2.Kalian Sama

1069 Words
Doni kembali menghubungi Rama ketika dirasa sudah sampai rumah. Namun panggilannya tak dihiraukan oleh Rama, alhasil Doni menghubungi Syifa agar bisa berbicara dengan Rama. “Ngapain lu telepon istri gue?” Semprot Rama ketika melihat nama yang terpampang dilayar ponsel Syifa adalah Doni. “Makanya kalau gue telepon lu tuh diangkat! Jangan gak diangkat. Sekarang malah ngomel-ngomel gak jelas.” Ucap Doni kesal ketika mendengar ucapan Rama yang tak mengenakkan hati. “Gue lagi ngobrol sama Papa, ini lagi pada ngumpul soalnya.” Doni mengerutkan keningnya mendengar Adi dan Ratna berada di rumah Rama dan Syifa. “Kok bisa Om sama Tante di situ? Bukannya Om lagi sibuk-sibuknya ya? Tapi Syifa gak apa-apa kan Ram? Jangan bikin gue takut lu. Gue balik sekarang ya?” Doni juga merasa khawatir ketika mendengar Syifa mendadak lemas, namun dia tidak bisa meninggalkan kantor apalagi Rama harus pulang untuk melihat kondisi istrinya. “Ram gak apa-apa kan? Tadi Ibu bilangnya cuma lemes aja kan? Jawab gue Ram!” Bentak Doni ketika tak mendapat respon dari Rama. “Gak apa-apa, biasalah Syifa lagi manja aja sama Papa, Mama. Nanti ada kabar yang bikin lu kaget terkaget-kaget pokoknya. Cepetan pulang kalau meeting sama Bu Irna selesai.” Titah Rama yang langsung diiyakan oleh Doni. “Gue udah kelar sama Bu Irna, tadi Bu Irna gue minta ajuin meetingnya dan beliau langsung nyiapin timnya buat meeting. Jadi sekarang gue langsung pulang aja ya.” Doni mencoba meminta persetujuan dari Rama. “Yaudah gih pulang, hati-hati di jalan. Jangan lupa pamit sama Revan.” Doni tanpa sadar mengangguk sebagai responnya sebelum memutuskan panggilannya. “Kebiasaan banget main dimati-matiin.” Gerutu Rama sambil meletakkan kembali ponsel Syifa ke tempatnya. Adi menatap heran menantunya yang sedang menggerutu sambil meletakkan ponsel putrinya. Adi juga memberi kode pada Syifa yang mendapat kekehan kecil dari Syifa. Sudah terlalu sering Doni memutuskan sepihak panggilan tanpa memberi salam jika sedang tergesa. Alhasil reaksi Rama yang menjadi sorotan orang sekitarnya. “Gak apa-apa kok Pa, itu mah biasa. Pasti tadi yang telepon Mas Doni terus main dimatiin aja sama Mas Doni teleponnya.” Jelas Syifa yang akhirnya dapat dimengerti oleh Adi dan Ratna. “Kirain Papa tadi kenapa.” Ucap Adi lega lalu menepuk sebelah sofa yang kosong untuk di tempati oleh Rama. “Sini duduk deket Papa, Papa mau ngomong sama kamu sama Syifa.” Ucap Adi dengan wajah seriusnya. “Ada apa Pa?” Tanya Rama yang ikut mode serius seperti Adi. Dia langsung duduk tepat di samping kanan papa mertuanya. “Papa rasanya pengen pensiun Ram, Papa mau limpahin perusahaan ke kamu sama Doni aja buat dikelola. Gimana menurut kamu?” Ucap Adi santai dengan wajah berbinarnya menatap Syifa yang masih asik mengelus lembut perutnya. “Kenapa ke aku sama Doni, Pa? Kenapa gak ambil orang profesional aja biar Papa yang pantau langsung?” Saran Rama yang sebenarnya sangat tak enak hati karena kebaikan hati Adi. “Jadi kamu gak mau ngurus perusahaan Papa? Kamu cuma mau ngurus Rakofa Grup-mu itu aja?” Tanya Adi setengah kecewa mendengar ucapan Rama. “Pa… bukannya gak mau, tapi ke lebih aku bisa apa enggak ngurus perusahaan sebesar perusahaan Papa cuma sama Doni. Apalagi aku sama Doni juga terbilang masih baru banget ngelola perusahaan.” Jelas Rama yang memang mengkhawatirkan performanya nanti jika perusahaan mengalami penurunan profit. “Papa tau sepak terjang dan kerja kerasmu. Papa percaya sama kamu, pasti kamu akan mengembangkan dan memajukan perusahaan Papa. Papa titip perusahaan Papa ya sama kamu dan Doni. Papa mau fokus ngurus anak manja ini sama calon cucu Papa.” Ucap Adi semringah ikut mengelus perut rata putrinya. “Tapi tolong dibantu ya Pa kalau Rama sama Doni kebingungan ngambil keputusan.” Adi mengangguk setuju. “Papa gak akan langsung lepas tangan kok Mas, kamu jangan khawatir. Papa emang udah lama mau pensiun tapi karena waktunya belum tepat jadi ditunda-tunda terus.” Ungkap Syifa yang baru diketahui oleh Rama. “Rama juga lagi nabung buat balikin modal yang Papa pinjemin kemarin buat bangun Rakofa. Sebentar lagi Pa uangnya kekumpul nanti Rama kasih ke Papa.” Ucap Rama yang mendapat gelengan kepala dari Adi. “Papa gak minta uangnya, kamu tabung aja buat masa depan kamu sama anak cucu Papa, Ram.” Ucap Adi sambil tersenyum lembut menatap anak dan menantunya. “Jangan begitu Pa, kalau bilangnya minta ya minta. Tapi kami kemarin bilangnya minjem jadi harus dibalikin.” Ucap Rama yang akhirnya diangguki oleh Adi. Doni yang baru saja tiba mendengar ucapan Rama perihal pinjaman langsung menatap Adi dengan penuh tanya. Tatapannya mengarah ke seluruh orang yang berada di ruang tamu. Ketika menatap Rama, Doni menaikkan sebelah alisnya seolah sedang bertanya, “apa Papa nagih pinjeman kita kemaren Ram?” Rama yang mengerti kode dari Doni menggelengkan kepalanya. “Sini duduk, kenapa kode-kodean begitu sama Rama? Papa tau ya kalian lagi ngobrol lewat telepati.” Ucap Adi sambil terkekeh. “Papa bisa aja, sini Don duduk sama Mama.” Titah Ratna yang memang sudah menganggap Doni dan Rama seperti anak mereka sendiri. Rama dan Doni sudah sama-sama tidak memiliki orangtua, mereka bersatu karena memiliki kesamaan—sama-sama sendiri. Menikah dengan Syifa-pun, Rama pasrah jika tidak mendapat restu dari orangtua Syifa, karena Rama orang yang sederhana dan tidak memiliki orangtua. Berbanding terbalik dengan Syifa yang memiliki keluarga utuh dan berkelimang harta. “Iya Tante terimakasih.” Ucap Doni yang mendapat pelotototan tajam dari Ratna. “Tante lagi, Tante terus. Kapan kamu bisa manggil Mama? Kalau masih manggil Tante gak boleh masuk ke sini kalau ada Mama di dalemnya.” Sarkas Ratna yang membuat Doni meringis kikuk sendiri. “Apalagi kalau ada yang manggil Papa, Om. Udah pasti auto didepak sama Rama nanti.” Ucap Adi sambil terbahak. “Kok Rama, Om?” Adi langsung melotot mendengar Doni memanggilnya Om. “Papa udah gak bisa depak kamu, jadi Papa wakilin ke Rama. Ayo depak dia Ram, dia gak sopan sama Papa.” Ucap Adi sambil menunjuk Doni yang kini memasang wajah melas agar Adi maupun Ratna dapat memakluminya karena belum terbiasa dengan panggilan tersebut. “Jangan dong Om, Tan. Doni kan belum terbiasa manggil Mama sama Papa. Kalian kan baik hati, rajin menabung dan tidak sombong.” Rayu Doni yang mendapat elusan lembut pada puncak kepalanya dari Ratna. “Jangan sungkan sama Papa, Mama. Kami orangtua kalian semua, kami gak membedakan kalian satu sama lain. Kalian sama di mata kami. Ngerti Don, Ram, Syifa?” Mereka bertiga mengangguk bersamaan.

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD