Kehadiran Mantan

2974 Words
Aulia menggelengkan kepala mendengar perkataan Berry bagaimana bisa dirinya akan menikah dengan Pram dan membayangkan pria lain yang baru ditemuinya, Aulia memutuskan untuk mengambil alih pekerjaan di luar bertemu dengan salah satu klien yang akan menggunakan jasa mereka. Bertempat di salah satu hotel ternama membuat Aulia harus menyesuaikan diri dengan penampilannya, Berry yang melihat penampilan Aulia hanya tersenyum pasalnya saat ini menggunakan pakaian yang terlihat dewaasa. Aulia menatap lobby hotel dengan perasaan cemas tapi segera ditepis karena ini adalah pekerjaan, seorang pegawai mengantarkan Aulia ke salah satu ruangan yang tampaknya seperti pertemuan keluarga. Kedatangan Aulia membuat mereka menatap ke arahnya dan tersenyum, tidak lama satu persatu pergi dari ruangan setelah berkenalan dengan Aulia menyisakan dirinya dengan sepasang calon pengantin. “Aku kakak iparnya bukan calon dia, karena calonnya sibuk jadi aku diminta untuk bertemu sama kamu” Aulia mengangguk “panggil nama saja ya Anggi gak usah pakai ibu atau mbak karena kita sepertinya seusia.” “Banyak cerewet gak jadi jelasin nanti dia.” Aulia tersenyum melihat interaksi mereka yang seperti saudara bukan ipar, hal ini membuat dirinya terkadang iri dengan kedekatan bersama sang ipar. Aulia langsung menjelaskan semua yang mereka miliki pada orang yang berada di hadapannya dan tampak Anggi lebih banyak bertanya dibanding saudaranya. Aulia menjelaskan dengan pelan dan sabar membuat Anggi paham, Aulia merasa Anggi dan Leo mudah memahami apa yang dirinya jelaskan dan seketika mereka setuju tapi dengan syarat acara diadakan di hotel ini yang tentu disetujui Aulia. “Jadi kalian ada cafe juga?” Aulia mengangguk menatap Anggi “kamu yang buat sendiri semua menu?.” “Ada chef juga yang membantu tapi resepnya dari aku.” Aulia berpamitan pada Anggi saja karena Leo sudah pergi terlebih dahulu untuk mengurus pekerjaannya, Aulia melangkah keluar dari hotel dengan senyum manis pasalnya mereka mendapatkan proyek yang luar biasa. Proyek tambahan dari Anggi adalah meminta semua kue cafe mereka yang memenuhi, setahu Aulia mereka mempunyai usaha di bidang makanan tapi tidak tahu bagaimana dengan mudahnya memberikan kepercayaan pada dirinya. “Aulia Sarah” Aulia memandang pria yang memanggilnya tersebut “Arman kamu lupa?” Aulia hanya diam memandangnya seketika dirinya membeku melihat keberadaan Arman dihadapannya “apa kabar?.” Aulia mencoba tersenyum “baik, kamu bekerja di sini?.” Arman menggelengkan kepala “rapat perusahaan, kamu sedang apa di sini?.” “Urusan kerja” Aulia menatap angka lift yang ada dihadapannya “mari.” “Bisa minta nomer ponselmu?” Aulia menghentikan langkahnya menatap Arman “ Icha sering cerita tentang kamu dan aku merindukanmu.” Aulia membeku mendengar pernyataan Arman, cukup lama mereka tidak saling berhubungan karena mereka selesai tiba – tiba. Tanpa adanya berita dan setelah beberapa tahun pria ini hadir kembali di kehidupannya tanpa merasa bersalah, memang tanpa merasa bersalah karena Arman tidak tahu jika dirinya meminta berakhir atas keinginan Rahayu ibu dari Arman. Aulia tidak ingin berurusan lagi dengan keluarga Arman yang menurutnya tidak sesuai kenyataan di mana tampak baik di luar hanya saja ketika di belakang bisa menjadi sangat jahat pada orang yang tidak sesuai dengan keinginannya. Aulia memberikan nomer ponsel dan langsung beranjak dari hadapan Arman, Arman sendiri pria yang sangat baik bahkan hubungan mereka bertahan hingga akan lulus kuliah. Perlakuan Arman selalu membuat Aulia jatuh cinta, mereka berdua berpisah karena orang tua Arman bukan keinginan pribadi. Aulia disambut Berry dengan senyuman terbaiknya membuat dirinya sedikit curiga apa yang ada dalam benak sahabatnya tersebut, Aulia mengambil tempat dihadapan Berry di mana bisa menatap pembeli tanpa merasa diperhatikan. Aulia memandang Berry yang tatapan matanya ke satu titik membuat Aulia mengikuti arah pandang Berry di mana terdapat para pria sedang berbicara serius dengan berbeda kulit. Aulia akhirnya memahami siapa pria yang menjadi tatapan Berry yaitu pria yang mereka bicarakan sebelum dirinya berangkat, Aulia mengakui jika pria tersebut manis dengan rambut ikalnya dan juga bentuk wajahnya yang akan membuat kaum hawa jatuh dalam pesonanya seketika Aulia memandang sekitar yang ternyata beberapa kaum hawa ada yang melihat terang – terangan seperti Berry tapi ada juga yang malu – malu. “Sial lihat aja bagian bawahku basah” Aulia memutar bola matanya malas “tadi bagaimana?.” Aulia menatap Berry dengan senyuman lebar “mereka menginginkan kita menyiapkan kue untuk acara pernikahan tersebut.” Berry membelalakkan matanya “SERIUS” teriakan Berry membuat semua menatap ke arah mereka termasuk pria itu seketika Aulia menundukkan wajahnya karena malu “maaf – maaf” Berry menunduk menatap semua orang yang terganggu “sial bahkan pria itu lihat ke arah sini buat aku malu.” Aulia hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan sahabatnya, seketika dirinya berdiri meninggalkan sahabatnya menuju ke ruangan. Aulia tidak sanggup menjadi pusat perhatian dan di satu sisi dirinya ingin istirahat setelah apa yang terjadi semalam, dalam ruangan langsug dikunci karena ingin istirahat. Aulia terbangun karena ponselnya berbunyi di mana nama Berry memenuhinya mulai dari panggilan sampai pesan, Aulia tidak peduli dengan semua pesan dari Berry dan akhirnya memutuskan untuk membersihkan diri. Aulia turun ke bawah di mana cafe sudah mulai ramai dengan anak muda dan pekerja kantoran yang baru saja pulang, melangkah ke arah dapur membantu Wildan salah satu chef terbaik yang mereka miliki. Aulia memberikan kabar pada Wildan tentang apa yang akan dilakukan pada saat acara dan juga menu apa saja yang harus disiapkan, setelah diskusi sambil membuat hidangan akhirnya diputuskan untuk memberikan tester agar mereka bisa memilih menu untuk acara tersebut. “Baru bangun?” Aulia menatap sumber suara di mana Berry berdiri di depan pintu dengan tatapan tajam “lebih menjelaskan pada Wildan dibandingkan aku?.” Aulia tersenyum “aku tadi pusing dan kamu tahu alasannya jadi istirahat sebentar boleh lah lagian aku juga ingin membuat menu baru dengan ditemani Wildan.” “Kalian gak terlibat di hubungan romantis kan?” Berry menatap curiga pada Aulia dan Wildan yang langsung mendapatkan tatapan tajam. “Gak usah kebanyakan baca n****+ kalau isi otak kamu ke sana terus” Aulia tertawa mendengar simdiran yang Wildan katakan “lebih baik Aulia bicara denganku karena berkaitan dengan menu ibarat kata bermanfaat dibandingkan dengan