8

1044 Words
“Saya minta maaf Pak, saya terlalu sibuk bekerja sampai tidak punya waktu untuk belajar,” jawab Alisha dengan jujur. “Seharusnya kamu bisa membagi waktu dengan baik, Bapak tidak mau tau, kalau semester depan nilai kamu masih begini, Bapak terpaksa cabut beasiswa kamu dari kampus ini!” ancam Dosennya lalu pergi dari hadapan Alisha. Alisha menarik nafas dalam-dalam lalu keluar dari ruangan tersebut dengan wajah sedih. “Ada apa?” tanya Filda sahabat baiknya yang sudah menunggu dia di luar. “Aku terancam tidak dapat beasiswa lagi kalau nilai aku masih jelek,” jawab Alisha yang langsung menyandarkan kepalanya di pundak Filda. Filda langsung mengelus pundak Alisha, dia ikut merasa sedih mendengar kabar tersebut. “Aku minta maaf ya, karna aku suruh kamu kerja, kamu jadi terancam tidak dapat beasiswa,” ucap Filda yang merasa bersalah. Alisha langsung mengangkat wajahnya dan menatap Filda. “Kamu merasa bersalah karna kasih aku pekerjaan?” tanya Alisha yang tidak rela temannya itu merasa bersalah dengan keadaan yang sedang dia hadapi. Filda mengangguk. Alisha langsung mengeluarkan dompet dari dalam tasnya dan memperlihatkan isi dompetnya pada Filda. “Kalau bukan karna kamu, aku tidak akan bisa memegang uang sebanyak ini setiap minggunya, ayo kita ngebakso!” ucap Alisha sambil menarik tangan Filda agar mengikutinya. Filda hanya terkekeh melihat sikap temannya ini, Alisha memang anak paling santai menghadapi setiap permasalahan yang menghampirinya. Mereka langsung menuju warung bakso paling enak dan Alisha langsung memesan 2 mangkok bakso spesial, tak perlu menunggu lama, pesanan mereka pun datang, Alisha yang sangat doyan pedas menuangkan beberapa sendok sambal ke dalam mangkuknya dan menikmati bakso tersebut dengan santai. Dia harus merelakskan pikirannya sebelum kembali berkutat dengan desain dan juga buku pelajaran, dia harus bisa membagi waktu untuk tidak mengabaikan kuliahnya, bagaimana pun dia masih sangat mengharapkan beasiswa itu, supaya gajinya yang keluar tiap minggu bisa dia gunakan untuk menjenguk ibunya di rumah sakit. Selesai menghabiskan bakso porsi besar mereka masing-masing Alisha dan Filda pulang ke rumah mereka, Alisha harus kembali fokus untuk belajar sambil berdesain. ... “Alisha, apa tidak sebaiknya kamu beli mesin jahit dan mulai mengembangkan usaha desain kamu di rumah?” tanya Filda saat mereka kembali bertemu di kampus. “Beli mesin jahit? Sepertinya uangku tidak cukup Fil,” jawab Alisha yang mengingat-ingat berapa banyak uang yang ada di dompetnya. “Beli yang bekas saja, jadi kamu di rumah tetap punya usaha, kalau sudah maju kamu bisa mundur dari butik yang sekarang, apalagi mereka terlalu menekan kamu supaya menghasilkan banyak karya,” ucap Filda yang diresapi dengan matang oleh Alisha. “Iya, kamu benar, dengan begitu aku juga tidak harus bolak-balik ke butik dan aku bisa belajar dengan fokus,” jawab Alisha sambil mengangguk setuju. “Ya sudah, kapan kita cari mesin jahitnya?” tanya Filda bersemangat. “Sekarang?” tawar Alisha. “Oke!” jawab Filda setuju. Mereka langsung pergi menuju toko penjualan mesin jahit baru dan bekas, sedang fokus melihat-lihat mesin jahit, pundak Alisha disentuh oleh seseorang dengan lembut membuat Alisha langsung menoleh ke belakang. “Pak Alfin,” ucap Alisha yang merasa tidak enak hati pada bosnya itu. “Kamu sedang apa di sini?” tanya Alfin pada Alisha. “Saya ....” “Alisha, yang ini sepertinya bagus, cocok untuk kamu!” seru Filda sambil menunjukkan mesin jahit bekas yang masih terlihat baru. Alisha tersenyum kecut, Alfin yang sudah mengerti kehadiran Alisha di toko itu hanya mengangguk paham. “Jadi kamu merasa kurang dengan bayaran dari butik?” tanya Alfin yang langsung pada inti pembahasan. “Bukan, bukan begitu Pak, saya hanya ingin belajar lebih produktif lagi tapi dengan tetap fokus pada kuliah saya,” jawab Alisha sambil menunduk. Alfin menarik nafas dengan berat, dia tidak bisa kehilangan karyawan sepenting Alisha, Alisha sangat berbakat dalam mendesain, baru beberapa minggu bekerja, desain Alisha sudah terjual hampir mendekati angka ribuan, itu bukan angka main-main untuk sebuah bisnis Fashion yang sangat banyak saingannya. “Saya akan menambahkan gaji kamu dua kali lipat asal kamu tetap bekerja di butik, dan saya juga akan memfasilitasi kamu lebih lengkap seperti karyawan senior lainnya,” ucap Alfin membuat mata Alisha terbelalak. Dua kali lipat, berarti dia akan mendapatkan gaji hampir 5 juta dalam satu bulan, sebagai perempuan mandiri yang harus banting tulang dan menabung lebih banyak untuk pengobatan mamanya, tentu kesempatan ini tidak akan disia-siakan oleh Alisha, dia tidak peduli kuliahnya terancam, yang terpenting sekarang dia bisa dapat uang banyak dan mengobati mamanya. “Baik, saya setuju,” jawab Alisha tanpa pikir panjang. Alfin mengangguk paham pada sifatnya Alisha, dia jadi yakin jika Alisha sama seperti perempuan lainnya di luaran sana, materialistis. “Bagus, selamat bekerja!” jawab Alfin yang berlalu dari hadapan Alisha. Hilang sudah kekagumannya pada perempuan itu, hanya tinggal pengharapan supaya Alisha tidak keluar dari butiknya dan terus memberikan karya-karya terbaik. “Apa dia bilang? Dia membayar gaji kamu dua kali lipat?” tanya Filda yang sedari tadi mendengar obrolan mereka karna Alisha tidak kunjung mendekati Filda saat Filda memanggilnya, jadi Filda yang datang mendekati mereka. “Iya,” jawab Alisha dengan senyum mengembang. “Gila! Gaji lu ngalahin gaji orang kantoran!” teriak Filda dengan girang. “Itu yang aku cari selama ini, kamu kan tau sendiri, aku butuh banyak biaya untuk ....” Alisha tidak melanjutkan lagi ucapannya, kerongkongannya seperti tercekat tali dengan kuat, matanya sudah berembun. Filda menepuk bahu Alisha dan memeluknya. “Yuk kita temui Mama kamu, kamu harus membagikan kebahagiaan ini bersamanya, dia juga pasti senang kalau tau anaknya sebentar lagi akan jadi orang sukses,” ucap Filda yang ikut menangis. Alisha mengusap air matanya dan mengangguk setuju, mereka langsung menuju rumah sakit jiwa menggunakan motornya Filda. Sesampainya di rumah sakit, Alisha langsung memeluk mamanya dengan erat, mamanya yang masih tidak stabil jiwanya hanya terkekeh mendapat pelukan dari Alisha. Alisha menyuapi kue kesukaan mamanya yang dia beli di jalan. “Ma, Alisha hari ini mendapatkan kabar baik, gaji Alisha dinaikkan sama bosnya Alisha, doakan Alisha supaya Alisha bisa menabung dan membawa mama berobat ya,” ucap Alisha sambil mencium tangan mamanya. Jam besuk sudah habis, Alisha segera meninggalkan mamanya, setiap kali dia harus berpisah dengan mamanya, setiap kali juga Alisha meneteskan air mata, tapi dia harus kuat, kehidupan di luar sana sangatlah keras, dia harus berjuang sendiri tanpa memikirkan lelaki yang sudah menelantarkan dia dan ibunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD