Beberapa hari kemudian.
Kurang lebih 20 menit sudah berlalu sejak Evelyn dan Siena berada di club. Keduanya memilih club Heaven, club favorit kesukaan Siena. Evelyn sudah mabuk, begitu juga Siena. Awalnya Siena tidak ingin mabuk, tapi Siena malah kebablasan.
"Eve, gue mau ke toilet dulu ya."
"Ok, tapi jangan lama-lama ya."
"Iya, dan lo jangan pergi ke mana-mana ya!" Peringat tegas Siena.
Evelyn hanya mengangguk, setelah itu mengibas-ngibaskan tangan kanannya, meminta Siena untuk segera pergi ke toilet. Siena pergi ke toilet, meninggalkan Evelyn yang kini sedang asyik menikmati minumannya juga alunan musik.
Evelyn mulai merasa jenuh dan bosan. Evelyn memutuskan untuk turun ke lantai dansa. Evelyn meliuk-liukan tubuhnya mengikuti irama musik yang kini tengah berdendang.
Kehadiran Evelyn di lantai dansa menarik perhatian banyak pria, termasuk dari 3 orang pria yang baru saja datang beberapa menit yang lalu. Ketiganya bernama Criss, Dewa, dan Nando.
"Criss."
"Hm."
"Lo beneran gak mau minum?"
"Kalau gue mabuk, nanti siapa yang nyetir?"
"Ya kalau kita semua mabuk, kita tinggal sewa supir." Diktalah yang menjawab pertanyaan Criss.
"Gue lagi gak mau minum." Criss tetap menolak untuk minum.
"Ya udah kalau lo gak mau minum." Dewa tidak akan memaksa Criss untuk minum jika memang Criss tidak menginginkannya.
"Lo kenal gak sama dia? Wajahnya kok terasa familiar ya." Dia yang Nando maksud adalah Evelyn. Nando merasa jika ia pernah bertemu Evelyn sebelumnya, tapi Nando lupa, di mana ia pernah bertemu dengan wanita tersebut.
"Maksud lo dia?" Dewa menunjuk Evelyn menggunakan dagunya.
Atensi Nando beralih pada Dewa. "Iya dia, lo kenal?"
"Gue gak kenal sama dia, tapi setahu gue, dia model."
"Model?" Ulang Nando memperjelas.
"Iya, dia model papan atas loh, masa lo gak kenal sih?"
"Ah, pantesan aja wajahnya terasa familiar, mungkin karena gue pernah melihat dia social media," gumam Nando.
Dewa menyenggol Nando, lalu menunjuk ke arah Criss melalui lirikan matanya.
"Criss, lo gak mau turun?" tanya Nando basa-basi.
"Enggak!" Dengan tegas, Criss menolak.
"Yakin?" Dewa meragukan jawaban Criss karena sejak tadi, perhatian Criss sepenuhnya tertuju pada Evelyn. Dewa tahu kalau sahabatnya itu tertarik pada Evelyn.
Criss menjawab pertanyaan Dewa hanya dengan anggukan kepala.
"Wah, mulai banyak pria yang ngedeketin tuh model." Nando bersiul.
Ucapan Nando berhasil menarik perhatian Criss dan Dewa. Kini atensi keduanya tertuju pada Evelyn, dan apa yang Nando katakan memang benar, kini Evelyn di kelilingi oleh banyak pria.
Kejadian tersebut membuat Criss tiba-tiba merasa jengkel, apalagi saat melihat seorang pria yang kini berdiri di belakang Evelyn mulai meletakkan kedua tangannya di pinggang ramping Evelyn dan mulai menggoda Evelyn.
Dewa yang menyadari perubahan ekspresi wajah Criss hanya bisa tersenyum tipis.
Criss tiba-tiba berdiri.
"Lo mau ke mana?" Nando menatap bingung Criss.
"Gue pulang duluan ya."
"Lo mau pulang sekarang? Kita kan baru aja nyampe." Jawaban Criss membuat Nando kesal. "Lo gak mau kenalan dulu sama wanita yang sejak tadi lo perhatiin?" lanjutnya sambil menunjuk ke arah Evelyn.
Criss tidak menjawab pertanyaan Nando. Criss malah berlalu pergi meninggalkan kedua sahabatnya.
Nando dan Dewa terus memperhatikan Criss. Nando bingung sedangkan Dewa terkekeh ketika melihat Criss malah turun ke lantai dansa.
"Anjir, langsung didatangi!" Seru Nando yang kini ikut terkekeh saat melihat Criss menghampiri Evelyn, lalu menyeret Evelyn keluar dari lantai dansa.
"Criss, jangan lupa pakai pengaman ya!" Teriak Nando.
Criss memutar jengah matanya sambil terus menyeret Evelyn keluar dari club.
Evelyn jelas terkejut, panik, sekaligus takut ketika seorang pria yang sama sekali tidak ia kenal tiba-tiba menariknya keluar dari lantai dansa. Evelyn sempat memberontak, tapi sayang tenaganya tidak sebanding dengan tenaga Criss.
Sekarang Criss dan Evelyn sudah berada di luar club.
"Ih, lo apa-apaan sih?" Teriak Evelyn sambil menghempaskan tangannya yang sejak tadi Criss genggam sampai akhirnya genggaman tangan Criss terlepas.
Criss berbalik menghadap Evelyn. "Sebaiknya lo pulang."
"Siapa si lo? Kenapa lo malah ngatur-ngatur gue? Nyuruh gue pulang segala! Kenal juga enggak!" Evelyn menatap tajam Criss.
"Rumah lo di mana? Biar gue anter lo pulang." Melihat kondisi Evelyn membuat Criss sadar kalau Evelyn tidak akan bisa pulang sendiri, dan ia juga tidak mungkin membiarkan Evelyn pulang menggunakan taksi, takut jika nanti justru akan terjadi hal buruk pada Evelyn. Criss tiba-tiba melupakan fakta kalau Evelyn tidak datang sendiri, tapi bersama Siena.
"Gue gak mau pulang sama lo, gue maunya pulang sama Siena." Evelyn akan kembali memasuki club, tapi Criss berhasil menahannya.
"Apaan lagi sih?" Evelyn menatap tajam Criss.
"Gue anterin lo pulang."
"Gue gak mau pulang sama lo!" Dengan tegas, Evelyn menolak.
Criss dan Evelyn terus berdebat, sedangkan Nando kini mulai sibuk mencari mangsa.
"Ok, sekarang giliran gue yang harus cari teman bermain," ucap Nando sambil mengamati suasana club. Senyum lebar menghiasinya saat melihat seorang wanita yang langsung menarik perhatiannya.
Siena panik ketika tak melihat Evelyn, rasa panikannya semakin besar saat sadar kalau tas dan juga ponsel Evelyn sudah tidak ada di meja. Siena takut sudah terjadi hal buruk pada Evelyn, karena itulah Siena langsung menghubungi Evelyn, sayangnya nomor Evelyn tidak bisa dihubungi. "Duh, nih anak ke mana sih?" gumamnya sambil terus mengamati sekitarnya, siapa tahu, Evelyn ada.
Sementara itu, saat ini Evelyn sudah berada di dalam mobil milik Criss. Setelah berdebat panjang lebar, Evelyn akhirnya memutuskan untuk ikut bersama pria asing yang baru saja ia temui. Entah kenapa, Evelyn merasa jika pria tersebut tidaklah berbahaya, jadi ia merasa kalau ia akan baik-baik saja.
"Kita mau ke mana?" Racau Evelyn ditengah kesadarannya yang semakin menipis.
"Bagaimana kalau kita pergi ke hotel." Criss menjawab asal pertanyaan Evelyn.
"Hotel ya," gumam Evelyn dengan kening mengkerut. "Boleh juga," lanjutnya sambil terkekeh.
Criss menghela nafas panjang. "Ternyata dia benar-benar mabuk berat."
Evelyn berbalik menghadap Criss, dan meskipun samar, tapi Evelyn sadar kalau pria di sampingnya ini sangatlah tampan. "Ternyata lo jauh lebih tampan dari si b******k Liam."
"Si b******k Liam?" Ulang Criss memperjelas.
"Iya, si b******k Liam," jawab Evelyn sambil mengangguk. Setelah itu, Evelyn mulai meracau, mengeluarkan kata-kata umpatan yang tentu saja ditunjukkan untuk sang mantan kekasih, Liam.
Criss hanya diam sambil terus mendengarkan umpatan-umpatan yang terucap dari mulut Evelyn.
"s**t!" Secara spontan Criss mengumpat ketika tangan kanan Evelyn membelai pahanya, menimbulkan sensasi yang mampu membuatnya tak bisa berpikir jernih.
Evelyn yang saat ini sudah mabuk berat tidak sepenuhnya sadar dengan apa yang baru saja ia lakukan pada Criss, dan reaksi Criss barusan malah membuat Evelyn bahagia sekaligus merasa tertantang.
"Diamlah, Evelyn." Dengan pelan, Criss menurunkan tangan Evelyn dari atas pahanya.
"Kok lo tahu nama gue sih?"
"Ya tahu lah, lo kan model terkenal," jawab ketus Criss.
"Oh iya, gue kan model, terkenal lagi." Evelyn kembali terkekeh, kali ini mentertawakan kebodohannya sendiri. "Lo kenapa?" tanyanya, menatap bingung Criss yang terlihat seperti sangat tersiksa.
"Gue gak kenapa-napa." Suara Criss berubah menjadi serak. "
"Lo sakit ya?" Evelyn tidak mempercayai ucapan Criss, karena memang Criss terlihat tidak baik-baik saja, bahkan kini Evelyn melihat bulir keringat membasahi kening Criss.
"Sial! Sebenarnya apa yang terjadi sama gue?" Criss bisa merasakan kalau kini juniornya mulai ereksi.
"s**t! Apa air yang tadi gue minum udah dicampur sama obat perangsang?" Criss berpikir demikian karena sebelumnya Criss pernah mengkonsumsi obat perangsang, jadi Criss tahu, bagaimana cara kerja obat tersebut, dan kini Criss mulai merasakannya.
"Panas banget sih."
Keluhan Evelyn didengar oleh Criss. "Panas?" tanyanya memastikan.
Evelyn mengangguk.
"Kan acnya udah nyala." Criss tentu saja bingung, kenapa Evelyn merasa kepanasan sedangkan sejak tadi ac di mobilnya sudah menyala?
"Maksud gue bukan panas karena itu." Evelyn membalas ketus ucapan Criss.
Criss diam, mencoba untuk mencerna ucapan Evelyn. Sesekali Criss melirik Evelyn, mengamati gelagat dari wanita mabuk tersebut.
"s**t! Jangan bilang kalau lo minum obat perangsang." Criss langsung berpikir jika Evelyn meminum obat perangsang, dan kini obat tersebut mulai bekerja.
"Sepertinya," balas lirih Evelyn. "Sial! Pasti air dari pelayan tadi udah di kasih obat perangsang!"
"Pelayan? Maksud lo apa?" Criss melirik Evelyn, matanya melotot ketika melihat apa yang saat ini sedang Evelyn lakukan. "Lo gila!" Teriaknya secara spontan.
"Rasanya panas!" Evelyn balas berteriak.
"Gue tahu, tapi ya jangan lo buka juga dressnya!" Criss mencoba untuk menutup d**a Evelyn yang sudah terexspose, saat itulah, tanpa sengaja tangannya bersentuhan dengan kulit Evelyn.
Secara spontan, Evelyn mendesah. Evelyn menahan tangan Criss yang akan menjauh. "Jangan berhenti," pintanya memelas.
"Gue lagi nyetir." Criss tahu apa maksud dari ucapan Evelyn barusan.
"Kalau gitu cepat, kita cari hotel terdekat aja."
"Apa lo gila?"
"Lo gak mau bantuin gue?" Evelyn melirik tajam Criss.
Criss diam.
"Kalau lo gak mau bantuin gue, sebaiknya lo puter balik, anterin gue ke club. Biar gue cari pria lain yang mau bantuin gue!" Diamnya Criss Evelyn anggap sebagai penolakan.
"Jangan gila," balas lirih Criss dengan suara yang semakin serak.
"Lo mau bantuin gue atau enggak?"
"Ok, gue akan bantuin lo, dan gue harap kalau lo gak akan menyesali semuanya, Evelyn."
Evelyn tidak menanggapi ucapan Criss. Evelyn menyandarkan tubuhnya, lalu memejamkan matanya. Sekuat tenaga Evelyn mencoba untuk menahan luapan gairahnya. Evelyn menggigit kuat bibir bawahnya, dan tanpa sadar, kini kedua tangannya mulai menyentuh tubuhnya sendiri.