kamu” Berry sudah tampak emosi. “Kalian berdua kalau bertemu suka sekali bertengkar tapi kalau jauh saling cari” sindir Aulia membuat dirinya mendapatkan tatapan tajam “ayo kita kerjakan menu berikutnya keburu habis stocknya.” Chef di sini bukan hanya Wildan masih ada beberapa tapi Wildan lah yang pertama kali bergabung untuk membantu dalam banyak hal dari awal cafe dibangun dan itu membuat akrab satu dengan yang lain bahkan tidak jarang mereka saling adu pendapat seperti baru saja terjadi. Aulia kembali fokus dengan adonan yang ada dihadapannya tidak peduli dengan mereka berdua dan Berry tahu jika dirinya sudah mulai fokus jangan sampai ada yang mengganggu. “Mbak Aulia ada yang cari.” Aulia menatap pegawainya yang langsung melepaskan atribut kerjanya dan betapa terkejut dirinya melihat keberadaan Arman dihadapannya, Aulia tidak tahu harus berbuat apa tapi mengajak Arman untuk ke salah satu tempat yang masih kosong. Mereka terdiam cukup lama tanpa ada yang memulai pembicaraan membuat Aulia bingung dengan semua sikap Arman kali ini. “Ayo kita kembali bersama.” “Aulia.” Aulia menggelengkan kepala mendengar perkataan Berry bagaimana bisa dirinya akan menikah dengan Pram dan membayangkan pria lain yang baru ditemuinya, Aulia memutuskan untuk mengambil alih pekerjaan di luar bertemu dengan salah satu klien yang akan menggunakan jasa mereka. Bertempat di salah satu hotel ternama membuat Aulia harus menyesuaikan diri dengan penampilannya, Berry yang melihat penampilan Aulia hanya tersenyum pasalnya saat ini menggunakan pakaian yang terlihat dewaasa. Aulia menatap lobby hotel dengan perasaan cemas tapi segera ditepis karena ini adalah pekerjaan, seorang pegawai mengantarkan Aulia ke salah satu ruangan yang tampaknya seperti pertemuan keluarga. Kedatangan Aulia membuat mereka menatap ke arahnya dan tersenyum, tidak lama satu persatu pergi dari ruangan setelah berkenalan dengan Aulia menyisakan dirinya dengan sepasang calon pengantin. “Aku kakak iparnya bukan calon dia, karena calonnya sibuk jadi aku diminta untuk bertemu sama kamu” Aulia mengangguk “panggil nama saja ya Anggi gak usah pakai ibu atau mbak karena kita sepertinya seusia.” “Banyak cerewet gak jadi jelasin nanti dia.” Aulia tersenyum melihat interaksi mereka yang seperti saudara bukan ipar, hal ini membuat dirinya terkadang iri dengan kedekatan bersama sang ipar. Aulia langsung menjelaskan semua yang mereka miliki pada orang yang berada di hadapannya dan tampak Anggi lebih banyak bertanya dibanding saudaranya. Aulia menjelaskan dengan pelan dan sabar membuat Anggi paham, Aulia merasa Anggi dan Leo mudah memahami apa yang dirinya jelaskan dan seketika mereka setuju tapi dengan syarat acara diadakan di hotel ini yang tentu disetujui Aulia. “Jadi kalian ada cafe juga?” Aulia mengangguk menatap Anggi “kamu yang buat sendiri semua menu?.” “Ada chef juga yang membantu tapi resepnya dari aku.” Aulia berpamitan pada Anggi saja karena Leo sudah pergi terlebih dahulu untuk mengurus pekerjaannya, Aulia melangkah keluar dari hotel dengan senyum manis pasalnya mereka mendapatkan proyek yang luar biasa. Proyek tambahan dari Anggi adalah meminta semua kue cafe mereka yang memenuhi, setahu Aulia mereka mempunyai usaha di bidang makanan tapi tidak tahu bagaimana dengan mudahnya memberikan kepercayaan pada dirinya. “Aulia Sarah” Aulia memandang pria yang memanggilnya tersebut “Arman kamu lupa?” Aulia hanya diam memandangnya seketika dirinya membeku melihat keberadaan Arman dihadapannya “apa kabar?.” Aulia mencoba tersenyum “baik, kamu bekerja di sini?.” Arman menggelengkan kepala “rapat perusahaan, kamu sedang apa di sini?.” “Urusan kerja” Aulia menatap angka lift yang ada dihadapannya “mari.” “Bisa minta nomer ponselmu?” Aulia menghentikan langkahnya menatap Arman “ Icha sering cerita tentang kamu dan aku merindukanmu.” Aulia membeku mendengar pernyataan Arman, cukup lama mereka tidak saling berhubungan karena mereka selesai tiba – tiba. Tanpa adanya berita dan setelah beberapa tahun pria ini hadir kembali di kehidupannya tanpa merasa bersalah, memang tanpa merasa bersalah karena Arman tidak tahu jika dirinya meminta berakhir atas keinginan Rahayu ibu dari Arman. Aulia tidak ingin berurusan lagi dengan keluarga Arman yang menurutnya tidak sesuai kenyataan di mana tampak baik di luar hanya saja ketika di belakang bisa menjadi sangat jahat pada orang yang tidak sesuai dengan keinginannya. Aulia memberikan nomer ponsel dan langsung beranjak dari hadapan Arman, Arman sendiri pria yang sangat baik bahkan hubungan mereka bertahan hingga akan lulus kuliah. Perlakuan Arman selalu membuat Aulia jatuh cinta, mereka berdua berpisah karena orang tua Arman bukan keinginan pribadi. Aulia disambut Berry dengan senyuman terbaiknya membuat dirinya sedikit curiga apa yang ada dalam benak sahabatnya tersebut, Aulia mengambil tempat dihadapan Berry di mana bisa menatap pembeli tanpa merasa diperhatikan. Aulia memandang Berry yang tatapan matanya ke satu titik membuat Aulia mengikuti arah pandang Berry di mana terdapat para pria sedang berbicara serius dengan berbeda kulit. Aulia akhirnya memahami siapa pria yang menjadi tatapan Berry yaitu pria yang mereka bicarakan sebelum dirinya berangkat, Aulia mengakui jika pria tersebut manis dengan rambut ikalnya dan juga bentuk wajahnya yang akan membuat kaum hawa jatuh dalam pesonanya seketika Aulia memandang sekitar yang ternyata beberapa kaum hawa ada yang melihat terang – terangan seperti Berry tapi ada juga yang malu – malu. “Sial lihat aja bagian bawahku basah” Aulia memutar bola matanya malas “tadi bagaimana?.” Aulia menatap Berry dengan senyuman lebar “mereka menginginkan kita menyiapkan kue untuk acara pernikahan tersebut.” Berry membelalakkan matanya “SERIUS” teriakan Berry membuat semua menatap ke arah mereka termasuk pria itu seketika Aulia menundukkan wajahnya karena malu “maaf – maaf” Berry menunduk menatap semua orang yang terganggu “sial bahkan pria itu lihat ke arah sini buat aku malu.” Aulia hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan sahabatnya, seketika dirinya berdiri meninggalkan sahabatnya menuju ke ruangan. Aulia tidak sanggup menjadi pusat perhatian dan di satu sisi dirinya ingin istirahat setelah apa yang terjadi semalam, dalam ruangan langsug dikunci karena ingin istirahat. Aulia terbangun karena ponselnya berbunyi di mana nama Berry memenuhinya mulai dari panggilan sampai pesan, Aulia tidak peduli dengan semua pesan dari Berry dan akhirnya memutuskan untuk membersihkan diri. Aulia turun ke bawah di mana cafe sudah mulai ramai dengan anak muda dan pekerja kantoran yang baru saja pulang, melangkah ke arah dapur membantu Wildan salah satu chef terbaik yang mereka miliki. Aulia memberikan kabar pada Wildan tentang apa yang akan dilakukan pada saat acara dan juga menu apa saja yang harus disiapkan, setelah diskusi sambil membuat hidangan akhirnya diputuskan untuk memberikan tester agar mereka bisa memilih menu untuk acara tersebut. “Baru bangun?” Aulia menatap sumber suara di mana Berry berdiri di depan pintu dengan tatapan tajam “lebih menjelaskan pada Wildan dibandingkan aku?.” Aulia tersenyum “aku tadi pusing dan kamu tahu alasannya jadi istirahat sebentar boleh lah lagian aku juga ingin membuat menu baru dengan ditemani Wildan.” “Kalian gak terlibat di hubungan romantis kan?” Berry menatap curiga pada Aulia dan Wildan yang langsung mendapatkan tatapan tajam. “Gak usah kebanyakan baca n****+ kalau isi otak kamu ke sana terus” Aulia tertawa mendengar simdiran yang Wildan katakan “lebih baik Aulia bicara denganku karena berkaitan dengan menu ibarat kata bermanfaat dibandingkan dengan kamu” Berry sudah tampak emosi. “Kalian berdua kalau bertemu suka sekali bertengkar tapi kalau jauh saling cari” sindir Aulia membuat dirinya mendapatkan tatapan tajam “ayo kita kerjakan menu berikutnya keburu habis stocknya.” Chef di sini bukan hanya Wildan masih ada beberapa tapi Wildan lah yang pertama kali bergabung untuk membantu dalam banyak hal dari awal cafe dibangun dan itu membuat akrab satu dengan yang lain bahkan tidak jarang mereka saling adu pendapat seperti baru saja terjadi. Aulia kembali fokus dengan adonan yang ada dihadapannya tidak peduli dengan mereka berdua dan Berry tahu jika dirinya sudah mulai fokus jangan sampai ada yang mengganggu. “Mbak Aulia ada yang cari.” Aulia menatap pegawainya yang langsung melepaskan atribut kerjanya dan betapa terkejut dirinya melihat keberadaan Arman dihadapannya, Aulia tidak tahu harus berbuat apa tapi mengajak Arman untuk ke salah satu tempat yang masih kosong. Mereka terdiam cukup lama tanpa ada yang memulai pembicaraan membuat Aulia bingung dengan semua sikap Arman kali ini. “Ayo kita kembali bersama.” ***  Sedikit Promo ya... Kerajaan Api Raja Rowned marah besar, bagaimana tidak? Bayinya hilang dibawa oleh seorang asisten tabib kerajaan, seluruh pengawal dan prajurit menggeledah istana dan berpencar mencari wanita yang telah menculik anak raja. Wedni yang baru sampai istana mati ketakutan, semua orang tengah mencarinya. Peluh mengalir membasahi pelilipis Wedni, jantungnya berdebar kencang, ia sangat ketakutan. Kini, tangannya mulai bergemetaran menggendong bayi dari Kerajaan Van Water itu. Wedni bersembunyi di balik tembok dengan nafas memburu, satu langkah lagi ia berhasil masuk ke dalam kamar persalinan tadi. "Kau tak perlu takut Wedni, masuklah ke dalam kamar itu dengan santai, kau tak akan terlihat oleh satu orang pun," ucap suara yang bisa Wedni dengar, oh itu suara Empu Eyang. Wedni tahu, pasti Empu Eyang melindunginya dan tak akan tampak oleh orang lain. Lalu, Wedni melangkah dengan santai melewati prajurit yang berjaga di depannya begitu saja, ternyata benar, Empu Eyang telah membuat orang lain tak bisa melihat wujudnya. Wedni masuk ke dalam kamar itu dengan selamat, peluh keringat tetap membanjiri mukanya karena Wedni masih dihantui rasa ketakutan. Ia menghela nafas lega, sekarang ia bisa duduk di dalam kamar dengan tenang, Wedni menatap bayi di tangannya, putri Kerajaan Van Vuur itu terlelap dengan tenang, hanya pada saat perjalanan bayi itu menangis. "Huft, akhirnya aku selamat, terima kasih, Yang Terhormat Empu Eyang," ucap Wedni menghela napas lega. "Bukan aku yang membantumu, melainkan putri Van Vuur itulah yang membantu melindungimu." Wedni terkejut mendengarnya, setelah itu bayi dipangkuannya mengeliat pelan dan terseyum. "Hamba berterima kasih, Yang Mulia Putri Air," hormat Wedni menundukkan kepalanya. "WEDNI!" teriak seseorang yang mengejutkan Wedni. "Kemana saja kau, Wedni? Semua orang panik karena kau menghilang bersama bayi Permaisuri Raqia," ungkap Tabib Nori geram. "Ampunkan hamba, Tabib Nori, hamba hanya melindungi bayi ini karena tadi ada penyusup yang hendak menculiknya," jawab Wedni terpaksa berbohong, jika semua orang tahu ia telah menukar bayi itu, Wedni tak bisa membayangkan betapa murkanya Raja Rowned, nyawanya pasti berada di ujung tanduk. "Benarkah begitu, Wedni?" "Hamba telah berkata yang sebenarnya, Nyonya," jawab Wedni. "Ya sudah, bawa pangeran kepada Permaisuri Raqia, aku akan memberitahukan kepada Raja Rowned jika bayinya telah ditemukan." "Mohon ampun Tabib Nori, bayi Permaisuri Raqia berjenis perempuan, bukan laki-laki, sepertinya Nyonya salah melihat!" "Tidak mungkin, aku tak akan salah, bayi Permaisuri laki-laki." "Ini buktinya Tabib Nori, bayi ini seorang putri." Lama terdiam, Tabib Nori memeriksa bayi itu, bedongan yang dipakainya sama persis dengan yang tadi ia pakaikan, apa mungkin Tabib Nori memang salah? "Segera bawa bayi itu ke hadapan Permaisuri Raqia!" suruh Tabib Nori yang masih dilanda kebingungan. "Baik, Nyonya!" *** "Apakah benar, jika ada penyusup yang datang ingin menculik bayiku?" tanya Raja Rowned menatap tajam Wedni. "Be-benar Yang Mulia, hamba  mencoba melindungi sang Tuan Putri semampu hamba," jawab Wedni menunduk, ia tak akan menatap mata Raja, karena Raja Rowned bisa mengetahui jika ia tengah berbohong melalui tatapannya. "Tuan Sarkas urus tunjangan hidup Nyonya Wedni tujuh turunan, setelah itu berikan kepadanya emas dan berlian dari kerajaan," ucap Raja Rowned memperintahkan Tuan Sarkas, yang merupakan tangan kanan raja. "Baik, Yang Mulia!" Wedni terkejut mendengarnya, untuk apa ia diberikan tunjangan hidup? "Terimalah semua itu dari kerajaan sebagai imbalan karena kau telah menyelamatkan putriku," jelas Raja Rowned menjawab keheranan Wedni. "Mohon ampun Yang Mulia, apakah hamba pantas  menerima itu semua, Yang Mulia? Melindungi Tuan Putri sudah menjadi tugas hamba, Yang Mulia!" "Aku tak menerima penolakan, sekarang kau bisa pergi meninggalkan ruangan ini," tegas Raja Rowned. "Ba-baik Yang Mulia, hamba berterima kasih Yang Mulia," ucap Wedni sebelum meninggalkan ruangan raja. Wedni tak menyangka Raja Rowned sampai memberikan imbalan kepadanya yang tak melakukan apa-apa, bahkan ia sudah terlibat dalam misi menukar bayi dua kerajaan. Sungguh banyaknya dosa Wedni, setelah ini ia berniat akan mandi di Sungai Weta, sungai untuk menghapus dosa. Eh, tapi Wedni melakukan semua ini untuk kebaikan. Judul : Van Vuur Water Penname : Amalia Ulan
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD