucapan istrinya. Diana mulai menghubungi beberapa temannya yang sekiranya ada info kamar yang dikontrakkan. Tak harus bagus. Asal besar dan aman. Tak lama, ada beberapa temannya membalas dengan banyak info rumah yang dikoskan atau dikontrakkan. Ada beberapa yang menarik perhatian Diana. Selain murah juga tempatnya tidak terlalu jauh dari rumah kontrakannya saat ini dan kamarnya juga termasuk luas. Bahkan sama dengan rumah kontrakan mereka saat ini. "Mas, nanti aku sewa kamar kos ya, buat nampung barang dagangan aku. Nggak mungkin kan kalau aku bawa ke rumah ibu," ucap Diana memberi tahu suaminya. Bukan meminta ijin. Bayu hanya mengangguk paham dengan sikap istrinya. Tak masalah asal istrinya tidak membebankan biaya kos ke dirinya. "Aku besok pagi mau cek kamar kos-nya mas. Ini aku baru dapat info dari teman aku. Aku mau cek dulu," ucap Diana lagi. "Iya dek, tapi jangan minta uang kos-nya dari mas ya," sahut Bayu mulai merebahkan diri karena tubuhnya sudah teramat lelah karena membantu istrinya mengepak beberapa barang. "Iya mas, aku paham kok," sahut Diana setuju. Dia membiarkan suaminya terlelap dalam mimpi. Sedang dia mulai mengepaki barang dagangannya biar gampang bawanya kalau sudah dipisah mana yang akan dibawa ke kamar kosnya dan mana yang akan dibawa ke rumah ibu mertuanya. >> BERSAMBUNG>>
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD