10 - Salah pahamnya Evelyn.

1676 Words
Suasana kediaman Arya pagi ini berbeda dari pagi-pagi sebelumnya. Hari ini Evelyn akan berangkat ke London, karena itulah hari ini Arya dan Sonia bangun lebih pagi dari biasanya, begitu juga Evelyn yang sudah menginap di rumah orang tuanya sejak 1 minggu lalu. Arya mendekati Sonia yang saat ini sedang sibuk memeriksa barang-barang milik Evelyn sebelum barang-barang tersebut di masukan ke mobil. "Mah." "Iya, Pah." "Evelyn belum turun?" "Belum, Pah. Paling juga sebentar lagi." Sonia memberi instruksi pada para pelayan untuk memasukkan semua koper milik Evelyn ke mobil. Ucapan Sonia terbukti benar, selang beberapa detik kemudian, terdengar suara langkah kaki mendekat. "Pah, Mah." Arya dan Sonia secara kompak menoleh ke arah Evelyn. Sonia menghampiri Evelyn. "Kamu udah siap, Sayang?" Evelyn mengangguk. "Udah, Mah." "Barang-barangnya udah semua kan, Sayang?" "Udah, Pah." "Ya udah kalau gitu, ayo kita berangkat ke bandara sekarang." Arya tidak mau Evelyn ketinggalan pesawat, jadi lebih baik berangkat ke bandara lebih awal. "Papah sama Mamah mau nganter Evelyn ke bandara?" Evelyn pikir, Arya dan Sonia tidak akan ikut mengantarnya ke bandara. "Ikut dong, Sayang." Sonia yang menjawab pertanyaan Evelyn. Evelyn melirik Arya. Arya hanya bisa mengangguk. "Ya udah, ayo kita berangkat sekarang." Evelyn menggandeng tangan kanan Sofia, lalu keduanya pun keluar rumah, diikuti Arya yang berjalan tepat di belakang keduanya. "Eve, kamu udah pamit kan sama Siena dan Naomi?" "Udah kok, Mah." "Mereka sibuk ya?" Evelyn menggeleng. "Enggak kok, Mah. Emangnya kenapa?" "Oh, Mamah pikir mereka berdua lagi sibuk, makanya gak nganter kamu ke bandara." "Mereka berdua dalam perjalanan ke bandara, Mah." Tadi Evelyn berpikir kalau Arya dan Sonia tidak akan mengantarnya ke bandara, karena itulah Evelyn berniat pergi ke bandara bersama Siena dan Naomi, tapi karena Arya dan Sonia mengantarnya, Evelyn meminta keduanya untuk langsung ke bandara. 1 jam adalah waktu yang Arya, Sonia, dan Evelyn tempuh untuk tiba di bandara, relatif lebih lama dari biasanya karena perjalanan mereka sempat terhambat banjir. Tak jauh berbeda, hal yang sama juga di rasakan oleh Siena dan Naomi. "Kamu harus segera masuk, Sayang." "Iya, Pah." Sebenarnya Evelyn masih ingin menghabiskan waktu bersama orang tua juga kedua sahabatnya, tapi apa boleh buat, ia harus segera masuk. "Pah, Mah, Evelyn berangkat ya." Secara bergantian, Evelyn memeluk Arya dan Sonia. "Kalau sudah sampai, kabari Mamah ya, Sayang," bisik Sonia yang kini memeluk erat Evelyn. "Iya, Mah, pasti akan langsung Evelyn kabari," jawab Evelyn sambil melerai pelukannya. "Mamah jangan nangis," lanjutnya sambil menyeka air mata yang sudah menggenang di setiap pelupuk mata Sonia. Salah satu alasan kenapa tadi Evelyn terkejut saat tahu kalau Arya dan Sonia akan mengantarnya ke bandara adalah karena Evelyn tahu, Sonia pasti akan menangisi kepergiannya. Air mata Sonia malah mengalir deras. Arya langsung memeluk erat sang istri, saat itulah, tangis Sonia pun pecah. Melalui isyarat mata, Arya meminta Evelyn untuk segera pamit pada Siena dan Naomi supaya Evelyn bisa segera memasuki bandara, dan ia bisa segera membawa sang istri pulang. Secara bersamaan, Siena dan Naomi memeluk Evelyn. "Semoga perjalanan lo lancar ya, Eve." "Aamiin." Siena dan Evelyn menyahut kompak doa yang baru saja Naomi panjatkan. "Hati-hati ya, Eve." Kali ini giliran Siena yang berbicara. "Iya, kalian juga ya, jaga diri kalian baik-baik." "Pasti." Siena dan Naomi menyahut kompak. Setelah pamit pada orang tuanya, juga kedua sahabatnya, Evelyn lalu melanjutkan perjalanannya memasuki bandara karena sebentar lagi pesawatnya akan mengudara. *** "Tuan," sapa Satria sambil menunduk. "Sat." Criss membalas singkat sapaan Satria, lalu memasuki mobil. Setelah memastikan jika Criss duduk dengan nyaman, barulah Satria memasuki mobil. Satria duduk di samping kanan Criss. "Jam berapa Evelyn berangkat ke London?" "Pesawatnya baru saja lepas landas, Tuan." Jawaban yang Satria berikan mengejutkan Criss. Mata Criss yang terpejam sampai terbuka, dan kini menatap tajam Satria. "Kenapa kamu gak bilang kalau keberangkatan Evelyn ke London di percepat?" Criss tak bisa menyembunyikan kekesalannya. "Maaf, Tuan. Saya juga baru tahu beberapa menit yang lalu kalau ternyata penerbangan Evelyn ke London itu dipercepat." "s**t!" Criss mengumpat, luar biasa kesal karena usahanya kini sia-sia. Seharusnya Criss pulang nanti sore, tapi Criss memutuskan untuk langsung pulang begitu pekerjaannya di Singapura selesai supaya ia bisa bertemu Evelyn sebelum Evelyn pergi meninggalkan Jakarta. "Ini, Tuan." Satria menyerahkan tabnya pada Criss, memperlihatkan hasil foto yang ia ambil beberapa menit lalu ketika Evelyn berpisah dengan orang tuanya, juga kedua sahabatnya. "Kenapa dia jadi makin cantik sih?" Tanpa sadar Criss bergumam, memuji penampilan Evelyn yang Criss rasa jadi berkali-kali lipat lebih cantik dari saat terakhir kali mereka bertemu. "Yang mana yang namanya Naomi?" "Naomi yang ini, Tuan," jawab Satria sambil menunjuk ke arah Naomi. "Kamu tahu tempat tinggalnya?" "Saya sudah mencari tahunya, Tuan." Sudah Satria duga kalau Criss akan menanyakan tentang tempat tinggal Naomi, karena itulah, kemarin Satria sudah mencari tahu, di mana tempat tinggal Naomi. "Bagus, kita ke sana sekarang." "Baik, Tuan." Satria lalu memberi tahu sang supir, ke mana mereka harus pergi. *** Naomi baru saja akan memasuki kamar saat bel apartemen berbunyi. "Siapa ya? Apa Siena?" gumamnya sambil melangkah mendekati pintu. Sebelum membuka pintu, Naomi terlebih dahulu melihat melalui layar interkom, hanya sekedar untuk memastikan jika orang yang datang bukanlah penjahat. "Dia siapa?" Naomi kembali bergumam sambil memasang raut wajah bingung ketika melihat jika ternyata orang yang kini berdiri di depan unit apartemennya adalah seorang pria yang sama sekali tidak ia kenal. "Buka atau enggak ya?" Naomi tidak mengenal pria tersebut, jadi Naomi ragu. "Buka aja deh." Naomi penasaran karena itulah Naomi memutuskan untuk membuka pintu apartemennya. "Cari siapa ya?" tanyanya begitu sudah berhadapan langsung dengan Satria. "Naomi?" Satria tahu jika wanita di hadapannya adalah Naomi, tapi tetap bertanya hanya sekedar untuk berbasa-basi. "Iya, saya Naomi." "Saya Satria, asisten pribadinya Tuan Criss." "Tuan Criss?" gumam Naomi dengan kening yang kini penuh kerutan. Satria mundur beberapa langkah. Pergerakan Satria berhasil membuat bingung Naomi. Satria melirik ke arah Criss. Naomi mengikuti arah pandang Satria, saat itulah ia sadar jika ternyata ia didatangi oleh 2 pria yang sama sekali tidak ia kenal. Criss mengangkat wajahnya yang sejak tadi tertunduk. Criss menoleh ke arah Naomi, saat itulah pesona Criss berhasil menghipnotis Naomi. "Ya Allah, ganteng banget!" Pujian tersebut hanya bisa Naomi ucapkan dalam hati. Criss mendekati Naomi. Kedua mata Naomi melotot, terkejut dengan apa yang kini Criss lalukan padanya. Bukan hanya Naomi yang terkejut, tapi Satria juga terkejut. "Le-lepasin," ucap Naomi dengan susah payah. Naomi mencoba untuk melepaskan tangan Criss yang kini mencekik lehernya. "Gue akan lepasin tapi dengan satu syarat, lo harus menjawab jujur semua pertanyaan gue!" Naomi langsung mengangguk. Criss akhirnya berhenti mencekik Naomi. "Dasar pria gila!" Criss mendengar umpatan Naomi, dan sama sekali tidak merasa tersinggung, karena sadar jika dirinya memang gila, gila sejak bertemu Evelyn. Umpatan Naomi juga didengar oleh Satria, dan Satria hanya bisa meringis. Naomi segera mengatur pernapasannya agar kembali normal seperti biasanya. Criss bersandar di pintu, lalu mengeluarkan sebungkus rokok juga pemantiknya. "Perkenalkan, nama saya Satria. Saya asisten pribadinya Tuan Criss." Naomi tiba-tiba mengingat kembali ucapan Satria sebelumnya, saat itulah Naomi sadar, siapa pria yang baru saja mencekiknya, dan kini tengah menatap tajam dirinya. "Jadi dia Criss, pria yang melakukan one night stand sama Evelyn." Naomi membatin, tanpa sadar menilai penampilan Criss, mulai dari ujung kepala sampai ujung rambut. Hanya dengan melihatnya saja, Naomi tahu jika Criss bukanlah orang sembarangan. "Ganteng sih, tapi sayang sikapnya nyebelin banget." Naomi tidak akan menyangkal pesona Criss. Criss adalah tipe pria idaman banyak kaum hawa. Criss memiliki postur tubuh tinggi, bahu yang lebar, dan yang paling penting adalah memiliki wajah tampan rupawan bak dewa-dewa dalam mitologi Yunani. "Kenapa? Apa ada yang salah sama penampilan gue?" Criss sadar jika Naomi sedang menilai penampilannya. "Gak ada," jawab ketus Naomi sambil memalingkan wajahnya ke arah lain. "Jadi ... siapa yang minggu lalu melakukan aborsi, lo atau Evelyn?" Kedua mata Naomi melotot, terkejut dengan pertanyaan yang baru saja Criss ajukan. "Kenapa dia bisa tahu kalau minggu lalu gue sama Evelyn pergi ke tempat aborsi?" tanyanya dalam hati. "Jawab pertanyaan gue, Naomi. Siapa yang melakukan aborsi, lo atau Evelyn?" Criss kembali mengulang pertanyaannya dengan nada bicara yang jauh lebih tegas dari sebelumnya, bahkan kini tatapan matanya semakin tajam. "Evelyn." Naomi menjawab jujur pertanyaan Criss karena Naomi sadar, jika ia berbohong, maka ia hanya akan menambah masalah baru. Naomi berasumsi jika sebenarnya Criss sudah tahu, siapa yang sebenarnya melakukan aborsi dan Criss bertanya hanya sekedar untuk mengetesnya saja. "Jadi Evelyn benar-benar hamil?" gumam Criss tanpa sadar. "Iya, dia hamil dan itu anaknya lo, b******k!" Naomi menatap Criss dengan tatapan penuh kebencian. "Gue tahu kalau itu anak gue," balas lirih Criss. Criss mendekati Naomi, secara refleks Naomi melangkah mundur menjauhi Criss. Naomi takut kalau Criss akan kembali mencekiknya. "Apa Evelyn benar-benar melakukan aborsi?" Criss menatap lekat Naomi. "Iya, dia melakukan aborsi. Emangnya kenapa? Lo gak percaya?" "Seharusnya lo melarang Evelyn melakukan aborsi!" Tanpa sadar, Criss baru saja membentak Naomi. "Kenapa gue harus melarang dia melakukan aborsi?" Naomi balas berteriak. "Seharusnya sebelum dia memilih untuk melakukan aborsi, dia tanya dulu sama gue, apa gue menginginkan anak itu atau enggak!" "Awalnya Evelyn memang berniat untuk ngasih tahu lo kalau dia hamil, tapi saat dia tahu kalau lo udah punya istri, dia langsung mengurungkan niatnya." "Istri?" Ulang Criss yang kini terlihat jelas sangat kebingungan. Penjelasan Naomi barusan bukan hanya mengejutkan sekaligus membuat bingung Criss, tapi juga Satria. "Iya." "Siapa yang bilang kalau gue udah punya istri?" "Evelyn." "Evelyn?" Ulang Criss memperjelas. "Iya, dia bilang kalau lo udah nikah dan punya istri." Naomi sadar jika Criss juga Satria sama-sama terkejut atas penjelasannya barusan, dan itu membuatnya bertanya-tanya, apa yang terjadi? "s**t!" Umpat Criss sesaat setelah akhirnya sudah bisa menebak apa yang terjadi beberapa hari lalu ketika Evelyn mendatangi apartemennya. Criss yakin jika saat bertemu Bela, Evelyn pasti berpikir jika Bela adalah istrinya, mengingat penampilan Bela saat itu sangat berantakan. Umpatan Criss mengejutkan Naomi. Naomi terkejut karena Criss bukan hanya baru saja mengumpat, tapi juga memukul tembok. "Asal lo tahu ya, gue belum menikah," ucap Criss penuh penekanan. Naomi melotot, terkejut. "Ja-jadi lo belum punya istri?" tanyanya terbata. "Jangankan punya istri, punya pacar aja enggak," jawab ketus Criss. "f**k! Jadi Evelyn salah paham?" Tanpa sadar Naomi mengumpat. Sekujur tubuhnya seketika terasa lemas, tak menyangka jika ternyata Evelyn hanya salah paham. Kesalahanpahaman yang membawa petaka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD