05 - Hamil.

1624 Words
1 bulan telah berlalu sejak hubungan asmara antara Evelyn dan Liam berakhir dengan cara yang bisa dikatakan sangat tragis, sekaligus menyedihkan. Selama 1 bulan belakangan ini Liam berulang kali mencoba untuk menemui Evelyn, tapi gagal karena Evelyn selalu menghindar. Hari ini adalah hari minggu, hari di mana Evelyn libur dari segala kegiatan yang menyita waktu, pikiran, serta tenaganya. Kemarin adalah hari yang sangat melelahkan, karena itulah, hari ini Evelyn memutuskan untuk berdiam diri di apartemen. Evelyn tidak sendiri, tapi ditemani oleh kedua sahabatnya, Siena juga Naomi. Saat ini ketiganya berada di kamar Evelyn, baru saja selesai menonton salah satu film horor yang tengah booming. "Sebentar ya, gue mau pipis dulu." Tanpa menunggu tanggapan dari kedua sahabatnya, Evelyn berlalu pergi menuju kamar mandi. Tak lama kemudian, Evelyn kembali. Evelyn baru saja akan duduk ketika ia merasakan ingin kembali buang air kecil. Naomi dan Siena saling pandang dengan ekspresi wajah yang sama-sama bingung. "Dia kenapa sih?" Siena menggeleng. "Gue juga gak tahu. Lo tanya langsung aja sama orangnya." Naomi menoleh ke arah Evelyn yang baru saja keluar dari kamar mandi. "Lo kenapa sih? Dari tadi bulak balik terus ke kamar mandi?" "Gak tahu nih, tiba-tiba aja gue jadi sering buang air kecil." Evelyn sendiri tidak tahu apa yang terjadi padanya. "Sejak kapan lo jadi sering buang air kecil?" "Mungkin sejak 1 minggu yang lalu." Evelyn terdengar ragu, karena memang tak ingat pasti, sejak kapan dirinya jadi lebih sering buang air kecil. "Sejak 1 minggu yang lalu?" Ulang Siena memperjelas. "Iya," jawab Evelyn sambil mengangguk. "Bulan ini lo udah datang bulan atau belum?" Siena menatap lekat Evelyn. "Belum," jawab lirih Evelyn sambil menggelengkan kepalanya. "Sejak hari itu lo belum juga datang bulan?" Siena kembali bertanya untuk sekedar memastikan. "Iya, Siena," jawab lirih Evelyn dengan raut wajah yang kini berubah menjadi semakin pucat pasi. Selama hampir 1 bulan belakangan ini Evelyn memang sibuk dengan berbagai kegiatan modelingnya, tapi Evelyn tak pernah sehari pun lupa kalau sampai saat ini, hari yang sangat ia tunggu-tunggu belum juga datang, hari di mana ia mengalami menstruasi. Siena langsung membekap mulut Naomi menggunakan telapak tangan kanannya, karena Siena sudah bisa menebak, apa yang akan sahabatnya itu katakan. "Lo hamil?" Evelyn menunduk sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gue gak tahu, apa saat ini gue hamil atau enggak?" jawabnya sambil membelai perutnya yang masih terlihat rata. Naomi akhirnya berhasil menjauhkan telapak tangan kanan Siena dari mulutnya. "Eve, lo hamil anaknya si b******k, Liam?" tanyanya dengan nada tinggi. "Bukan." Bukan Evelyn yang menjawab pertanyaan Naomi, tapi Siena. "Terus, siapa orang yang udah hamilin lo, Eve?" Naomi menatap bingung Evelyn. Kalau bukan Liam, lalu siapa? "Kita belum tahu, apa Evelyn beneran hamil atau enggak, jadi sebaiknya lo diam dulu!" Dengan tegas, Siena memberi Naomi peringatan. "Ya udah, sekarang sebaiknya kita pergi ke rumah sakit untuk memeriksa kondisi Evelyn." "Gak perlu ke rumah sakit, kita tes pakai tespack dulu aja." Siena meraih tasnya, lalu mengeluarkan 3 tespack dengan merk yang berbeda-beda. Siena menaruh ketiga tespack tersebut di meja. "Kenapa lo bisa punya banyak tespack?" Naomi tentu saja bingung, kenapa Siena memiliki banyak sekali alat tes kehamilan? Siena melirik tajam Naomi. "Pertanyaan lo sama sekali gak penting tahu gak!" "Ya maaf," balas lirih Naomi. "Eve, sebaiknya sekarang lo tes pakai tespack dulu, lo cobain semuanya deh." Siena menggeser ketiga tespack di hadapannya ke arah Evelyn. Dengan perasaan ragu, Evelyn mengambil ketiga tespack tersebut, lalu membawanya ke kamar mandi. "Si, emang Evelyn tahu caranya pakai tespack?" "Ya kan ada petunjuknya, Naomi," ucap Siena penuh kesabaran. "Oh iya, gue lupa," balas Naomi sambil menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tak gatal sama sekali. "Ta–" "Naomi, sebaiknya lo diam deh, jangan banyak tanya, pusing gue dengerinnya." Siena langsung memotong ucapan Naomi yang belum selesai. Naomi merenggut, tapi setelah itu memilih untuk diam. Sedangkan Evelyn yang saat ini berada di dalam kamar mandi menunggu dengan perasaan campur aduk, tapi rasa takutlah yang paling mendominasi perasaannya. Untuk kesekian kalinya Evelyn menarik dalam nafasnya, kemudian menghembuskannya secara perlahan-lahan. "Semoga gue hamil," ucapnya sambil meraih salah satu tespack di hadapannya. Dengan gerakan perlahan, Evelyn membalik tespack dalam genggaman tangannya, sekujur tubuhnya langsung terasa lemas, begitu melihat jika tespack tersebut memiliki 2 garis, bukan 1 seperti yang sangat ia harapkan. Cepat-cepat Evelyn meraih kedua tespack yang lainnya, dan ternyata garis di kedua tespack tersebut juga sama, 2. "Gue ha-hamil," gumamnya terbata, dan tanpa sadar langsung membelai perutnya. "Duh, Evelyn kok lama ya?" gumam Naomi untuk kedua kalinya. Kurang lebih 15 menit sudah berlalu sejak Evelyn memasuki kamar mandi, dan sampai saat ini, belum juga ada tanda-tanda kalau Evelyn akan keluar dari kamar mandi. Siena dan Naomi langsung berdiri ketika mendengar suara pintu terbuka. Keduanya bergegas menghampiri Evelyn yang baru saja keluar dari kamar mandi. "Gimana hasilnya?" tanya Naomi tidak sabaran. "Garis dua," jawab lirih Evelyn sambil memperlihatkan ketiga tespack yang ia pegang. "Semuanya 2 garis?" "Iya, semuanya 2 garis," jawab lirih Evelyn.. Naomi meraih ketiga tespack yang Evelyn pegang, dan apa yang Evelyn katakan memang benar, ketiga tespack tersebut bergaris 2, itu artinya saat ini Evelyn sedang hamil. "Itu artinya lo hamil," ucap Siena sambil menatap ke arah perut Evelyn. "Evelyn!" Naomi dan Siena kompak menjerit, keduanya sama-sama terkejut saat melihat Evelyn hampir terjatuh, untung saja keduanya sigap, segera menahan tubuh lemas Evelyn. Keduanya menuntun Evelyn duduk di sofa. "Minum dulu, Eve." Naomi memberi Evelyn segelas air putih yang langsung Evelyn minum sampai habis. "Gue mau minta tolong sama kalian berdua." "Minta tolong apa?" Kali ini giliran Siena yang bertanya. "Tolong jangan kasih tahu orang tua gue kalau saat ini gue lagi hamil." Evelyn sudah bisa membayangkan apa yang nanti akan terjadi jika sampai kedua orang tuanya tahu tentang kehamilannya. Naomi dan Siena saling pandang, lalu keduanya pun mengangguk. Siena mengelus penuh kasih sayang bahu Evelyn. "Lo tenang aja, Eve, gue sama Naomi gak akan kasih tahu Om Arya dan Tante Sonia tentang kehamilan lo." "Terima kasih," balas Evelyn sambil tersenyum tipis. "Terus ... apa yang selanjutnya mau lo lakukan?" Naomi ingin tahu, langkah apa yang selanjutnya akan Evelyn ambil. Apa Evelyn akan meminta pertanggungjawaban dari pria yang sudah menghamilinya? Atau justru akan mengambil langkah lain? "Jangan bilang sama gue kalau lo berniat untuk menggugurkan kandungan lo?" Siena sudah sangat lama bersahabat dengan Evelyn, membuatnya jadi bisa sedikit paham cara berpikir Evelyn. "Gue memang berniat untuk menggugurkannya," jawab lirih Evelyn sambil menatap perutnya. "Lo gila!" Teriak Siena menggelegar. "Akan jauh lebih gila lagi kalau seandainya gue memilih untuk mempertahankan janin ini, Siena!" Evelyn balas berteriak. "Eve, dia gak berdosa!" Teriak Siena sambil menunjuk perut Evelyn. "Gue tahu, janin dalam rhim gue emang gak berdosa, tapi gue belum siap untuk punya anak, Siena! Terlebih gue hamil di luar nikah!" Perdebatan antara Evelyn dan Siena tak bisa terhindarkan. "Diam!" Naomi akhirnya ikut berteriak, meminta Evelyn dan Siena untuk diam. Bentakan Naomi berhasil, perdebatan antara Siena dan Evelyn pun berakhir. "Eve, apa gak sebaiknya lo kasih tahu pria yang udah hamilin lo kalau saat ini lo lagi hamil?" Menurut Naomi, pria yang sudah menanamkan benihnya dalam rahim Evelyn harus tahu kalau kini Evelyn sedang mengandung darah dagingnya. Evelyn diam, tapi kini mulai memikirkan saran yang baru saja Naomi berikan. "Siapa namanya?" "Criss," jawab lirih Evelyn. "Criss?" "Iya, namanya Criss, dan gue ketemu sama dia di club Heaven." "Lo sama si Criss one night stand?" Evelyn mengangguk. "Jadi intinya adalah, sebelumnya lo gak kenal sama si Criss? Dan kalian berdua pertama kali ketemu itu di club Heaven?" "Iya." "Ya udah, sebaiknya kita cari tuh orang di club Heaven." Entah kenapa, Naomi yakin jika pria bernama Criss ini pasti sudah sering mengunjungi club Heaven. "Atau kita tanya aja sama pihak clubnya tentang si Criss ini, mereka pasti tahu." "Gak semudah itu, tolol." Siena langsung menoyor kepala Naomi. "Lo pikir orang yang datang ke club Heaven puluhan, ada ratusan orang beg*, dan rata-rata dari mereka pasti pakai nama samaran. Lagian pihak club gak akan semudah itu mau ngasih tahu kita tentang daftar orang-orang yang datang ke clubnya," lanjutnya penuh emosi. "Iya juga ya," gumam Naomi. "Lo kan tahu apartemen si Criss, jadi sebaiknya lo datang aja ke sana, terus lo bilang deh sama dia kalau lo hamil anaknya." "Tunggu dulu," ucap Naomi sambil menatap Evelyn dan Siena secara bergantian. "Lo tahu tempat tinggal si Criss?" tanyanya pada Evelyn. "Iya, gue tahu di mana apartemennya karena waktu itu dia bawa gue ke apartemennya." "Anj*r, gue pikir lo sama si Criss on* night standnya di hotel, ternyata di apartemennya si Criss." Tiba-tiba ponsel milik Evelyn yang ada di atas meja berdering, mengejutkan Evelyn, Siena juga Naomi. Evelyn segera meraih ponselnya, dan begitu melihat siapa orang yang menghubunginya, Evelyn langsung merasa deg-degan. "Siapa, Eve?" "Papah," jawab Evelyn sambil menggeser ikon hijau pada layar ponselnya. "Halo, Pah." "Sayang, kamu di mana?" "Evelyn lagi di apartemen Pah, kenapa?" "Oh kamu di apartemen, hari ini kamu gak ada acara, kan?" "Gak ada, Pah." "Syukurlah kalau begitu." Arya terdengar lega. "Ada hal penting yang mau Papah bicarakan, nanti malam kamu bisa pulang?" Perasaan Evelyn langsung berubah menjadi tak tenang. "Duh, kira-kira ada apa ya? Apa mungkin Papah udah tahu kalau saat ini gue lagi hamil?" tanyanya dalam hati. Perubahan ekspresi wajah Evelyn disadari oleh Siena dan Naomi. "Eve, kok malah diam?" Arya menegur Evelyn yang tak kunjung memberinya jawaban. "Ok, Pah. Nanti malam Evelyn pulang." "Ok, Papah tunggu. Bye, Sayang." "Bye, Pah." "Ada apa, Eve?" Seperti biasa, Naomi yang sudah sangat penasaran langsung bertanya begitu tahu kalau panggilan antara Evelyn dan Arya sudah berakhir. "Papah minta gue buat pulang, katanya ada hal penting yang mau dia bicarakan sama gue." "Eve, gue yakin kalau hal penting yang mau Papah lo bicarakan sama lo bukan tentang kehamilan lo." Siena seolah tahu apa penyebab Evelyn terlihat ketakutan. "Mudah-mudahan aja ucapan lo memang benar," balas lirih Evelyn sambil tersenyum tipis. Naomi dan Siena langsung memeluk Evelyn.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD