Episode 12

1056 Words
Calon Imam Ku episode Dua Belas Wanita cantik itu sama sekali tidak perduli, tiga puluh dirinya dan sang Suami mengarungi rumah tangga sebagai Suami dan Istri dan selalu diganggu oleh pria yang bernama Farhan Al Farizi, rasanya sangat jengkel kalau mengingat semua itu dan sekarang berani muncul di depannya hanya untuk meminjam uang. "Baiklah, kalau begitu tunggau saja Paman Maulana kembali. Mungkin nanti malam baru kembali karena sekarang dia berada di Madangkara." "Apa?" Farhan sedikit terkejut mendengarnya, di tempat itu adalah tanah kelahiran kakak iparnya dan tempat sang Kakak ipar menimba ilmu, pastinya tidak ada hal baik yang bisa terjadi kalau sudah menyangkut desa tersebut. "Kenapa kak Ivan yang terhormat harus berada di desa kecil seperti itu? Kak Fira yang benar saja, Kakak ku itu seorang Owner Mizuruky Corp memiliki anak juga seorang pengusaha pemilik ZTM Corp dan ZEM, masak harus berada di desa kecil seperti itu," katanya tidak terima. "Heh, Farhan. Kamu dengar ya! Desa Madangkara yang kamu sebutkan itu adalah sebuah kota, sekalipun kota itu tidak seperti di sini. Tapi tetap saja, aku lahir dan besar di tempat itu. Kamu jangan suka menghina tempat kelahiran orang," omel Fira tersungut emosi. Farhan tersenyum remeh, kalau saja tidak ingat bahwa rumah ini dijaga oleh pengawal yang ahli dalam bela diri, sudah pasti dia akan melakukan kembali rencana jahatnya seperti tiga puluh tahun yang lalu, hanya saja sekarang tidak semudah itu. Apa lagi sudah tidak ada Cetrine yang akan membantunya. "Sudalah, Kakak ipar. Kakak masuk saja, aku tidak akan menganggu mu, lagi pula aku sudah tidak tertarik dengan perawan tua." Fira sangat jengkel ketika dipanggil perawan tua, mana ada dirinya perawan tua sedang anaknya sudah dua dan sang Suami selalu aktif dalam menjebol gawangnya sekali pun usianya sudah paruh baya seperti itu. "Kamu keluar! Jangan datang ke rumah ku," usirnya galak. Farhan sama sekali tidak menggubris ucapan kakak iparnya tersebut, baginya Fira hanya wanita aneh yang sangat suka marah-marah tidak jelas, dia tetap duduk seakan rumah itu adalah miliknya. ## Tanvir menghentikan mobil ferarrynya di depan kampus, ia melihat keadaan kampus tersebut dan sepertinya masih ramai, mobil bugaty hitam kakaknya juga masih di situ, artinya kelas belum selesai. Dia pun turun dari mobil lalu melangkahkan kaki menuju kelasnya sekalian memeriksa apakah sang pujaan hati masih ada di tempat. Pria bermata safir tersebut mengintip dari jendela, terlihat Faeyza diam-dima curi-curi pandang pada kakaknya yang terlihat serius memperhatikan sang Ayah menerangkan pelajaran. Ada peresaan kesal melihat kemesraan tersebut."Kenapa tadi harus aku yang pergi ke ZEM? Padahal itu perusahaan milik kak Zein, sekarang lihatlah bagaimana Faeyza berusaha mendekati Kakak ku. Aku tidak akan membiarkannya," batinnya dongkol. Tanvir kembali melangkah mendekati pintu, ia mengulurkan tangan hendak membuka pintu tersebut tapi suara Sang Ayah mengakhiri pelajaran membuatnya kembali menarik tangannya lalu menyingkir dari tempat tersebut dan memilih untuk duduk di samping pintu. Clek… Maulana membuka pintu lalu berjalan ke arah kiri hingga tidak melihat sang buah hati duduk di bangku teras menunggu sang pujaan hati keluar dari kelas. Zein membereskan perlengkapan adiknya kemudian bangkit dari tempat duduk sebelum Faeyza menghentikannya."Zein, apakah kamu punya waktu sebentar. Aku ingin membicarakan sesuatu dengan mu." "Hm, bisa. Kamu ingin berbicara di mana? Tapi harap jangan berduaan, karena khawatir yang ke tiga adalah setan," balas Zein ramah. Gadis itu malu sendiri setiap kali mendengar pria rupawan itu mengatakan sesuatu, karena dirinya selalu mendapat pelajaran yang berharga. "Bagaimana kalau aku juga ikut serta? Jadi kan tidak hanya kalian berdua?" Tanvir tiba-tiba muncul dari balik pintu. Zein dan Faeyza mengalihkan perhatiannya pada pria tersebut, gadis itu sedikit terkesima melihat penampilan Tanvir yang sangat berbeda, penampilan seperti CEO memang sangat pas untuk dirinya. "Tanvir? Kamu kok beda banget, kamu terlihat lebih manusiawi," katanya, sebenarnya ingin mengatakan lebih tampan hanya saja terasa sangat memalukan hingga mengatakan hal itu untuk menutupi rasa malunya. "Manusiawi apa maksudmu? Kamu pikir aku tadi hewani, atau jangan-jangan kamu mulai jatuh cinta pada ku ya …" Tanvir mengedipkan matanya genit. Tanpa terasa wajah Faeyza bersemu merah, tidak menyangka kalau dirinya akan digoda oleh seorang pria yang usianya lebih tua sebelas tahun darinya. "Sudalah, kamu jangan asal bicara. Tadi kamu kemana? Kok diganti dengan …" Ucapannya mengangtung karena tak mampu menyebut nama seorang pria yang telah membuat jantungnya terus berdebar sepanjang waktu. "Dengan … " ulang Tanvir. "Dengan … dengan Kakakk mu, karena kamu kamaluan ku hampir saja keluar." Faeyza sebenarnya ingin mengatakan" karena kamu aku sampai malu" tapi karena terlalu gugup bersama Zein dia sampai salah ucap hingga bisa diartikan kalimat yang lain. Zein mengalihkan perhatiannya pada gadis incaran adiknya tersebut, Tanvir menatap gadis itu horor begitu juga yang lain."Maksud mu … tadi kamu hampir telanjang?" tanya Tanvir menguatkan hati untuk tidak mengatakannya. Plak … "Adaw …" Pria tampan itu mengelus lengannya yang terasa panas akibat geplakan dari pujaan hatinya tersebut. "Mana ada aku telanjang di depan kelas, apa lagi di ruangan ini tadi banyak orang. Ada Pak Maulana, ada Rico, ada Nita dan ada Zein …" Wajahnya langsung memerah sempurnah saat Faeyza menyebut nama Zein Ekky Maulana. Tanvir manyun melihat rona merah di pipi gadis pujaan hatinya tersebut, dia hanya ingin dirinya yang membuat rona merah tersebut bukan pria lain."Sudalah, ayo kita pergi." Dia langsung menarik tangan gadis tersebut dan membawanya pergi. Zein menghela napas."Adikku, apakah kamu cemburu? Hingga kamu bahkan melanggar aturan agamamu bahwa pria dan wanita yang bukan muhrim tidak boleh bergandengan tangan." Pria itu menyentuh dadanya pelan saat rasa nyeri dan sesak kembali terasa. Nita dan Rico yang melihatnya sedikit heran, pria itu jelas masih muda tapi barusan seperti orang yang sedang kesakitan."Nita, apakah barusan aku salah silah? Zein seperti sedang sakit?" tanya Rico penasaran. Nita tanpa banyak bicara langsung melangkah menghampiri pria tersebut."Kak Zein, apakah kakak baik-baik saja? Kakak terlihat seperti orang yang sedang sakit barusan." Zein mengangguk."Saya baik-baik saja, terimakasih atas perhatiannya. Saya permisi dulu," balasnya sopan dan ramah. Nita mengangguk, ia memang merasakan ada hal yang aneh pada pria tersebut tapi dia tidak tahu, hanya mampu berharap bahwa pria itu baik-baik saja. "Bagaimana, Nit? Apakah orang aneh itu baik-baik saja?" tanya Rico memastikan. "Orang aneh? Kamu bilang kakak Zein itu aneh? Kamu jangan lupa dia itu adalah anak dari dosen kita, selain itu dia juga memiliki paras yang sangat rupawan alaihim dan sangat sopan. Tapi … mungkin kalau bagi orang seperti ku, sedikit kurang enak karena terlalu kaku. Aku lebih suka pada Tanvir," kata Nita sambil membayangkan sosok pujaan hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD