Emily Senzzy—Nama yang cantik pemberian sang ibu yang telah melahirkannya ke dunia. Selama 15 tahun hidupnya Ia menjalani dan memiliki kenangan indah terlebih dalam kebersamaan keluarga, sampai akhirnya di enam tahun kemudian kehidupan dan keharmonisan keluarganya hancur.
Bahkan Emily masih mengingat peristiwa kalem nan menjijikkan dimata dan pendengarannya kala itu. Di mana saat itu sang Ayah membawa seorang wanita muda berpakaian sexy bahkan mereka terlihat mesra sekali dan sang ibu yang melihat suaminya membawa wanita lain tentu saja marah besar, mereka akhirnya bertengkar hebat, sampai akhirnya, ibunya yang tidak tahan lagi memilih berlari keluar rumah.
Emily yang cemas memilih ikut berlari mengejar sang ibu, dan tepat di perempatan jalan saat akan menyeberang, tanpa menoleh sedikit pun -Ia terbelalak saat melihat sebuah mobil besar melaju kencang ke arah ibunya.
Dan kecelakaan itu pun tak dapat dihindari, ibunya terpental lumayan jauh, kepalanya yang terbentur terus mengeluarkan darah segar, dan sosok ayahnya yang hangat hilang tergantikan dengan sosok yang sangat kejam dan tak manusiawi dan sejak saat itu dirinya benar-benar membenci ayahnya -sangat membenci Ayahnya.
Setelah pengusiran dari rumahnya, Emily memutuskan mencari penginapan yang harganya murah, tapi sebelum itu Ia terlebih dulu menemui Ibunya yang berada di rumah sakit.
"Emily datang, Bagaimana kabar mom? Emily rindu, sangat. Apa Mom tidak mau membuka mata untuk melihat indah dan kejamnya dunia yang terdapat putri-putri Mom, Hm." Lirih Emily dengan tatapan sendu, tangannya terus bergerak mengelus lembut tangan dingin sang ibu yang hanya bisa terbaring lemah. "Emily mohon bangunlah, semua merindukan Mom."
Cup
Emily mengecup kening sang ibu dengan sayang, kemudian wanita itu berbisik lirih penuh permohonan. "Kami selalu menunggumu, tapi jangan terlalu lama merajuk hm. Love you mom, so much."
***
Emily lega setelah mendapatkan penginapan yang harganya terbilang murah, tidak masalah ruangannya kecil karena yang terpenting kenyamanan yang lebih penting.
Kemudian wanita dengan wajah berbentuk oval itu langsung membereskan barang barangnya yang hanya 2 buah tas besar dan tas kecil saja.
Dan tanpa terasa jam ternyata sudah menunjukkan pukul tiga lebih lima belas menit sore, bertanda ia akan terlambat untuk bekerja.
Ya. Emily bekerja di sebuah restoran yang cukup terkenal, karena restoran itu selalu kedatangan orang-orang penting.
***
"Emily ayo....!"
Emily berlari saat melihat seorang wanita berseragam restoran—Katherine Robinson -Sahabatnya tengah melambai padanya dengan gestur cepat.
"Iya!" teriaknya sambil berlari.
"Kau terlambat lagi!" Ucap Katherine saat Emily telah berdiri di hadapannya.
"Hm, karena aku harus mencari tempat tinggal baru." Sahutnya kemudian.
"Kau di usir?" Tebak Katherine benar sekali dan Emily meresponsnya dengan kendikan bahu.
Katherine memicing menatap sahabatnya itu. "Dilihat dari ekspresimu. Kau.. merelakan rumah yang lumayan besarmu itu dirampas, hah?!"
Emily tersenyum tipis. Well, memang menyayangkan rumah yang lumayan besar pemberian Ayahnya itu disita tapi apa boleh buat, dengan meninggalkan nafkah pada istri dan anak-anaknya sang ayah malah hanya meninggalkan rumah dengan isi kenangan yang semakin Ia ingat sangat membuatnya miris, marah, sedih, dan kecewa sendiri.
"Kau bisa tinggal di apartemenku, " ucap Katherine menawarkan setelah sahabatnya itu lebih memilih tak menjawab ucapannya.
Emily menggeleng dengan senyum tipisnya. "Aku tidak mau merepotkan, toh juga aku sudah mendapatkan tempat tinggal baru, jangan khawatir."
"Ya sudah, tapi ingat kalau kau membutuhkan sesuatu, katakan saja padaku, jangan ragu. " ucap Katherine dengan tulus.
Emily mengangguk. "Thank's kau benar-benar sahabatku, aku sayang padamu, My Cat!" haru Emily bercanda sambil memeluk erat Katherine yang langsung memprotes.
"Kau gila, Lepaskan. Kau mencekikku!!" Protes Katherine akan pelukan maut sahabatnya itu sedangkan Emily hanya tersenyum tanpa dosa.
"And stop calling me a cat. Aku bukan kucing ya!!" Katanya tak suka saat panggilan yang sangat imut bagi Emily itu berlawanan dari kata imut versi Katherine.
"Why? Itu panggilan kesayanganku toh juga kucing sangat cute!" Bela Emily mesem.
Dan Katherine hanya bisa mendengus, sahabatnya itu memang semaunya. Meski panggilan itu tak ia sukai tetap saja selalu disebutkan!
"Kau tak kuliah?" tanya Emily kemudian.
Katherine Robinson merupakan gadis cantik berumur 20 tahun lebih muda 1 tahun dari Emily, mereka berteman sejak Emily pertama masuk kuliah karena beasiswa, tapi tak lama memutuskan berhenti karena perekonomiannya bertambah buruk.
Katherine mengendikan bahu. "Aku bosan melihat player itu! lebih baik aku di sini bersamamu,"
"Kalian memang pasangan serasi." kekeh Emily. Sedangkan Katherine langsung memukul bahu Emily dengan keras.
"Aw, sakit kau benar-benar temperamental!"
***
Setelah mengganti pakaian dengan seragam restoran, Emily langsung menghampiri seorang pria yang sedang bertelepon, sedangkan Katherine tengah berbincang mengenai menu restoran dengan seorang wanita paruh baya.
"Tuan, pesanannya silakan di—?"
"Air putih saja. "
Belum sempat Emily menyelesaikan ucapannya pelanggan, pelanggan pria itu memotong ucapannya.
"Apa ada hal lain yang Anda butuhkan," Kata Emily. Dan si pria mendongkak -menatap secara jelas wajah cantik wanita di hadapannya itu. Dan tanpa disangka kemudian.
Emily terkesiap saat sebuah tangan menarik pinggangnya agar lebih mendekat pada pria itu dan parahnya tangan besar nan kurang ajar itu dengan berani menyentuh bahkan membelai pahanya.
"Ada, pergilah bersamaku."
Dan Emily hanya tersenyum paksa. Ingin sekali wanita itu sumpal mulut pria di hadapannya itu, Well ia tak bodoh, Ia tahu ada makna tersembunyi dari kalimat ajakan pria itu. "Tidak terima kasih!" ucapku sedikit ketus.
***
Beberapa saat kemudian, Emily kembali dengan membawa segelas air putih pesanan si pria bertangan nakal itu. Saat aku menaruh pesanan itu. Emily merasakan kembali telapak tangan menyentuh pahanya.
Shit pria ini—!!
Karena posisi mereka berdekatan memudahkan pria itu melecehkannya -Ahh melecehkan? Tentu saja, Emily merasa dirinya dilecehkan dan ini untuk kedua kalinya.
"Singkirkan tangan Anda dari bagian tubuh saya!" Desis Emily mencoba mengontrol emosi dalam nada suaranya.
Sedangkan si pria malah seakan menantang. Mengangkat salah satu alisnya dengan wajah tampan percaya dirinya berkata. "Memang kenapa? Jangan sok jual mahal, aku tau kau sama saja dengan jalang-jalang berkelas yang selalu di awal menolak tapi akhirnya, well b***h memang begitu—!"
PLAK!
"Kurang ajar sekali mulutmu itu, Tak pernah sekolah tuan!!" marah Emily langsung melayangkan tamparan kerasnya di pipi pria sok itu. Dan aksi tamparan menjadi pusat perhatian, Emily yang terlanjur marah terlalu malas untuk melihat orang-orang yang mulai memperhatikan.
"Ada apa ini?" tanya seorang pria berusia 35 tahun yang juga merupakan seorang Manajer menghampiri.
"Tuan Kenzu?" Manajer itu menatap terkejut si pelanggan pria kurang ajar bernama Kenzu yang tengah memegangi pipinya yang terasa membara akibat tamparan yang dilayangkan wanita lancang di hadapannya itu.
"KAU-" Tunjuknya tepat pada Emily yang juga menatapnya tajam. "Ajari karyawanmu, berani sekali dia menamparku!" Lanjutnya mendesis marah pada sang Manajer.
Sedangkan Emily melotot saat pria bernama Kenzu itu malah menyalahkannya. What the hell, dia yang terlebih dulu kurang ajar padanya!
"Tapi pak yang salah disini ya tuan ini. Dia yang kurang ajar menyentuh-nyentuh bagian tubuh saya! Dan untuk kau—" Emily beralih menatap Kenzu geram. "Meskipun aku memakai pakaian seperti itu dengan dunia barat kita yang seperti ini, tapi aku bukanlah wanita jalang yang senang saat ada seorang pria menyentuh tubuhku sesuka hatinya!" jelas Emily dengan nada naik satu oktaf dan karena kepalang kesal kakinya ia tendangan muat pada pusaka keramat Kenzu yang seketika langsung merosot dengan rintisan ngilunya.
"Rasakan itu!"
***
Di lain tempat tampak seorang pria tampan dengan tatapan dingin dan berbahaya tengah memukuli seorang pria.
Dia—Keniti Stefano Maxwell Yang merupakan pemimpin sekaligus CEO Maxwell grup, di usianya yang terbilang muda 27 tahun. Dia memiliki wajah rupawan bak artis-artis Hollywood dan dengan pesonanya Kent sudah banyak menaklukkan kaum hawa.
"Siapa yang menyuruhmu, Hah?!!" Bentaknya saat pria yang di hajarnya itu terus tutup mulut.
"MAXIME!!"
"Iya tuan. " seorang pria muda dengan tergesa menghadap Kent.
"Urus dia, Kau tahu apa yang harus kau lakukan?!" kata Kent sembari melangkah pergi.
Saat keluar ruangan itu Kent sudah di sambut mobil mewah dan beberapa anak buahnya. Sebelum sempat masuk ke dalam mobil, suara benda dari sakunya berbunyi.
Kenzu
"Brother, aku ingin memberitahukan sesuatu kesinilah."
"Jangan membuang-buang waktuku cepat katakan sekarang!"
"No! Nanti alamatnya aku kirim kan, And -Jangan sampai tidak datang. Aku menunggumu Brother... Cepatlah By!"
Kent mendengus saat sambungan teleponnya terputus setelah seseorang yang merupakan adiknya yang menelepon itu tak berhenti bicara dan seenaknya mematikan sambungan.
***
Dan Katherine yang melihat sahabatnya adu mulut dengan seorang pria melangkah mendekati mereka.
Katherine tidak bisa melihat wajah pria itu karena posisinya membelakangi, tapi saat pria itu menoleh Katherine sedikit terkejut. Katherine mengenal pria bernama Kenzu itu!
"Kenzu?"