Chapter 3

1078 Words
Flashback Selama dua tahun lebih ibunya dirawat Dokter sudah turun tangan Menyerah tidak ada harapan karena benturan di kepala ibunya benar-benar parah, meskipun jantungnya masih berdetak tapi kepalanya yang bermasalah. Dokter menyuruhnya untuk mencabut alat pernapasan sang ibu tapi Emily menolaknya dan berkata "Dok, ada orang yang koma melebihi 5 bahkan 10 tahun tapi dia sadar setelah sekian lamanya, ia percaya bahwa ibunya dalam perjalanan pulang melawan kesakitannya, saya akan bayar berapa pun asal alat pernapasan ibu saya tidak di cabut." Emily percaya ibunya akan sadar dan melakukan aktivitas seperti biasanya, menemani Emily dengan sang adik sampai Emily mempunyai keluarga kelak nanti. Flashback of. Air mata tanpa izin menetes di kedua pipi Emily saat mengingat itu semua. Menghela nafas panjang, Emily bangun dari ranjangnya untuk mengambil ponselnya berbunyi. ternyata panggilan dari Katherine. "Halo. " "Emily, kau di mana?" "Tentu saja di rumah baruku, kenapa dengan suaramu?" tanya Emily saat mendengar suara Katherine bergetar. "Aku ingin bertemu denganmu, aku ingin bermalam di tempatmu. " "Tapi ini sudah malam, Kat!" jawab Emily saat melihat jam di nakas yang menunjukkan pukul 11 malam. "Aku tak peduli, sekarang aku akan pergi ke tempatmu. Cepat Kirimkan alamatnya. " Emily hanya pasrah, Satu lagi mengenai Katherine, wanita itu sangat keras kepala tak ada yang bisa melarangnya saat ia menginginkan sesuatu. Tak lama kemudian pesan Katherine masuk. ? — From Katherine : Cepat kirim alamatnya!! Setelah mengirim balasan, Emily berdiri dari ranjangnya melangkah keluar dari kamarnya lalu duduk di sofa mini sambil memainkan game di ponselnya. Kegiatan Emily untuk mengenyahkan kebosanannya selagi menunggu sahabatnya itu. Dua puluh menit kemudian pintu di ketuk dari luar. Emily membukanya dan mendapati Katherine berdiri dengan mantel tebal yang melekat di tubuhnya, memang cuaca di luar sangat dingin apa lagi sekarang sudah tengah malam. "Ada apa dengan matamu, Kat?" tanya Emily saat melihat mata Katherine yang membengkak. Lalu membawa sahabatnya itu masuk ke rumah barunya. "Ada apa? Ceritakan padaku?" Kata Emily setelah mereka berada di ranjang wanita itu. "Jordan, aku melihatnya b******u dengan Jessica, jalang itu benar-benar membuatku muak. " jelas Katherine dengan terapi api, tapi ada secarik nada kesedihan dari suaranya. "Mungkin kau salah lihat. " ucap Emily. "Mereka b******u di depanku. " sangkal Katherine. "Oke, Aku tak tidak tahu Jordan karena kau belum mengenalkannya padaku, tapi masih banyak lelaki di luar sana yang lebih baik dari Jordan. " "Aku tak ingin membahasnya saat ini, Em. " Katherine mengalihkan pembicaraannya. "Kalau begitu sekarang kau tidur karena besok adalah hari yang paling melelahkan untukku, Oke. " kata Emily sambil membaringkan dirinya. "Kau mencari pekerjaan?" tebak Katherine. Emily mengangguk. "Ya." "Aku mempunyai teman yang membutuhkan seorang model. Kau bisa mengambilnya. "Jelas Katherine ikut berbaring bersama Emily. "Tapi—" "Tidak ada tapi, kau membutuhkan pekerjaan, toh juga kerjanya lumayan ringan, fose fose doang. Jadi, jangan membantah. Oke!" "Oke, aku akan mencobanya. " Akhirnya Emily pasrah. Lalu mereka tertidur lelap setelah mengobrol sana sini, gosip menggosip dan akhirnya terlelap karena kecapean. *** Keesokan paginya, Emily keluar berniat membeli makanan di supermarket yang tidak jauh dari tempat tinggalnya, tapi kemudian langkahnya malah di hadang oleh seorang pria, siapa gerangan? "Nona Emily Senzzy?" Ucap pria itu menyebutkan namanya. "Iya?" jawab Emily bingung, dari mana pria itu tahu namanya. "Ikut saya," Kata pria itu tanpa permisi menarik tangan Emily untuk memasuki mobil yang tentu saja langsung menolak. Siapa pria ini, kenapa ia harus ikut?! "Kau mau membawaku ke mana?" Tanya Emily yang akhirnya terdampar juga dikursi empuk mobil itu. "Nona akan tahu sendiri." jawab pria itu tersenyum formal. *** Sampai tempat tujuan Emily bak hewan peliharaan langsung di giring keluar dari mobil memasuki sebuah perusahaan besar dengan cantuman nama raksasa 'Maxwell' di bagian paling atas. Saat sampai di lantai tujuannya. Max menghampiri sekretaris yang berada di sana. "Hai Max, Tuan Kent menyuruhmu langsung masuk saja. " Kata sekretaris itu dan diangguki oleh Max yang langsung membawa Emily untuk mengikutinya. Wanita itu bingung, tentu saja. Kenapa juga dia dibawa kesini? "Tuan aku sudah membawanya sesuai perintah Anda. "Kata Max sembari membungkuk saat telah menghadap Keniti. "Oke terima kasih, sekarang keluarlah." Perintah Kent dan diangguki Max, sedangkan Emily semakin bingung. "Loh, kenapa per—" Emily menoleh pada Kent saat pria itu memotong gumaman kecilnya dengan sapaan hangat selamat bertemu kembali. "Kau—" Kent tersenyum tipis melihat respons Emily yang terkejut melihatnya. Emily tentu saja tau pria di hadapannya ini yang tak lain pria kemarin yang menanyakan namanya. "Apa maumu? Kenapa aku di bawa ke sini?" tanya Emily. "Emily Senzzy, umur 21 tahun, mengerjakan beberapa pekerjaan sampingan, Ibumu koma pasca kecelakaan dan ayahmu pergi dengan wanita lain. Menyedihkan." Ucap Kent yang di akhiri komentar miris pada sosok wanita yang tengah di incarnya ini. Sedangkan Emily terbengong, bagaimana pria ini tahu kehidupannya? Tapi jika dipikir ulang, tak heran. Pria ini—Emily tebak pasti bukan orang sembarangan. Dilihat dari tampilannya yang menawan dan merek bendrednya, juga perusahaan yang tengah di pijaknya ini—tentu saja lelaki ini pasti dari keluarga berada, mungkin lebih dari itu. "Aku tidak peduli kau tahu dari mana itu semua tentangku tapi yang ingin aku tanyakan sekarang adalah, kenapa aku harus ada disini? Dan kenapa kau memerintahkan anak buahmu untuk menyeretku sampai disini, hah! Kuingatkan, aku tak punya urusan denganmu tuan!" Dan kekehkan keluar dari mulut Kent membuat Emily mengerutkan alisnya heran. Kedua matanya terus memindai lawan jenis di depannya yang tengah melangkah mendekatinya. "Kenapa kau tertawa?!" Kata Emily sedikit kesal. "Kau tak takut padaku. " tanya Kent bertanya lain, tangannya terangkat mengelus lembut pipi Emily dengan gaya sensual. Dan Emily—bodohnya wanita itu perlahan terbuai akan sentuhannya. Ia tak naif bisa merasakan perasaan aneh pada tubuhnya yang mengalir ke perut -tapi kemudian kesadarannya langsung kembali saat sebuah kecupan ditelinga Ia rasakan. "Hai! Apa yang kau lakukan?!" Hardik Emily menjauhkan dirinya. Baru beberapa jam bertemu langsung sosor saja, Pria ini benar-benar berbahaya! Sedangkan Kent berdehem menormalkan suaranya. Ia menatap Emily yang melotot padanya, dengan wajah datar Kent menjawab. "Aku tak melakukan apa-apa, aku hanya menyentuh pipi dan mengecupnya. " ucap Kent dengan santainya. "Kau—" Emily menunjuk Kent dengan wajah memerah karena malu tercampur Emosi. "Aku ingin bicara, " ucap Kent mengalihkan topik. "Apa?" ujar Emily saat lelaki itu mendudukkan tubuhnya. Kent mengisyaratkan wanita itu untuk duduk di sebelahnya, tapi Emily malah memilih duduk berjauhan dengan Kent. "Jadi apa?" Tanya Emily tak sabar. "Kau mau ibumu mendapat pengobatan yang baik dan terjamin?" Tanya Kent tiba-tiba membahas perihal pengobatan sang ibu. "Tentu saja. " Dan tanpa ragu Emily menjawab. "Menikahlah denganku. "
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD