“Cyra mana?” tanya Akira menghampiri bangku kedua sahabat laki-lakinya itu sambil menggenggam segelas kopi yang sempat ia beli di pinggir jalan tadi.
Kali ini Akira menempuh jarak sekolahnya menggunakan angkutan umum. Ia berhenti untuk menaiki bus setelah pulang sekolah nanti. Sebab, ia tadi tertinggal bus sehingga membuat dirinya berjalan gontai menuju jalan utama di depan gerbang perumahannya.
Di sana banyak sekali angkutan umum yang berjejer rapih dengan warna yang berbeda-beda. Selain beda warna, beda pula tujuan masing-masing angkutan tersebut. Akira melihat di sisi belakang angkutan sambil membaca-baca arah berita.
Jujur saja, baru kali ini Akira menggunakan angkot. Biasanya ia akan meminta-minta Ken atau Devin menjemputnya di depan jalan raya. Tetapi, kali ini ia memutuskan untuk mencoba hal baru. Tentu saja sedikit tidak nyaman berhimpitan di dalam angkot. Terlebih saat Akira naik sudah ada beberapa penumpang yang menatapnya penuh intimidasi.
“Telat mungkin. Lo tumben naik angkot, biasanya minta jemput sama kita. ” Devin menyerahkan kipas lipat yang biasa Dita bawa.
“Mencoba hal baru.” Akira menyambar kipas tersebut cepat, lalu mendudukkan diri di atas meja sambil mengipasi lehernya yang penuh dengan keringat.
“Gaya-gayaan hal baru. Nanti kalau dempetan sama cowok aja langsung lo tendang. ” Kali ini Ken menyahut dengan nada sedikit mengejek.
Akira menatap Ken kesal. “Kali ini gue toleransi, tapi kalau dia sengaja ya maaf-maaf aja.”
“Sama aja, jamilah,” sahut Devin tertawa kecil.
“Ra, lo dicariin anak baru tuh!” celetuk Dita sambil melangkah ke arah bangkunya.
Seketika Akira menatap punggung Dita penasaran, lalu bangkit menghampiri bangku Dita yang kebetulan bersisian dengan Devin. Perempuan bermata sipit itu menganggukkan kepalanya singkat untuk meyakinkan Akira.
Setelah yakin, Akira menoleh ke arah Devin, lalu menyerahkan kipas lipat itu sambil melenggang pergi ke arah pintu kelas. Sekilas ia melihat seorang laki-laki di sana. Ingin tahu melihat Alvaro kembali menghampiri dirinya. Kali ini tepat di depan kelas yang bahkan Akira tidak pernah mengatakan berada di mana kelasnya.
“Ngapain lo ke sini?” tanya Akira penasaran.
Alvaro menoleh ketika mendapati Akira tepat di depan dirinya sambil mengerutkan dahi. Pintu tebal milik perempuan itu nampak bingkai cantik. Sangat khas orang Asia yang biasa Alvaro jumpai. Tetapi, sangat berbeda dengan perempuan mungil itu yang cantik dengan cara alaminya sendiri.
Alvaro berdehem pelan. “Nanti istirahat lo ke kantin?”
Akira semakin tidak percaya dengan tingkah laki-laki itu. Bagaimana bisa Alvaro jauh-jauh datang hanya untuk menanyakan perihal istirahat. Saat itu tiba tiba Alvaro bisa menanyakan pada Akira, tidak seperti saat ini.
“Iyalah, gue biasa ke kantin kok. Emang kenapa sih? ” Kali ini Akira tidak bisa mengisi rasa penasarannya.
Kepala Alvaro menggeleng pelan. “Kedua cowok itu pacar lo?”
Akira mengarah tepat mengarah pada Devin dan Ken yang menatap dirinya yang penasaran. Perempuan mungil itu semakin tidak mengerti arah pembicaraan Alvaro yang aneh dan misterius. Untuk apa laki-laki itu menanyakan hubungan dirinya dengan kedua laki-laki itu yang jelas-jelas sahabat dirinya sendiri.
“Dia pacar gue. Ada masalah? ” jawab Akira spontan.
Seketika wajah Alvaro tidak bisa menahan keterkejutannya yang mendengar pemandangan yang ada di hadapannya juga mempunyai dua pacar sekaligus dalam satu kelas. Hal yang membuat dirinya tidak mengerti adalah bagaimana bisa !?
“Oh, oke. Kalau gitu gue ke kelas dulu, ”pamit Alvaro buru-buru pergi dari hadapan Akira. Ia semakin tak terkendali saat menghirup wangi yang selalu bersanding dengan tubuh mungil sekaligus manis di hadapannya.
Kali ini Akira memakai ikat rambut dengan bandana hitam yang berpita di sebelah kanan. Biasanya perempuan mungil yang menggunakan polo bandana dengan lipatan yang selalu berada di atas. Entah apa yang membuat Akira membuat dirinya berbeda dari biasanya.
Justru hal tersebut membuat Alvaro semakin tidak berkutik. Jantungnya terus meronta-ronta saat bertatapan dengan Akira. Pipinya seakan memanas kala Akira menatap dirinya secara intens. He tingkah Alvaro mencerminkan anak-anak SD yang baru mengenal cinta. Walaupun kenyataannya seperti itu, ia tidak akan mengaku. Karena mengaku sama saja menurunkan harga dirinya sendiri.
