Setelah pergulatan kedua mereka, Arum mengatakan kalau dirinya kelaparan. “Yaudah abis ini makan.” Jean menarik tubuhnya melepaskan tautan mereka. dia memberikan selimut pada Arum.
“Ada baju cewek di lemari saya. Mandi terus pake itu.”
“Mas, itu baju punya siapa sih? BTW? Punya bini? Tapi kok masih baru?”
“Iya, punya mediang istri,” ucapnya berlalu lebih dulu.
Arum berdecak, dia melihat foto Jean dan keluarganya ketika sang istri masih hidup. Kening Arum berkerut. “Perasaan istrinya berisi deh, kalau kaos yang di sana kagak. Apa jangan jangan.” Arum menutup mulut tidak percaya. “Selama ini si Mas perhatiin gue, tau ukuran baju gue dan hal hal yang gue suka. Oh my god, dia pasti cinta sama gue secara diam diam.” Pikiran itu membuat Arum menjerit-jerit sendiri karena senang.
Setelah mandi, Arum baru keluar. Dia sudah melihat Jean yang menunggu di ruang makan, mata pria itu melotot dan membuat Arum tersipu. “Ih, Mas, aku tau aku cantik, tapi jangan terpesona kayak gitu dong.”
Jean segera terbatuk. “Saya marah sama kamu karena masaknya kebanyakan,” ucap Jean langsung minum. Tingkat percaya diri orang ini benar benar tinggi.
“Oalah, ehehehehe, kirain muji aku. kesel banget sumpah.” Wajahnya datar selama sedetik sebelum kembali tersenyum. “Sengaja, Mas. ini buat anak anak kita nantinya. Mereka pasti suka sama masakan aku. kali kali ajak mereka ke café aku, Mas, ramah anak kok di sana.”
“Maaf, Pak, tadi Mbaknya minta masak soalnya,” ucap pembantu di sana.
“Ibu ya, Bi, saya calon majikan di sini.”
“Gak usah dihiraukan, Bi, dia emang agak gak normal,” ucap Jean mulai makan.
Arum tertawa. “Iya, dan yang doyan sama orang gak normal sama saya Cuma orang gila. Mas Jean contohnya.”
Sudahlah, Jean tidak akan menang kalau berdebat dengan Arum. Dia memilih menikmati makanan yang ternyata enak juga. Pintar juga anak ini memasak.
“Mas coba yang ini enak banget loh, aku baru launching menu ini di café aku bulan lalu. Nguiingggggg….” Membawa sendok mendekat pada Jean layaknya kapal. Bodohnya Jean tetap membuka mulut dan membuat pembantu yang melihatnya tertawa.
Sadar dengan tingkah konyolnya, Jean langsung meminta mereka untuk pergi meninggalkan mereka berdua. “Aduh, Mas. padahal mah jangan malu malu gitu, kan aku seneng akhirnya ada orang yang bisa lihat kebersamaan kita.”
Jean tertawa sarkas. “Darimana kamu tau kalau mereka seneng? Kamu baca pikiran?”
“Iya dong, keliatan dari wajah mereka.”
“Oh ya? terus apa yang saya pikirin coba?”
Keduanya saling bertatapan. Arum mencondongkan tubuhnya supaya bisa melihat mata Jean lebih dalam lagi. “Dalam pikiran Mas, Mas lagi ngomong kayak gini, “itu t*tek si Arum makin hari makin gede, kenyel juga. Hasil karya yang bisa dibanggain.’ Pasti Mas bilang kayak gitu ya?”
Jean tidak bisa menahan keterkejutannya dan langsung tersedak oleh makan malamnya sendiri. arum ikut panic dan mencoba membantu dengan berlari ke belakang tubuh Jean dan berusaha membuat daging itu keluar dari tenggorokan Jean.
Namun nyatanya, daging itu tidak tersangkut ditenggorokan, Jean hanya tersedak ludahnya sendiri. dan pertolongan Arum, sama sekali tidak sesuai dengan imajinasinya, “Kelluar! Ayok keluar! Gak boleh mati sebelum kita nikah!” teriaknya.
Pembantu yang hendak ke sana untuk mengambil minum itu langsung berbalik dan berkata pada temannya. “Pak Jean kayaknya ketularan gak normal sama wanita yang dia bawa ke sini deh.”
***
Karena hari sudah malam, Arum akan menginap di sini. beruntung sekali Jean tidak mengeluh sama sekali dan mengizinkannya. Apalagi sekarang Arum menjadi penguasa dapur dimana dia menyiapkan makanan makanan sehat untuk Jean dengan membungkusnya dan menyimpannya di lemari pendingin.
Bahkan Arum menyiapkan beberapa menu untuk anak anak. “Ini buat yang usianya dua tahun, ini yang Sembilan tahun. Paham kan?”
“Iya, Mbak, tau kok.”
“Bagus, saya mau istirahat dulu,” ucapnya melangkah naik ke lantai dua. Sampai Arum sadar kalau dia harus membawa air minum, khawatir nanti Jean meminta lagi.
Mendekati dapur, Arum mendengar percakapan dari para pelayan di sana. “Bener banget, semoga mereka gak berjodoh cepet cepet dan terus main di belakang. Soalnya lumayan bisa dapet duit ini. hihihihi.”
“Bener banget, cukup tutup mata dan telinga, kita pura pura gak tau kalau Pak Jean main sama cewek. Doain biar gak nikah cepet ya? biar terus dapet bonus ini.”
“Iya bener banget.”
BRAK! Seketika Arum memukul meja yang membuat pembantu dan pengasuh itu sama kagetnya. “Eh, Mbak?”
Arum datang dengan wajah marah, membuat mereka menciut seketika karena ketakutan. Arum berdehem, kemudian berucap dengan tajam, “Harusnya kalian itu doain saya biar cepet nikah sama Mas Jean, karena kalau saya nikah sama Mas Jean, kalian pasti dapet juga duit, dan ini bakalan dua kali lebih gede dari yang Mas Jean kasih.”
“Beneran, Mbak? Saya langsung doa sekarang.”
“Iya dong. Jangan jadi musuh dalam selimut ya,” ucap Arum dengan tajam. Mengambil air dan masuk ke kamar Jean. Arum merebahkan dirinya di atas ranjang, sepertinya Jean sedang di kamar mandi.
“Ngapain kamu di sini? tidur di kamar sebelah sana.”
Arum langsung memejamkan mata dan membuat suara seolah sedang mengorok.
“Saya seret kamu, Arum.”
“Meskipun kita gak harus ada hubungan lebih, tapi Mas harus ngehargain aku dong. Capek tau dihentak-hentak mulu. Jadinya aku mau tidur di sini. sakit juga. Pasti mau nambah lagi ya?”
“Enggak, makannya sana pergi.”
“Gak mau, di sini aja. mas mau nambah juga gak papa deh.”
Jean sudah malas berdebat, dia menyalakan lampu tidur dan berbaring di bagian yang kosong. Arum langsung mendekat. “Jangan sentuh saya.”
“Hilih sok sok-an gak mau disentuh, tadi aja pas saya minggat malah ditarik sama Mas.”
“Arum saya sakit kepala.”
“Walah, mau dibeliin obat? Dipijet? Jamu? Tenang, aku itu multifungsi loh, Mas.”
“Saya pusing gara gara kamu. diem makannya, saya mau istirahat.”
“Iya deh iya.” Arum diam di bagiannya, tidak berani mendekati Jean karena takut diusir dari kamar. Arum menatap bagaimana perlahan Jean memejamkan matanya dengan posisi terlentang.
Kesempatan yang bagus, Arum mendekat perlaahan dan menjadikan bahu Jean sebagai bantalan. Bahkan tangan Arum mulai melingkar di pinggang pria itu. dan akhirnya, Arum bisa memejamkan matanya karena Jean yang tidak mendorongnya sama sekali.
Dalam tidurnya, perut Arum bergejolak hingga refleks dia mengeluarkan gas. Jean yang sejak tadi memang belum terlelap itu kembali membuka mata, menatap langit langit sambil menahan napas.
“Mas Jean,” gumam Arum dalam tidurnya.
“Ck.” Jean sampai pusing karenanya.
***
malam harinya, Jean kembali terbangun dan melihat Arum yang tidur dengan mulut terbuka di sampingnya. Jean kaget, tapi dia mencoba senormal mungkin dan menghela napasnya. Jean melangkah pergi dari atas ranjang untuk menelpon sang asisten dan menanyakan perihal kasus yang belum terselesaikan di persidangan. setidaknya salah satu sumber rasa pusing Jean harus berakhir, karena Arum sendiri tidak akan pernah hilang dalam hidupnya. Perempuan itu terus saja menganggunya.
Jean kembali ke ruang kerjanya dan membereskan beberapa hal. Sisanya, dia hanya diam merenung di sana. Jean melangkah ke bangku panjang dekat jendela yang ada di ruangan tersebut, membuka sebuah kursi dimana di dalamnya ada ruang penyimpanan. Menatap barang barang yang ada di dalamnya sebelum menutupnya kembali dengan helaan napas.
"Bapak, butuh sesuatu?" tanya sang asisten.
"Nggak, Bi. saya berisik ya?"
"Tidak, Pak, kebetulan saya lagi bangun dan lihat ruangan bapak masih nyala."
"Gak papa, kalau butuh sesuatu nanti saya ambil sendiri," ucapnya seperti itu. Jean keluar dari ruangan kerjanya untuk mengambil beer di dapur. masih ada pembantunya di sana, jadi sekalian saja diajak bicara oleh Jean. "Bi, menurut Bibi, wanita yang saya bawa ke sini, orangnya gimana?"
"Ummm, asyik, Pak. bikin anak anak nyaman juga yang paling penting."
jean diam.
"Cocok kok kalau sama Bapak."
yang berhasil membuat Jean terkekeh karenanya. "Saya gak nanya perihal itu." Jean menghabiskan minumannya dan segera naik ke kamar anak anak untuk memastikan mereka tidur dengan baik. Mengusap rambut Cillo dan Elio secara bergantian, matanya membentuk senyuman yang sama dengan bibir. Melihat anak anaknya tumbuh dengan baik dengan keadaan rumah tangganya yang tidak baik, membuat Jean merasa menjadi orangtua yang buruk.
Tiba tiba saja keinginannya untuk menggendong Cillo begitu besar, Jean menggendong sang anak yang tidur dan menimangnya penuh kasih sayang selama beberapa menit. Beralih pada Elio, Jean mengusap rambut sang anak lama sampai membuat Elio bangun.
"Maaf, papa bangunin aa ya?"
anak itu menggelengkan kepalanya dan malah bangun kemudian memeluk Jean. "Papa, Aa sama adek sayang sama Papa," ucap Elio seperti itu.
jean terkekeh dan menimag sang anak yang duduk di pangkuannya sampai tidur lagi. Baru setelah memastikan anak anaknya diselimuti dengan baik, Jean kembali lagi ke kamar. Kini dia melihat penampakan Arum yang tidur terlentang dengan tangan dan mulut yang terbuka.
"Dia kena azab atau gimana sih?" gumam Jean merinding sendiri melihatnya. Membenarkan letak tidur Arum dan menyelimutinya. Jean kembali masuk ke dalam selimut yang sama.
"Mas Jean," ucap Arum mendekat.
Jean hanya menghela napas, membiarkan Arum memeluknya sesuka hari.
"Tidur."