***
“Tadi kata Devin sama Ken ada cowok yang nyariin lo, Ra.” Cyra menghimpitkan bangkunya tepat di samping bangku milik Akira. Perempuan modis itu bahkan menggelayuti lengan mungil Akira.
Akira menoleh sekilas sambil sibuk membaca buku milik Ken yang sempat dirinya pinjam tadi. Iya.
Mata Cyra berbinar ceria. “Siapa?”
“Alvaro,” jawab Akira singkat.
“Anak 12 IPS 1 itu, 'kan?”
Akira berdehem pelan.
“Gila. Lo ada hubungan apa sama cogan sekolah itu? Tahu enggak, Ra. Setelah lo nganterin Alvaro ke kelasnya waktu itu. Lo jadi bahan pembicaraan anak-anak sekolah ini. Mereka nyangka lo pacaran sama Alvaro gara-gara cowok itu sering natap lo dari kejauhan. ”
Sejenak Akira kegiatan membacanya, lalu menatap wajah Cyra bingung. “Tahu dari mana lo?”
“Gue denger waktu lewat koridor adik kelas tadi. Banyak yang enggak suka sama lo, ”ujar Cyra menggebu-gebu.
“Ya udah sih. Gue juga enggak terlalu ngurusin masalah itu. Terserah mereka juga mau bilang gue apa. Toh mau gue ngejelasin apapun mereka enggak akan ada yang percaya, ”balas Akira dengan wajah setenang mungkin, lalu kembali menekuni kata setiap kata yang tertulis di lembaran kertas yang membentuk buku lumayan tebal.
Cyra menegakkan tubuhnya kembali, lalu meraih ponsel pinky yang berada di atas meja. Perempuan modis itu telah mengganti case ponselnya dengan warna-warna yang sedikit nyetrik dan girly. Layar ponsel itu menampilkan sebuah ruang obrolan yang berisikan percakapan dirinya dengan Luthfi, pacar LDR.
Kedua perempuan itu nampak asik dengan dunianya sendiri. Sementara seisi kelas nampak asik dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang berfoto, makan cemilan, touch up, bermain game online, bahkan ada yang sempat-sempatnya berjualan di dalam kelas. Itu adalah ide dari Devin yang menyarankan Ken untuk menjual permen karet. Dan benar sekali, permen karet hasil jualan Ken laku keras dengan pembelinya adalah perusahaan itu sendiri yang mengutang.
“Gara-gara lo, Vin. Bukannya untung malah buntung, ”sungut Ken dengan wajah kesal.
“Ya gue enggak tahu bakalan jadi begini, soalnya gue kira anak-anak di kelas kita pada berduit, ternyata amsyong deh,” balas Devin dengan gaya gemulai.
Wajah Ken mengernyit melihat tingkah Devin yang sama sekali tidak pantas, bahkan sangat memaksakan dalam natural. Laki-laki berwajah cantik itu memutar bola matanya sambil merebahkan diri di bangku yang telah dirinya susun tadi, tak lupa earphone terparkir cantik di telinganya.
Sementara Devin mengeluarkan ponselnya, lalu asik bermain game online dengan beberapa teman laki-laki di kelasnya, atau biasa disebut dengan mabar (main bareng). Dengan suara histeris serta u*****n yang sangat kasar untuk menyebutkan.
Kelas 11 IPA 1 saat ini sangat tidak kondusif dengan ketua kelas yang malah asik dengan dunianya sendiri. Karena ketua kelas 11 IPA 1 adalah Devin Pandya Andika. Laki-laki berwajah tegas dengan lesung pipi yang tercetak jelas di sebelah kiri.
Semakin lama suara anak-anak itu terdengar hingga keluar, membuat salah satu guru yang kebetulan melintas mengerutkan dahinya saat mendengar kelas terpintar itu menjadi sangat berisik. Bagaimana bisa dengan siswa yang otaknya diatas normal memiliki kejiwaan yang sangat perlu diperhatikan.
Dengan tergesa-gesa Bu Alysa menghampiri salah satu pintu kelas yang tertutup rapat. Ia lebih yakin bahwa suara gaduh itu berasa dari salah satu kelas IPA yang isinya adalah anak-anak pintar.
Tanpa disadari Akira melihat siluet guru yang tepat di depan pintu kelasnya. Namun, perempuan mungil it was that is is one teacher the way melintas, dan ia pun tidak mempermasalahkan itu semua.
Bahkan dengan tampang tidak peduli, ia kembali merebahkan sebuah di atas tas yang telah ditumpuknya tadi membentuk bantal. Wajahnya ia hadapkan ke arah sekumpulan siswi yang bergosip ria membicarakan salah satu artis Korea yang bernama Lee Jong Suk.
Pikiran Akira berkelana, ia tidak pernah menilai artis-artis dengan nama yang susah disebut itu. Bahkan dirinya sempat tidak percaya bahwa bukan salah satu pecinta Kpop. Padahal hampir seluruh siswi di kelasnya adalah para pecinta Korea.
Ketika Akira sibuk dengan pikirannya, tiba-tiba pintu kelas dibuka paksa. Di sana tepat wajah Bu Alysa menggeram marah menatap satu per satu anak muridnya yang asik sendiri. Bahkan mereka tidak terusik sekali dengan kedatangannya. Karena salah satu sekumpulan anak laki-laki di sana tetap mengumpati binatang-bintang pembohong.
“Bagus. Kalian semua Ibu hukum! ” bentak Bu Alysa garang.